Banyaknya Pintu Diduga Jadi Penyebab Tarif Naik hingga Tiga Kali Lipat

Hari pertama penerapan karcis parkir baru berhadiah langsung untuk pengguna jasa parkir Tepi Jalan Umum (TJU) di seluruh Kota Surabaya, Selasa (1/3) kemarin, kebijakan ini  banyak menuai protes. Salah satunya parkir di Balai Kota. [gegeh bagus/bhirawa]

Hari pertama penerapan karcis parkir baru berhadiah langsung untuk pengguna jasa parkir Tepi Jalan Umum (TJU) di seluruh Kota Surabaya, Selasa (1/3) kemarin, kebijakan ini banyak menuai protes. Salah satunya parkir di Balai Kota. [gegeh bagus/bhirawa]

Kebocoran Retribusi Parkir di Kota Surabaya (sub)

Bocornya retribusi parkir di Kota Surabaya diduga karena adanya banyak pintu setoran. Aliran uang parkir yang diperoleh jukir memang tidak langsung masuk  ke tangan Pemkot Surabaya. Harus melalui beberapa pintu mulai dari Kepala Pelataran (Katar), Kepala Sektor, hingga sampai ke tangan UPTD Parkir Surabaya Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya. Hal inilah yang menyebabkan tarif parkir  acap tidak sesuai yang tertera di karcis parkir yakni Rp 1.000 untuk motor dan Rp 2.000 untuk mobil.

Gegeh Bagus Setiadi, Kota Surabaya

Tak sedikit pengguna jasa parkir mengeluhkan tarif parkir yang ditarik jukir di lapangan sampai tiga kali lipat dari tarif parkir resmi. Seperti di area parkir di Balai Kota Surabaya yang dekat dengan monitoring kekuasaan, justru malah  menyisakan masalah. Di hari pertama penerapan karcis parkir baru berhadiah langsung untuk pengguna jasa parkir Tepi Jalan Umum (TJU) di seluruh Kota Surabaya, Selasa (1/3) kemarin, kebijakan ini  banyak menuai protes.
Di area parkir kendaraan roda dua Balai Kota Surabaya Jalan Sedap Malam ternyata warga tidak langsung diberi karcis oleh jukir yang ada. Jukir  tidak mau memberikan karcis parkir baru berhadiah yang kemarin diterapkan Dishub Kota Surabaya.
Salah satu pengguna jasa parkir, Didit Dwi, warga Sidotopo Kidul mengaku tidak diberi karcis parkir oleh jukir setelah memarkirkan kendaraannya. Akhirnya, ia meminta karcis tersebut kepada petugas parkir lantaran ada karcis baru berhadiah. “Kok nggak dikasih karcisnya? katanya karcisnya baru dan berhadiah ya?,” katanya kepada jukir kepada Harian Bhirawa, Selasa (1/3.
Sementara, Tiya Putri, pengguna jasa parkir lainnya merasa ditipu oleh jukir yang ada di sekitar Balai Kota tersebut. Sebab, karcis yang diterimanya adalah karcis parkir berhadiah yang sudah tergosok. “Saya meminta karcis itu ke jukirnya, tapi nggak tahu kalau karcis itu sudah terpakai. Tahunya sudah ada bekas gosokan yang tulisannya ‘belum beruntung’. Terus siapa ini yang menggosoknya?,” keluhnya.
Ia menuding kalau jukir tersebut  tidak jujur. Bahkan, dia juga mengeluhkan tarif parkir yang tidak sesuai dengan karcis. “Saya ditarik Rp 3.000 sama jukirnya, padahal kan di karcis tertulis Rp 1.000. Wah, jukir yang seperti ini harusnya ditindak, ironisnya mereka beroperasi di sekitar Balai Kota Surabaya yang dekat dengan pengawasan,” sesalnya.
Jukir di Balai Kota Imam Syafi’i (38) membantah mengenakan tarif parkir Rp 3.000 ini. Ia mengaku menarik tarif parkir sesuai yang tertera di karcis resmi yakni Rp 1.000. “Tarif parkirnya ya seribu kok, kan sesuai yang di karcis,” bantahnya.
Imam mengakui, tarif parkir Rp 3.000 ini karena pengguna jasa parkir memberinya lebih. “Karena mungkin orang yang parkir di sini merasa kasihan ke saya jadi dikasih lebih,” klaimnya.
Selain di sekitar Balai Kota, di Taman Bungkul pun jukir bertindak curang. Mereka memberikan karcis parkir setelah diminta pengguna jasa parkir. Sayangnya, jukir malah menyerahkan lembaran karcis yang seharusnya dibawa jukir untuk buktinya. “Masak karcis yang dikasihkan itu gak ada hologramnya? Jangan-jangan karcis yang berhologramnya dibawanya,” kata Ervan pekerja bank yang hendak menemui rekannya di taman yang dinobatkan terbaik se-Asia ini.
Sementara itu para jukir mengaku demi mendapatkan lahan parkir TJU di Kota Surabaya, mereka mengaku mempertaruhkan nyawanya. Sebab, banyaknya aksi premanisme seseorang yang sama-sama ingin menguasai lahan untuk dijadikan area parkir.
Namun, hal tersebut tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh oleh jukir lantaran harus menyetorkan sebagian hasil parkir ke Pemkot Surabaya. Rantai pungutan penghasilan parkir tersebut mulai dari Kepala Pelataran (Katar) kemudian ke Kepala Sektor sampai ke Kepala Unit Pelayanan Terpadu Parkir atau UPTD yang terbagi menjadi tiga wilayah di Surabaya.
Di dalam tarikan yang dilakukan Katar juga tidak disertai kuitansi resmi yang dikeluarkan Pemkot Surabaya yakni Dishub Kota Surabaya. Hal inilah yang dikeluhkan para jukir yang ada di Kota Metropolitan.
Salah satu jukir yang ada di Taman Bungkul, Muhammad Sholeh (37) mengeluhkan atas penarikan uang parkir yang dilakukan Katar. Sebab, jumlah kenaikan yang harus disetorkan sebesar 60 persen dari setoran sebelumnya. “Setoran terlalu tinggi, naik sampai 60 persen sejak dua bulan lalu. Tapi, kalau ada kehilangan tidak ada bantuan sama sekali,” terangnya.
Sholeh menjelaskan setiap harinya dia harus menyetor ke Katar sebesar Rp 112 ribu. Namun, pada malam Minggu, Sholeh harus menyetorkan ke Katar Rp 450 ribu. “Ini kan sangat berat  kalau ditarik sebesar itu,” keluhnya.
Keberadaan Katar, Sholeh menerangkan menarik uang parkir setiap harinya sekitar pukul 22.00. Diakuinya, Katar memang tidak pernah berpakaian seragam Dishub Kota Surabaya. Katar yang biasa sering mengambil uang hanya satu orang dengan menggunakan kendaraan pribadi. “Kita (jukir, red) malah sebenarnya ingin langsung meminta rekening ke Pemkot langsung. Kalau melalui perantara seperti ini sebenarnya keberatan,” harapnya.
Jumlah tarikan yang ditarik Katar ini memang tidak ditetapkan berapa besaran uang yang harus ditarik. Sebab, menurut Sholeh, jika musim hujan dan setornya ke Katar tidak memenuhi target, tetap diperbolehkan. “Tapi, kalau hujannya pada jam 9 malam, Katar nggak mau tahu pokoknya harus jangkep. Lah, jukir itu taruhannya nyawa loh kalau membebaskan lahan untuk parkir,” katanya beralasan. *

Tags: