Bawaslu Jatim Tangani 14 Pelanggaran Netralitas ASN

Ketua Bawaslu Jatim, Moh Amin saat meresmikan Kantor Bawaslu Bondowoso ditandai dengan pemotongan Tumpeng. [Ihsan Kholil/Bhirawa]

Bondowoso, Bhirawa
Selama tahapan Pilkada 2020, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Timur telah melakukan pengawasan terhadap calon perseorangan yang difokuskan pada netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN). Dimana, hingga Juli 2020 pihaknya telah menangani 14 kasus netralitas ASN.

Hal ini disampaikan Ketua Bawaslu Jawa Timur, Moh. Amin saat dikonfirmasi awak media usai meresmikan kantor baru Bawaslu Kabupaten Bondowoso di Jalan Santawi, Rabu (16/8). Yang juga dihadiri dari 38 perwakilan Bawaslu Daerah/Kota se-Jatim.

Moh. Amin mengungkapkan, dari ke 14 kasus tersebut, rata-rata mereka adalah para pejabat di Kabupaten/Kota yang berencana mencalonkan diri. Sehingga harus melakukan pendekatan atau pendaftaran kepada partai politik.

“Padahal, terkait ini khusus ASN ada mekanisme tersendiri. Salah satu contohnya, dengan tidak mempublikasikan keberadaannya ke lembaga parpol,” jelasnya.

Kata dia, selama belum mengundurkan diri, netralitas ASN harus tetap dijaga dengan tidak berafiliasi ke salah satu parpol. Namun, jika tetap berupaya untuk mendaftar, maka aturannya tidak boleh mempublikasikan.

Dari temuan Bawaslu Jatim, 14 kasus ini ditemukan membawa media dan memberitakan bahkan menempelkan poster-poster yang menyatakan bahwa yang bersangkutan merupakan calon Bupati 2020. Proses tersebut, dianggap oleh Bawaslu sebuah tindakan pelanggaran netralitas.

“Sehingga kita tindaklanjuti. Kita klarifikasi dengan bukti-bukti yang ada. Kalau memang terbukti ini pelanggaran, 14 kasus ini kita rekomendasikan ke KASN untuk ditindaklanjuti,” terangnya.

Lanjut Amin menerangkan, dari 14 kasus tersebut ternyata memang melanggar sehingga kemudian diserahkan kepada pejabat pembina masing-masing yang bersangkutan untuk pemberian sanksi sesuai keputusan masing-masing kabupaten/kota.

“Sanksinya ada ringan, sedang, dan berat tentang netralitas. Ada yang penundaan kenaikan pangkat, penundaan kenaikan gaji dan semacamnya,” urainya.

Menurutnya, pengawasan Pilkada serentak adalah menjadi tanggung jawab Bawaslu Kabupaten/Kota setempat. Pemerintah Provinsi hanya membantu mengkoordinasi dan melakukan pembinaan yang di intruksikan oleh Bawaslu pusat.

“Putusan-putusan di lapangan, secara undang-undang menyatakan bahwa pengawasan berada di tangan Bawaslu Kabupaten/Kota masing-masing,” tandasnya.

Sebagai lembaga yang berhak melakukan supervisi, pengawasan Pilkada tidak hanya terdokus pada Bawaslu sekitar. “Namun masyarakat juga disarankan menjadi pengawas partisipatif baik secara perorangan maupun kelembagaan,”pungkasnya. [san]

Tags: