Banyuwangi dan Bali Gelar Doa Lintas Agama Delapan Bahasa

AgamaBanyuwangi, Bhirawa
Sekitar 200-an umat lintas agama asal Pulau Dewata dan Kabupaten Banyuwangi menggelar doa bersama yang dikemas dalam delapan bahasa. Dari jumlah peserta tersebut, umat Hindu mendominasi sebanyak 160 orang, sisanya terbagai atas umat Islam, Katolik, Protestan, dan Budha. Doa lintas agama dan bahasa ini bermaksud untuk lebih memaknai kedamaian menuju dunia satu keluarga.
Delapan bahasa yang dimaksud terdiri atas Bahasa Inggris, Indonesia, Bulgaria, Mandarin, Belanda, Jepang, Jawa, dan Bali. Bahasa yang dipakai menyesuaikan dengan asal umat beragama yang hadir. “Ini yang kali kedua. Sebelumnya kami menggelar doa lintas agama dalam tujuh bahasa di Desa Trunyan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli,” kata Dewa Ketut Puja Suratnya, inisiator doa bersama lintas agama, Ahad (23/11).
Di Banyuwangi, mereka menggelar acara di Pura Penataran Giri Purwo, Desa Kalipait, Kecamatan Tegaldlimo. Para umat lintas agama ini membawa Prasasti Trunyan yang disimbolkan dengan kepingan koin berlubang tengah.
Lempengan prasasti koin itu dipenuhi coretan tanda tangan dari 108 pendoa lintas agama sebagai bentuk kerukunan antar umat beragama. Rencananya, puncak doa lintas agama ini akan digelar di Tibet pada Juli 2015. “Prasasti ini akan kami bawa juga ke sana,” ujarnya.
Sebelum ke Tibet, kata Dewa, para umat akan menggelar kegiatan yang sama pada Februari 2015 di Bali. Bedanya, Dewa sudah merancang doa akan dikemas dalam 20 bahasa. Ia mengatakan, konsep doa lintas agama ini tercetus karena keinginan menciptakan kedamaian antar sesama manusia dan alam. Usulan ini disepakatai oleh seorang pendeta Budha, Adhi Suryata. “Ini penting sebagai tanda kerukunan umat beragama,” kata Pendeta Adhi.
Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, mengatakan doa lintas agama menyimbolkan kedamaian antar umat. Menurutnya, kegiatan ini selaras dengan predikat yang telah disandang Kabupaten Banyuwangi sebagai kota welas asih atau compassionate city. “Banyuwangi yang pertama di Indonesia menyandang compassionate city. Ini sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang disuarakan oleh Karen Armstrong,” kata Bupati Anas dihadapan ratusan peserta doa.
Oleh karena itu, ia mendukung penuh gerakan doa lintas agama yang digelar di Banyuwangi. Bupati Anas berharap kedamaian bersemai di Banyuwangi dan dunia umumnya. Ia pun mendorong umat beragama di Banyuwangi mendapatkan penghidupan yang layak untuk mereduksi angka kemiskinan.
Berkat kerja sama semua pihak, hasilnya angka kemiskinan turun menjadi 9,5 persen pada 2013 dari 20,4 persen pada 2010. Angka penyandang buta aksara juga turun dari 59.985 jiwa pada 2010 menjadi 12.008 jiwa pada 2013. “Buah lokal sekarang harus disajikan di kegiatan-kegiatan birokrasi dan swasta. Biar berdampak pada petani,” kata bupati.
Ia pun mengingatkan kembali bahwa budaya Banyuwangi berjalin kelindan dengan Bali. Bupati Anas meminta persaudaraan masyarakat Banyuwangi dan Bali terus dipelihara. “Kalau kesini, sekarang bapak ibu bisa naik pesawat. Mobilnya ditinggal di Bandara Ngurah Rai saja, biar tidak capek,” kata Anas sedikit berpromosi. [nan]

Tags: