Banyak Jamu yang Beredar Tanpa Izin

8-penjual-jamuSurabaya, Bhirawa
BPOM Surabaya memperingatkan masyarakat untuk berhati-hati memilih jamu yang dikonsumsi. Disinyalir, saat ini banyak jamu beredar tanpa izin dan mengandung bahan kimia berbahaya.
Dari data yang dihimpun sepanjang 2013, terdapat 72 jamu dari 847 sampel tidak memiliki izin edar dari Kemenkes atau BPOM. Ada 23 jamu yang dicampur dengan bahan kimia obat dan 24 jamu yang kondisi Angka Lempeng Total (ALT) tidak standar. Kondisi ini diperkirakan berlanjut pada tahun ini.
”Akibat ALT yang rendah, jamu kemasan bisa cepat menjamur alias tak layak konsumsi. Ironisnya, meski sudah mengetahui tata cara peramuan, banyak penjual jamu yang tetap menjual produk yang rusak kepada konsumen,” ujar Kepala Bidang Sertifikasi Informasi Konsumen Balai Besar Pom (BPOM) Surabaya Retno Chatulistiani, Senin (7/4).
Menurutnya, ada sebagian pembuat jamu menjual jamunya dengan cara mencampur dengan Bahan Kimia Obat (BKO). Padahal, tidak semua jamu bisa dicampur dengan ramuan tradisional. ”Apabila terlanjur mengonsumsi jamu dengan BKO, dapat menimbulkan efek samping dan efek serius seperti kegagalan fungsi organ,” katanya memperingatkan.
Dijelaskannya, penambahan BKO dalam jamu kemasan memang sulit dilacak oleh para penjual jamu tradisional. Sebab, sebagian produsen jamu kemasan ini tidak menulis bahan-bahan jamu yang dibuatnya. Bahkan, ada pula yang mengganti jamu dengan nama obat, seperti obat tradisional rematik, obat tradisional kolesterol dan lain-lainnya. “Jamu ya jamu. Obat ya obat. Tidak boleh dicampur,” tegasnya.
Menurutnya, banyak penyalahgunaan jamu tradisional yang dicampur jamu kemasan BKO ini diketahui menimbulkan efek berkepanjangan. Sebab, pada umumnya jamu kemasan yang tidak memiliki izin edar mengandung berbagai macam bahan, seperti fenilbutason sebagai antirematik dan jika digunakan sembarangan menyebabkan ruam, muntah, pendarahan lambung, penimbunan cairan, reaksi hipersensitivitas, anemia aplastik, bahkan gagal ginjal. Selain itu juga penggunaan parasetamol dalam jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan hati.  ”Pemakaian sembarangan piroksikam menyebabkan diare, penglihatan kabur, anoreksia, dan hipertensi,” tegasnya.
Ironisnya lagi, BKO yang ada dalam jamu kemasan ini dicampurkan dengan jamu tradisional akan memiliki dosis tidak terukur. Pencampuran BKO yang tidak homogen menyebabkan dosis di dalam kemasan jamu berbeda-beda. Hal ini bisa menyebabkan konsumen justru mengonsumsi BKO secara berlebihan. BKO yang dicampur jamu biasanya obat untuk alergi, obat antiinflamasi, obat demam, obat untuk sakit rematik. Obat-obat ini ada dalam kemasan jamu ilegal.
Pengamatan BPOM, jenis obat yang ditambahkan setiap tahun berubah tergantung tuntutan pasar. Pada 2008-2011, bahan kimia obat yang sering ditambahkan ialah obat pelangsing dan afrodisiak, seperti sibutramin, sildenafil, dan tadalafil. Sebelumnya atau sepanjang 2001-2007 banyak ditambahkan obat rematik dan penghilang rasa sakit. Pada 2013, beredarnya jamu kemasan lebih banyak dicampur obat penguat dan lain-lainnya.
Ke depan Retno berharap agar konsumen berhati-hati memilih jamu yang dikonsumsinya, karena jika sembarangan akan memperparah sakit yang dideritanya. ”Alih-alih sembuh, justru penyakit akan semakin parah jika jamu yang dikonsumsi dicampur dengan BKO,” jelasnya. [dna]

Tren Campuran Obat Kimia pada Jamu dari Tahun ke Tahun
Tahun                            Jenis Obat yang Ditambahkan
2001-2007                 Obat rematik dan penghilang rasa sakit
2008-2011                 Obat pelangsing
2013 hingga kini     Obat penguat
Sumber : BPOM Surabaya

Rate this article!
Tags: