Banyuwangi Masuk Top 10 Indeks Pariwisata Indonesia

Kawah Ijen Banyuwangi

Kawah Ijen Banyuwangi

Pemprov Jatim, Bhirawa
Kabupaten Banyuwangi berhasil menjadi satu dari 10 kabupaten/kota peringkat tertinggi Indeks Pariwisata Indonesia. Penilaian ini dilakukan oleh Kementerian Pariwisata dan para pemangku kepentingan terkait dengan mengacu pada Travel and Tourism Competitive Index dari World Economic Forum (WEF).
“Peringkat indeks tersebut baru saja diumumkan Kementerian Pariwisata di Jakarta, Selasa (6/12) lalu. Salah satu kabupaten yang unggul itu adalah Banyuwangi. Indeks Pariwisata Indonesia disusun berdasarkan sejumlah kriteria. Di antaranya aspek tata kelola, infrastruktur pendukung, potensi wisata, dan lingkungan pendukung bisnis pariwisata,” kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, saat ditemui di Surabaya, Rabu (7/12).
Menurut dia, Banyuwangi diapresiasi karena dinilai bisa mengembangkan pariwisata dengan baik. Kabupaten di ujung timur Pulau Jawa ini berangkat nyaris dari nol untuk mengembangkan pariwisatanya. Berbeda dengan kota besar lain yang infrastruktur pariwisatanya sudah maju terlebih dahulu.
“Kami bersyukur karena dinilai cukup baik dalam mengembangkan pariwisata. Apalagi dari Top 10 ini, mayoritas adalah kota besar yang pariwisatanya sudah terkenal maju dan menjadi destinasi unggulan,” ujar Anas. Adapun kabupaten/kota lain yang masuk Top 10 adalah Kota Denpasar, Batam, Surabaya, Semarang, Bandung, Bogor, Sleman, Badung, dan Bantul.
Anas menambahkan, salah satu faktor terpenting dalam pengembangan pariwisata adalah partisipasi publik. Di Banyuwangi, partisipasi berkembang. Kelompok anak muda mengembangkan wisata di kampung-kampung, seperti hutan pinus Songgon, wisata sejarah Kampung Temenggungan, wisata kopi Gombengsari, desa wisata Banjar jelajah budaya Desa Adat Kemiren, dan Bangsring Underwater.
“Partisipasi ini yang tidak ternilai. Artinya rakyat merasakan dampak langsung pariwisata terhadap kesejahteraannya, sekaligus mampu membentuk budaya aman, ramah, dan toleran di lingkungannya masing-masing,” papar Anas.
Anas menambahkan, pengembangan sektor pariwisata ini bukan hanya sekadar “gaya” semata, tapi juga karena efektivitasnya dalam menggerakkan perekonomian masyarakat. Pariwisata adalah sektor yang paling murah dan cepat dalam memberikan dampak perekonomian.
Hari ini promosi, sebulan kemudian ada orang datang dan langsung menghasilkan transaksi, seperti jasa transportasi, kuliner, dan hotel. “Pariwisata juga ikut mengatrol produksi barang dan jasa, termasuk agribisnis yang menjadi urat nadi perekonomian masyarakat kami,” tuturnya.
Dan terbukti, dalam beberapa tahun terakhir, perekonomian daerah terus menggeliat. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Banyuwangi naik signifikan sebesar 85% dari Rp 32,4 triliun (2010) menjadi Rp60,2 triliun (2015). Adapun pendapatan per kapita warga melonjak 80 persen dari Rp20,8 juta per tahun pada 2010 menjadi Rp37,7 juta per tahun pada 2015.
“Tapi pariwisata bukan hanya soal ekonomi semata. Pariwisata adalah payung bagi pengembangan sektor lainnya, mulai infrastruktur hingga kompetensi SDM. Lewat pariwisata, daya saing warga meningkat. Yang UMKM bergegas memperbaiki produknya agar laku dibeli. Banyak yang ikut kursus bahasa asing yang difasilitasi pemda biar bisa jadi guide,” ujar Anas.
“Kami mendorong daya saing warga bukan dengan membicarakan hal-hal yang mungkin jauh dari pikiran warga desa, seperti globalisasi atau ASEAN Economi Community. Dengan pariwisata, ada banyak orang luar kota dan luar negeri yang datang. Warga tergerak dengan sendirinya. Mereka sadar bahwa mereka harus pandai dan kompeten agar bisa eksis di tengah kompetisi,” pungkasnya. [iib]

Tags: