Bawaslu Siap Terjunkan Tim Khusus

Awasi Penggunaan Jasmas Selama Pemilu
Bawaslu Jatim, Bhirawa
Surat Edaran (SE) Gubernur Jatim Dr H Soekarwo SH, MHum yang menghentikan aliran dana Jaring Aspirasi Masyarakat (Jasmas) hingga pelaksanaan Pilpres 9 Juli 2014 mendapat dukungan penuh dari Bawaslu Jatim. Bahkan institusi pelaksana pemilu ini akan  menurunkan tim khusus untuk mengawal implementasi surat edaran tersebut di masyarakat.
Ketua Bawaslu Jatim Sufyanto menegaskan  secara kebijakan keputusan tersebut sangat tepat dan bisa meningkatkan kualitas demokrasi. Ini tak lain karena pelaksanaan  Jasmas, aliran dananya berasal dari APBD maupun APBN dan rawan diselewengkan. Apalagi dalam suasana pelaksanaan Pileg maupun Pilpres 2014.
“Agar demokrasi berjalan aman, lancar, tertib, jujur dan adil, kami akan membentuk tim khusus yang mengawasi penyalahgunaan APBD dan APBN untuk kepentingan politik,” tambahnya, Selasa (1/4).
Dengan tiadanya aliran Jasmas, maka para caleg tentu akan berpikir lebih keras untuk meraih simpati masyarakat. Akibatnya, caleg dipaksa kreatif dalam berkampanye dengan cara melakukan pendekatan langsung ke masyarakat. ”Dari pantauan kami di lapangan, sudah banyak caleg yang berani memberi pernyataan tertulis kepada warga untuk memperjuangkan kepentingannya. Ini positif,” katanya.
Seperti diberitakan Bhirawa sebelumnya pekan lalu Gubernur Jatim Soekarwo menerbitkan SE yang berisi penghentian aliran Jasmas ke anggota DPRD se-Jatim. Dasarnya adalah surat dari Kemendagri, yang sebelumnya disurati oleh KPK.
Tujuan dari penghentian aliran Jasmas itu agar biar terjadi kompetisi yang  fair. Artinya, caleg incumbent tidak lagi mempunyai keuntungan fasilitas Jasmas yang bisa dijadikan bahan kampanye. Karena, jumlahnya cukup besar. Untuk anggota DPRD kota-kabupaten, rata-rata berkisar Rp 500 juta – Rp 1 miliar per anggota dewan. Sedangkan untuk DPRD Jatim bisa mencapai Rp 2 miliar – Rp 5 miliar, tergantung jabatan dan posisi.
Lebih jauh, doktor politik dari FISIP Unair tersebut mengatakan dengan situasi yang seperti ini, maka nantinya para caleg yang jadi benar-benar caleg yang menjadi harapan ”Bukan sekadar menggelontor dengan janji-janji kosong dengan cara berpolitik uang saja,” papar Sufyanto.
Menurutnya, dalam dua pemilu terakhir,  kampanye dengan cara transaksional (menggelontor uang) memang sangat menggejala. Dan bila diteruskan dengan pola kampanye transaksional, maka dalam jangka panjang bisa merusak iklim demokrasi di masyarakat.
Senada dengan Sufyanto, pakar komunikasi politik Unair Suko Widodo mengatakan bahwa langkah Gubernur Jatim Soekarwo yang cepat menerbitkan surat edaran patut diapresiasi. ”Karena bila terlalu banyak caleg yang menggunakan pola transaksional, maka banyak jadi adalah caleg kaya, namun kredibilitas dan kemampuannya perlu dipertanyakan,” ucapnya.
Bila sudah seperti itu, maka tentu saja perubahan yang diharapkan tidak akan terjadi. Padahal, esensi dari komunikasi politik bukan seperti itu. Yakni, bagaimana masyarakat bisa tahu visi misi caleg, dan memilih wakilnya dengan harapan perubahan yang dititipkan,” tegasnya.
Anggota DPRD Surabaya Rusli Yusuf tak sependapat dengan penghentian dana  Jasmas tersebut. Sebab, di Surabaya alokasi dana tersebut cukup dibutuhkan masyarakat. “Yang seharusnya diperketat adalah pengawasannya. Bukan dihentikan,” ungkapnya.
Menurutnya, pengucuran dana Jasmas biarkan alamiah saja seperti saat ini. Tak perlu dipercepat ataupun diperlambat. Pengucuran dana tersebut seharusnya sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Seperti diberitakan, pekan lalu Gubernur Jatim Soekarwo menerbitkan SE yang berisi penghentian aliran jasmas ke anggota DPRD se-Jatim. Dasarnya adalah surat dari Kemendagri, yang sebelumnya disurati oleh KPK.
Tujuan dari penghentian aliran jasmas itu agar biar terjadi kompetisi yang  fair. Artinya, caleg incumbent tidak lagi mempunyai keuntungan fasilitas jasmas yang bisa dijadikan bahan kampanye. Karena, jumlahnya juga besar. Untuk anggota DPRD kota-kabupaten, rata-rata berkisar Rp 500 juta – Rp 1 miliar per anggota dewan. Sedangkan untuk DPRD Jatim bisa mencapai Rp 2 miliar – Rp 5 miliar tergantung jabatan dan posisi.  [cty]

Rate this article!
Tags: