Batas Diri di Dunia yang Berlimpah Informasi

Judul buku: Filosofi Teras
Penulis: Henry Manampiring
Penerbit: PT Kompas Media Nusantara
Cetakan: ke-21, 2021
Tebal: xxiv + 320 halaman
ISBN: 978-602-412-518-9
Peresensi : Thania Novita
Komunitas Page Turner, komunitas pecinta buku Makassar.

“Bahagia itu manakala kita terbebas dari emosi atau segala rasa perasaan yang mengganggu.”

Setiap orang berusaha merasakan bahagia, tetapi tidak banyak orang yang mampu menjabarkan bahagia yang mereka inginkan. Mungkin orang-orang akan menjabarkannya seperti mereka akan bahagia jika mendapatkan uang jumlah banyak, melihat orang-orang tercinta bahagia dan sehat, menggapai mimpi tertentu, atau bahkan sesederhana bisa makan enak hari ini. Namun, bahagia seperti itu harus diperbaharui tiap satu per satu tercapai hingga mungkin kita sampai di titik hampa saat tidak memiliki capaian bahagia lagi atau sedih dan stres saat tak satu pun capaian bahagia diraih.

Buku ini ditulis oleh Henry setelah berhasil menghadapi depresi melalui penerapan filsafat stoa (yang diterjemahkan menjadi Filosofi Teras) dalam kehidupan sehari-harinya. Sehingga, diharapkan buku ini dapat membantu pembaca meraih kehidupan yang lebih tenang. Dalam artian bebas gangguan, dapat berbahagia.

Filsafat stoa berpendapat bahwa sederhananya bahagia adalah tidak adanya gangguan. Apakah contoh gangguan ini seperti bencana? Inflasi ekonomi? Kehadiran orang ketiga dalam hubungan? Tidak. Filsafat ini meyakini bahwa semua gangguan yang membuat kita tidak bahagia berasal dari emosi kita sendiri. Emosi bergantung pada bagaimana kita menafsirkan sesuatu. Maka, kebahagiaan bukanlah tentang hal-hal yang datang atau pergi. Kebahagiaan adalah pilihan.

Salah satu prinsip penting dari filosofi teras adalah dikotomi kontrol. Stoikisme mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati hanya datang dari hal-hal yang ada di bawah kendali kita. Dengan kata lain, kebahagiaan sejati datang dari “dalam”. Ada hal dalam diri kita yang tetap merdeka, yaitu pikiran dan persepsi. Dikotomi kontrol ini membagi kendali kita menjadi dua, yaitu hal-yang-tidak-di-bawah-kendali-kita seperti tindakan dan opini orang lain, kondisi sejak lahir, fenomena alam, hari esok, dll. dan hal-yang-di-bawah-kendali-kita seperti pertimbangan, opini, dan persepsi kita, serta segala sesuatu yang merupakan pikiran dan tindakan kita sendiri.

Apa pentingnya mengelompokkan hal-hal seperti ini? Di era informasi meledak, batasan mengabur, dan segala sesuatunya seperti rumah tak berdinding, kita memiliki banyak kekhawatiran yang menyulitkan bahagia. Misalnya saat mendengar berita penutupan jalan. Sebelum mencapai kemacetan, kita sudah kesal terlebih dahulu. Atau saat status kita yang menampilkan foto keluarga dikomentari gendutan menjadi pemicu karakter tak percaya diri. Atau saat mem-posting foto terbaik dan tidak mendapatkan like yang cukup lalu mulai berpikir bahwa tak ada yang mencintai kita.

Bahkan sebelum internet hadir, opini dan kehidupan orang lain sudah cukup mempengaruhi pertimbangan seseorang dalam mengambil keputusan. Dengan mudahnya mengakses informasi, kekhawatiran menghantui bahkan jika kita tidak keluar rumah dan bertemu siapapun selama seminggu. Dikotomi kontrol mengingatkan untuk tidak menggantungkan kebahagiaan pada hal yang di luar kendali kita. Menjadikan penilaian orang lain validasi untuk menentukan foto kita bagus atau tidak, sama saja meletakkan emosi bahagia di tangan orang lain. Merelakan emosi kita memegang kendali saat menghadapi peristiwa tertentu, berarti kita harus siap melalui kehidupan rapuh yang bergantung pada peristiwa eksternal saja.

Pada dasarnya, filosofi teras ini merupakan filosofi bertahan untuk melindungi diri dari penderitaan, khususnya di pikiran kita sendiri. Di era sekarang ini, banyak masalah dan kekhawatiran berasal dari diri kita sendiri. Secara tidak langsung, informasi yang kita dapatkan tiap hari mendorong perasaan dan pilihan kita. Buku ini menjabarkan banyak contoh realita kehidupan yang memberi sudut pandang baru dalam melihat sesuatu/kejadian.

Apakah setelah membaca buku ini Anda dapat bahagia? Sekarang pun, Anda dapat bahagia jika Anda ingin. Meskipun berbicara banyak tentang kebahagiaan, bahagia hanyalah emosi sesaat yang akan pergi lagi, tak bisa dijadikan tujuan. Lebih dari itu, buku ini membantu mengubah pola pikir dan menyingkirkan hambatan-hambatan yang ada di pikiran, sehingga kita lebih bebas mengejar makna dan tujuan hidup kita sendiri.

————– 000 ————-

Tags: