Banyak Pemain Asing, Kompetisi Pasar Semen Domestik Kian Sengit

Dirut PT Semen Indonesia Suparni (empat dari kiri) saat hadir dalam acara diskusi tentang Tantangan Industri Semen di Masa Mendatang yang digelar  di Sekretariat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim, Jalan Taman Apsari Surabaya, Rabu  (30/3). [m ali]

Dirut PT Semen Indonesia Suparni (empat dari kiri) saat hadir dalam acara diskusi tentang Tantangan Industri Semen di Masa Mendatang yang digelar di Sekretariat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim, Jalan Taman Apsari Surabaya, Rabu (30/3). [m ali]

Surabaya, Bhirawa
Gencarnya pembangunan infrastruktur nasional saat ini diharapkan menjadi pengungkit penyerapan industri semen lokal. Apalagi produksi semen Indonesia saat ini masih melebihi kebutuhan nasional sehingga bisa mendukung setiap pembangunan yang telah dicanangkan pemerintah.
“PT Semen Indonesia siap mendukung pembangunan infrastruktur nasional, sebab saat ini produksi semen Indonesia mencapai sekitar 90 juta ton per tahun, namun kebutuhan nasional masih sekitar 60 juta ton. Itu artinya kondisi semen saat ini masih over supply,” kata Dirut PT Semen Indonesia Suparni saat hadir dalam acara diskusi tentang Tantangan Industri Semen di Masa Mendatang yang digelar  di Sekretariat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim, Jalan Taman Apsari Surabaya, Rabu  (30/3).
PT Semen Indonesia Tbk sendiri mendapat penghargaan dari PWI Jatim sebagai Korporasi Nasional Terbaik. Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk apresiasi terhadap kinerja perseroan.
Dijelaskan Suparni konsumsi semen secara nasional pada 2015 mencapai 62 juta ton, atau tumbuh sebesar 2 persen dibanding pada 2014.
Pertumbuhan itu, kata Suparni diakibatkan gencarnya pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah sehingga berimbas pada meningkatnya konsumsi semen.
Ia mengatakan dengan meningkatnya konsumsi tersebut Indonesia menjadi pasar semen yang menjanjikan bagi dunia, apalagi proyek infrastruktur dalam empat tahun ke depan direncanakan juga akan terus bergulir.
Namun dalam empat tahun mendatang juga dinilai sebagai masa sulit bagi industri semen di Indonesia. Penambahan kapasitas produksi oleh produsen domestik dibarengi dengan masuknya pemain semen luar negeri ke Indonesia pasca MEA menjadikan kompetisi industri semen tersebut semakin ketat.
“Saat ini banyak pemain semen asing datang ke Indonesia untuk mendirikan pabrik semen baru dan jujur ini membuat pasar semen berat,” katanya.
Untuk merebut pasar pasca banyaknya pemain baru itu, Semen Indonesia telah memersiapkan pembangunan dua pabrik baru di Rembang, Jawa Tengah, dan Indarung Sumatera Barat. Kedua pabrik itu ditargetkan beroperasi akhir tahun ini.
“Dengan selesainya kedua pabrik tersebut, maka kapasitas produksi Semen Indonesia bertambah menjadi 37,8 juta ton per tahun. Pembangunan pabrik baru di Aceh juga merupakan langkah ekspansi yang segera dilakukan korporasi,” katanya.
Menurut dia, peningkatan kapasitas produksi di titik-titik strategis di Indonesia merupakan langkah dalam memenuhi pasokan semen di seluruh pelosok Tanah Air. Investasi ini juga menjadi langkah lanjutan dalam menghadapi MEA.
Dijelaskan Suparni  saat ini semen Indonesia di lingkup ASEAN telah mampu berkontribusi sebesar 40 persen dengan jumlah produksi mencapai sekitar 90 juta ton, disusul Vietnam 80 juta ton, dan Thailand 50 juta ton per tahun.
Meski memiliki produksi terbesar di ASEAN, kata Suparni, namun konsumsi per kapita masyarakat Indonesia terhadap semen masih rendah yakni hanya 238 kg per tahun, atau masih lebih besar dari Vietnam 500 kg per tahun, Malaysia 600 per kg per tahun.
Sementara itu Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setdaprov Jatim Hadi Prasetyo mengatakan gencarnya pembangunan infrastruktur yang digalakkan oleh pemerintah saat ini menjadi peluang bagi industri semen. Khusus di Jatim, untuk menggairahkan industri semen, Pemprov Jatim bekerjasama dengan PT Waskita Karya membangun sejumlah jalan tol. Salah satunya jalan tol Krian-Legundi-Bunder dengan anggaran hampir Rp 5 triliun.
“Tren pembangunan tol sekarang pakai cor atau beton, tak lagi pakai aspal karena lebih efisien dalam pemeliharaan. Ini juga menjadi peluang bagi industri semen,” katanya.
Secara regulasi, Hadi melihat pemerintah Indonesia terlalu baik  dalam ekspor impor semen. Kran impor semen dibuka lebar, Bea Masuk nol, tapi semen Indonesia sulit menembus pasar ekspor sehingga ada ketimpangan pasar. Dari informasi yang diterima,  ada negara yang mematok pajak impor 2%, ada juga negara seperti Vietnam yang mengharuskan semen Indonesia diuji terlebih dahulu sebelum masuk pasar negara itu. Ironisnya, hasil pengujian butuh waktu hingga 30 hari, dan ini dari sisi bisnis merugikan industri semen dalam negeri. [ma,tis]

Tags: