Banyak Warga Kecewa Pelayanan Labkesda Surabaya

Labkesda Surabaya ketika dikunjungi Komisi A DPRD Surabaya Imam Syafii. [andre/bhirawa]

Operasional Tak Seperti Pernyataan Wali Kota Risma
Surabaya, Bhirawa
Memanfaatkan Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Surabaya untuk tes Covid-19 ternyata tak semudah yang diungkapkan Pemkot Surabaya selama ini. Banyak aturan justru mempersulit warga yang ingin melakukan deteksi dini apakah mereka tertular virus SARS-CoV-2 atau tidak.

Hal itu yang didapati anggota Komisi A DPRD Surabaya Imam Syafii. Mantan wartawan itu menyempatkan memantau aktivitas Labkesda Surabaya. Di sana ia mendapatkan sejumlah temuan. Di antaranya, peraturan yang menyulitkan warga. Baik warga Surabaya maupun non Surabaya.

“Ternyata pelaksanaannya di lapangan tak seindah yang diungkapkan ke media selama ini,” kata mantan direktur stasiun televisi swasta di Jawa Timur itu, Selasa (22/9).

Imam sempat menemui seorang warga Lamongan yang bekerja di Surabaya kesulitan melakukan swab test. Kata Imam, warga Lamongan itu selama pandemi sempat bekerja dari rumah. Nah, saat ini pekerja perempuan itu diminta kembali bekerja oleh perusahaannya. Tapi syaratnya, dia harus memiliki hasil dua kali swab test yang hasilnya harus negatif.

“Si perempuan ini membaca di media soal Labkesda. Maka ia memutuskan melakukan tes di sana. Eh ternyata tak semudah yang dibayangkan,” jelas Imam. Si perempuan ini harus bolak-balik. “Pertama dia diminta mengurus surat domisili. Dari sana dia pulang dan mengurus ke pihak RT dan RW di tempat kosnya,” jelas Imam.

Si perempuan ini balik lagi ke Labkesda dengan membawa surat keterangan domisili. “Tapi tetap tidak dilayani. Alasannya harus membawa bukti tiket bepergian,” jelas Imam. Si perempuan ini pun tak bisa menunjukan. Sebab ia datang ke Surabaya membawa kendaraan pribadi.

Bukan itu saja yang ditemukan Imam. Ia juga sempat menemui orang Surabaya yang berinsiatif melakukan swab test karena temannya positif Covid-19. Orang ini juga tidak dilayani. “Ia diarahkan ke Puskesmas dengan alasan sebelumnya tidak bepergian ke luar kota,” ujarnya.

Terkait kasus kedua itu Imam sangat menyayangkannya. Sebab, inisiatif seseorang untuk melakukan tracing justru tidak dilayani. “Padahal keberhasilan penanganan Covid-19 di sebuah negara itu karena cara mereka melakukan tracing,” ujarnya.

Imam juga sempat bertemu dengan warga Taman, Sidoarjo yang berinisiatif melakukan tes. Ia mengaku datang dari Ponorogo. Di Ponorogo, pria itu sempat tinggal beberapa hari. Ia juga membaca berita soal swab test di Labkesda yang murah.

“Eh, ternyata pas datang juga tidak bisa dilayani dengan alasan khusus warga ber-KTP Surabaya. Ini kok seperti negara dalam negara saja. Orang itu kan KTP-nya tetap Indonesia,” jelasnya.

Yang merisauhkan, ada seseorang yang melakukan tes kesehatan non covid-19 tapi tempatnya dicampur dengan swab test. “Ini kan bahaya. Kalau terpapar dan orang itu punya komorbid, bagaimana?” tanya Imam.

Atas dasar temuan itu, Imam sempat berkomunikasi dengan seorang dokter di Labkesda bernama dr Ima. “Katanya ia yang bertanggungjawab di sana,” ujarnya. Ima mengakui temuan-temuan Imam itu. Menurutnya, ia tak bisa menindaklanjuti kasus-kasus itu karena aturan yang dibuat Pemkot Surabaya memang begitu.

Berbagai temuan itu menurut Imam membuat Labkesda tak maksimal dijadikan ujung tombak pelacakan Covid-19 di Surabaya. Seperti semangat awalnya. “Saya tanya berapa yang tes per hari, ternyata hanya sekitar 20-an. Kan tidak maksimal itu,” ujarnya.

Terpisah ketika dikonfirmasi Kadinkes Surabaya dr Febria Rachmanita menjawab singkat permintaan konfirmasi media ini. “Labkesda untuk warga yang baru dari luar kota. Bisa bawa bukti RT/RW. Monggo hubungi kabag humas mas febri ya,” singkatnya. [dre]

Tags: