Bappeko Siapkan Masterplan Pengembangan Kebudayaan

Kepala Bappeko Mojokerto, Harlistyati

Kepala Bappeko Mojokerto, Harlistyati

Kota Mojokerto, Bhirawa
Pembangunan fisik maupun non fisik di suatu daerah tak bisa dilaksanakan tanpa menjadikan budaya sebagai pertimbangan. Karena jika tidak, dikhawatirkan daerah akan kehilangan jati diri. Selain itu, konsep pembangunan yang mempertimbangan kebudayaan menjadi unsur, maka hasilnya akan bisa dirasakan masyarakat secara utuh.
”Karena di Kota Mojokerto ini sumber daya alamnya minim, makanya perlu dikembangkan sumber daya manusia. Salah satu bentuknya ya kita buat Masterplan Pengembangan Kebudayaan. Ini yang nantinya menjadi dasar arah pembangunan, baik fisik maupun non fisik,” ujar Harlistyati, Kepala Bappeko Mojokerto, Rabu (7/12) kamarin.
Bappeko Mojokerto, kata Harlistyati, baru saja menuntaskan penyusunan Masterplan Pengembangan Kebudayaan. Dalam menyusun itu, Bappeko melibatkan sejumlah steakholder. Diantaranya SKPD Pemkot Mojokerto, budayawan, LSM hingga organisasi profesi media.
”Dari pertemuan itu ditelurkan masukan rumusan sebagai rencana tindak lanjut Masterplan Kebudayaan kota Mojokerto tahun 2016 – 2020,” tambah pejabat berjilbab ini.
Dalam pertemuan merumuskan rekomendasi itu, kata Harlis, muncul berbagai masukan dari sejumlah kalangan. Secara umum audience menghendaki segala bentuk pembangunan apapun harus beorientasi pada karakter dan jati diri Kota Mojokerto.
”Semisal untuk pembangunan fisik dapat memperbanyak membangun tempat untuk aktualisasi para pelaku seni. Sedangkan untuk non fisik semisal di dunia pendidikan bisa memasukkan kurikulum dengan muatan lokal serta penguatan karakter,” tambah wanita yang pernah menjabat sebagai Kepala Dispenda Kota Mojokerto ini.
Meski diakui tergolong terlambat, tapi menurut Harlis, konsep pembangunan fisik di kota mungil ini masih tidak meninggalkan arsitektur Majapahitan. Ia mencontohkan, model gapura ala Majapahitan sudah jamak diterapkan di sejumlah bangunan.
”Di alun alun maupun pagar perkantoran di seluruh kantor lingkup Pemkot Mojokerto sekarang ini modelnya sudah menganut konsep Majapahitan. Makanya sekarang kita pertegas lagi dengan menyusun Masterplan pengembangan Kebidayaan ini agar menjadi acuan kedepan,” lontar Harlis.
Harlis juga menyinggung jika panerapan era MEA ini, perlu dihadapi sebuah daerah dengan memiliki konsep pembangunan yang memiliki karakter dan jatidir yang kuat. Karena era MEA sangat membuka persaingan masuknya budaya antar Negara di AEAN.
”Jika kita tidak memiliki karakter dan jatidiri yang kuat, kita akan terombang ambing. Dan juga tidak menutup kemungkinan karakter dan budaya kita malah diklaim bangsa lain,” pungkas Alumnus Universitas Airlangga Surabaya ini. [kar]

Tags: