Banyuwangi Segera Terima Status Bebas Malaria

Karikatur Bebas DBDBanyuwangi, Bhirawa
Kabupaten Banyuwangi direncanakan mendapat pengakuan bebas malaria. Kepala Bidang Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan Banyuwangi,Waluyo, mengatakan tidak mudah mendapatkan predikat bebas malaria hingga membuahkan sertifikasi. “Kita harus menjaga tidak boleh ada kasus indigenus (kasus yang berasal dari daerah sendiri, -red.), serta berusaha melenyapkan vektor penular (nyamuk malaria, Red),” kata Waluyo, Rabu (4/2).
Sertifikasi bebas malaria bisa diperoleh Banyuwangi asalkan sampai Maret 2015 tidak ditemukan kasus malaria di Banyuwangi. Menurut dia, sertifikasi atau pernyataan bebas malaria  itu bonus. Tapi yang paling penting, kata dia, upaya bersama masyarakat untuk terus menjaga wilayah terhindar dari penyakit ini.
Pemberian sertifikasi lewat tim penilai dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah melakukan assesment (penilaian) dengan turun langsung ke Bumi Blambangan pada Oktober 2014. Buntut dari penilaian itulah yang membuahkan sertifikasi. “Namun kita tetap perlu untuk terus menjaga hal ini, agar prestasi bebas malaria yang berdampak bagus bagi dunia pariwisata Banyuwangi bisa terus berlanjut,” kata Waluyo.
Tahun 2011 lalu, Banyuwangi pernah dinyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) Malaria. Saat itu, jumlah penderitanya mencapai 144 kasus dengan prosentase kasus terbanyak di Kecamatan Wongsorejo sebanyak 96 kasus. Di wilayah Wongsorejo terdapat 5 laguna yang menjadi lahan perindukan malaria. Salah satunya yang terbesar adalah Laguna di Dusun Kandangan, Desa Bangsring.
Pasca ditetapkan KLB malaria tahun 2011, gerakan pembersihan menyeluruh terus dilakukan untuk memberantas nyamuk malaria. Sehingga tahun 2012 dan 2013 tak lagi ditemukan kasus malaria dari nyamuk indigenus, melainkan kasus yang disebabkan oleh keluar masuknya orang dari luar Banyuwangi (kasus impor). “Kita tidak bisa membatasi keluar masuknya orang,” kata Waluyo.
Karena itu ditempuh beberapa cara: bekerjasama dengan puskesmas. “Di Wongsorejo terdapat Balai Pelatihan Perikanan yang sering menerima tamu dari kabupaten-kabupaten di luar Pulau Jawa seperti Papua yang termasuk endemis malaria,” ujarnya. Pihak Balai Pelatihan Perikanan kemudian akan sigap menghubungi puskesmas untuk memeriksa para tamu tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan penularan malaria kepada warga Banyuwangi.
Peran aktif masyarakat juga dibutuhkan, seperti yang dilakukan warga Desa  Bangsring. Mereka menamakan diri Gerakan Bangsring Membasmi Malaria (Gerbang Basmala), mereka secara masal membersihkan lingkungannya. Gerakan ini bahkan mendapatkan apresiasi dari Kemenkes.
Dinkes juga mempersiapkan obat khusus anti malaria (OAM / Obat Anti Malaria). Saat ini pil kina yang dulu dikenal sebagai obat malaria yang ampuh, tak lagi dipakai di Indonesia. Sebab nyamuk malaria  di Indonesia sudah resistan obat itu. Namun di luar negeri, pil kina masih digunakan, sebab resistensi nyamuk malaria di sana berbeda dengan di daerah-daerah endemis. [nan]

Tags: