Banyak Pulau Tenggelam, Ajak Kampus Revitalisasi Pulau

Laksamana TNI (Purn) Prof Marsetio yang juga sebagai Kepala Bagian 2 Tim Akselerasi Pengembangan Pariwisata Maritim, Kementerian Pariwisata saat menjadi pembicara utama di SIDI 2019.

Program SIDI Kampus ITS Surabaya
Surabaya, Bhirawa
Sustainable Island Development Initiatives (SIDI), jadi program tahunan yang telah dijalankan Institute Teknologi Sepuluh Nopember dalam pengembangan kemaritiman Indonesia dan pemberdayaan kepulauan. Program tersebut menggandeng beberapa pihak baik dari perguruan tinggi Indonesia maupun mancanegara, pemerintah pusat, daerah, dan industri maritime.
Dalam seminar yang digelarkan SIDI, Senin (2/9), ada beberapa fakta baru yang menjadi fokus perhatian peserta diskusi. Maupun pemangku kepentingan.
Dari data yang dimiliki Badan Research dan sumber daya manusia (SDM) pulau Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dari 17.504 pulau, yang tersisa hanya 17.004 pulau yang dimiliki Indonesia.
Menurut, Kepala Badan Research dan SDM Pulau KKP, Prof Sjarief Widjaja menuturkan, persoalan tersebut karena semua negara-negara di dunia mengalami persoalan yang sama. Yaitu perubahan iklim ekstrem. Di mana temperature naik dan permukaan air laut pun juga naik.
“Jadi banyak pulau-pulau kecil yang kita daftarkan ke PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) mengalami hambatan persoalan itu. Salah satunya soal abrasi. Jadi (pulau kecil) mulai gugur kemudian tenggelam,” jelas dia.
Sehingga, persoalan tersebut menjadi fokus utama. Mengingat, titik-titik terluar pulau menentukan batas Indonesia. Untuk mengatasi persoalan itu,ada beberapa pulau yang telah dilakukan revitalisasi.
“Misalnya pulau Nipah yang ada di Selat Malaka perbatasan Singapura dengan Indonesia juga pernah mengalami hal itu. Pulau turun kemudian hampir hilang. Kemudian kita lakukan revitalisasi dengan reklamasi pulau hingga ke ukuran semula,” katanya.
Dari hal itu, kemudian pihaknya memasang pangkalan TNI AL di Pulau Nipah untuk menjaga pulau terluar. Prof Sjarief menjabarkan kebanyakan pulau yang hilang adalah yang tidak berpenghuni. Oleh karena itu, melalui Ditjen Pengelolaan Laut KKP bertigas meneliti semua pulau-pulau di Indonesia.
“Berapa potensinya (hilang). Ada sekitar 24 pulau yang punya potensi bisa tenggelam dan kemudian hilang. Dari itu kita berupaya melakukan identifikasi kemudian melakukan ”
Banyak pulau-pulau yang hilang itu tidak berpenghuni. Kami di kkp ada ditjen pengelolaan laut yg punya kewenangan itu, disana meneliti semua pulau-pulau Indonesia, berapa potensinya. Ada sekitar 24 pulau yg punya potensi bisa tenggelam. Dari itu kita berupaya melakukan identifikasi kemudian melakukan revitalisasi. Pihaknya juga mendorong perguruan tinggi untuk mempunyai perhatian lebih terhadap kondisi maritime Indonesia. Mengingat di KKP sendiri mempunyai program adopsi pulau. Di mana, Perguruan tinggi akan didorong untuk mempunyai pulau-pulau binaan untuk dikembangkan dan diberdayakan. Baik dari aspek lingkungan, potensial, energi maupun pendidikan masyarakat kepulauan.
“Saat ini kita punya 111 pulau yang berada perbatasan Indonesia. Kalau tidak segera ditangani akan menimbulkan polemik (perebutan) wilayah. Ini yang paling sensitive karena mempengarui garis batas Indoensia,” pungkas dia.

SIDI Sasar People, Profit dan Planet
Pemberdayaan kepulauan dan kemaritiman di Indonesia menjadi komitmen utama Institute Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dalam Sustainable Island Development Initiatives (SIDI).
Dikatakan Sekretaris Panitia SIDI, Setyo Nugroho konferensi yang pertama kali digelar tersebut merupakan pendekatan baru yang selama ini belum pernah dilakukan. Terlebih, dalam pemberdayaan kemaritiman dan kepulauan Indonesia, membutuhkan kerjasama dari lintas disiplin ilmu. Tidak hanya itu, kerjasama antar perguruan tinggi di Indonesia maupun mancanegara sangat dibutuhkan untuk merealisasikan program-program dan penelitian yang ada di lingkup kepulauan.
“Tujuan pengembangan berkelanjutan yang kita sasar ada tiga. People, profit dan planet,” ujar nya.
Artinya, sambung dia, untuk sampai people akan menyasar pada pembangunan pendidikan. di mana ada pendampingan dalam pengolahan potensi yang menghasilkan profit. Terakhir, planet yang terkait kondisi lingkungan di kepulauan. “Kita ingin bahwa orang hidup di kepulauan ini lebih maju, lebih bermartabat dan lebih makmur. Kita bawa tema sustainability karena tujuan kita ingin lingkungan juga bisa terpelihara dengan baik. Ada keseimbangan di dalamnya. Ya manusianya, ya lingkungannya, ya pemanfaatan energinya,” tuturnya.
Terlebih, kata Setyo persoalan yang sering menjadi hambatan adalah kesadraan masyarakat. Ia menilai pengelolaan di pulau-pulau kecil ini jauh dari jangkauan. Misalnya jalur tempuh di Pulau Maratua ketika menggunakan spet boad menghabiskan waktu selama 4 jam dari Berau. Sehingga hal itu kurang tersentuh oleh pemerintah.
Oleh karena itu, sejak tahun 2012 ada tiga pulau yang digarap oleh SIDI. Seperti Pulau Maratua yang berfokus pada wisata bahari, energi alternative, industri pariwisata, transportasi laut dan pendidikan dan lingkungan. Lain halnya di Pulau Poteran akan berfokus pada pemberdayaan kelor dan rumput laut. Sedangkan Pulau Natuna yang baru digarap tahun 2017 pihaknya masih melakukan sosial maping.
Sementara itu, Kepala Departemen Teknik Sistem Perkapalan ITS dan juga Koordinator Pulau Maratua SIDI, Badrus Zaman menuturkan, ada beberapa hal yang menjadi fokus pemberdayaan. Yang pertama di pulau Maratua pemberdayaan pengembangan pendidikan yang mengarah pada edigital pendidikan. Kedua, digital island yakni pengembangan pulau hingga pemoderenan transportasi laut.
“Jadi ada kapal wisata. Seperti di Maratua ada 4 kecamatan ini menggunakan kapal. Sehingga perlu dibangun kapal yang lebih bagus,” ujar dia.
Ketiga, aspek Energi dalam memberikan masukan dan pendampingan pentingnya energi alternative. Sehingga penduduk kepulauan tidak lagi menggantungkan listrik dari PLN. Terkahir aspek lingkungan yang memberikan pendampingan dalam pengelohan air laut ke air tawar.
“Sehingga penduduk di pulau merasakan kehidupan layak. Yang paling penting membangun daya tarik turis. Sehingga ada pengembangan touris maritime,” ujar dia.
Ke depan, Badrus Zaman berharap tumbuh semangat kolaborasi antar disiplin ilmu dalam pengelkolaan dan pemberdayaan pulau-pulau di Indonesia termasuk maritime.
“Kolaborasi antar disiplin ilmu dan antar perguruan tinggi ini mengajarkan bahwa mengelola pulau dan maritime tidak bisa mandiri. Karena ini kekayaan Indonesia, harus dijaga bersama dan harus diberdayakan bersama,” pungkas dia. [ina]

Tags: