Batal Dimanfaatkan untuk Desa, Lebih Cocok untuk Rumah Susun

Fahmi Rahmadani bersama dosen pembimbingnya Andrew Joewono menunjukkan sistem operasi server untuk merekam dan menginformasikan data penggunaan listrik.

Fahmi Rahmadani bersama dosen pembimbingnya Andrew Joewono menunjukkan sistem operasi server untuk merekam dan menginformasikan data penggunaan listrik.

Kota Surabaya, Bhirawa
Bak kantong ajaib Doraemon yang penuh dengan peralatan unik nan canggih, begitulah tren perguruan tinggi saat ini. Mahasiswanya dipacu menjadi individu yang produktif dengan beragam inovasi. Tak terkecuali di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) yang baru-baru ini mahasiswanya berhasil menciptakan sistem monitoring energi listrik via SMS (Short Message Services).
Berasal jauh dari tanah Papua, Fahmi Rahmadani datang menuntut ilmu ke Jawa. Ada harapan besar yang ingin dia bawa pulang saat pulang kampung nanti, yakni membawa oleh-oleh sebuah teknologi canggih. Dia pun akhirnya berinisiatif membuat sistem monitor energi listrik lewat SMS.
“Di sana kalau mau bayar listrik harus jalan jauh sekali sampai ke desa lain. Bahkan kita sering dibuat kaget karena mahalnya tagihan tanpa sepengetahuan kita,” tutur Fahmi kemarin.
Inisiatif Fahmi pun berhasil diwujudkan dengan dibimbing seorang dosen. Namun sayang, kampung tempat dia tinggal dulu kini telah berkembang. Sehingga alat yang dia buat pun dirasa tak lagi cocok untuk dibawa pulang.  “Saat kuliah di Jawa, ternyata sistem di sana sudah diperbaiki, bahkan sudah bisa bayar pakai token. Jadi alat ini sudah tidak cocok lagi,” kata mahasiswa Jurusan Teknik Elektro UKWMS ini.
Tak ingin menyia-nyiakan produk, dia pun terpaksa harus beralih sasaran. Fahmi lalu melirik rumah susun yang banyak dibangun di Surabaya. Dia merancang alat ini dengan membuat server yang memungkinkan untuk mengelola informasi terkait kebutuhan dan konsumsi listrik dalam rumah susun.
Masing-masing penghuni bisa memperoleh daya listrik dengan membeli kuota layaknya token. Namun, sistem ini hanya memungkinkan pelanggan yang sudah terdaftar pada server untuk bisa membeli kuota. Melalui server ini pula, pelanggan akan mendapat informasi tentang sisa kuota pemakaian listrik. “Jadi pelanggan bisa memperkirakan kapan harus membeli kuota daya listrik lagi atau mengatur penggunaan dayanya agar lebih dihemat,” ujar Fahmi.
Fahmi menjelaskan, tahap pembuatan alat ini dimulai dengan membuat rangkaian pengukur energi listrik yang dihubungkan dengan mikrokontroler. Selanjutnya program mikrokontroler disambungkan dengan server yang telah dilengkapi dengan modem GSM dan terhubung dengan database.
Dosen pembimbing Fahmi, Andrew Joewono mengatakan sistem yang dibuat mahasiswanya itu memiliki banyak kelebihan dibanding sistem yang dimiliki perusahaan listrik saat ini. Di antaranya mengurangi human error yang terjadi saat pengambilan data (data logging) yang masih menggunakan cara konvensional.
“Banyak kerugian yang bisa ditanggung perusahaan listrik maupun pelanggan karena sistem yang masih konvensional,” tutur Andrew. Misalnya saja, keaslian data, human error, waktu yang tidak efisien dan banyak hal lainnya. Sehingga diperlukan alat otomatis yang dapat mengambil dan merekam data pemakaian energi listrik dari jarak jauh sepanjang waktu seperti yang dibuat mahasiswanya.
Alat ini, kata Andrew, dibuat menyerupai KWh meter dengan pulsa. KWh-nya diisikan melalui media wireless (SMS), dan dapat dikendalikan oleh pusat server. Hal ini memiliki keunggulan dapat memberikan informasi jumlah kuota yang terbeli dan sisa kuota, melalui handphone pemakai yang sudah didaftarkan ke pusat operatornya. “Kalau sistemnya sudah diubah secara otomatis, perusahaan listrik tidak perlu lagi mencatat data dengan mengirim petugas,” tuturnya bangga. [tam]

Tags: