BBM Keburu Naik, Masyarakat Tak Bisa Cairkan Tiga Kartu Sakti Jokowi

Sidak Komisi E DPRD Jatim ke Kantor Pos Besar Kebonrojo untuk mengetahui dari dekat pendistribusian Kartu Perlindungan Sosial (KPS)  di Surabaya, Rabu (19/11). Komisi E menyesalkan kebijakan Presiden Jokowi menaikkan BBM bersubsidi tanpa diimbangi perencanaan yang matang terhadap program pengaman sosial.

Sidak Komisi E DPRD Jatim ke Kantor Pos Besar Kebonrojo untuk mengetahui dari dekat pendistribusian Kartu Perlindungan Sosial (KPS) di Surabaya, Rabu (19/11). Komisi E menyesalkan kebijakan Presiden Jokowi menaikkan BBM bersubsidi tanpa diimbangi perencanaan yang matang terhadap program pengaman sosial.

DPRD Jatim,  Bhirawa
Sebagai kompensasi atas kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, pemerintah pusat meneruskan program Kartu Perlindungan Sosial (KPS) untuk membantu warga tak mampu. Setiap KK mendapatkan jatah Rp 400 ribu untuk dua bulan sekaligus, November dan Desember 2014. Sedangkan tiga kartu yang dijanjikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yaitu Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) belum terealisasi.
Hal ini terungkap saat Komisi E DPRD Jatim melakukan sidak di kantor Pos Besar Kebonrojo Surabaya, Rabu (19/11). Dalam sidaknya anggota Komisi E DPRD Jatim Mohammad Eksan mengatakan sangat menyesalkan belum didistribusikan kartu tersebut saat BBM subsidi sudah naik. Karena itu pihaknya meminta kepada pemerintah untuk segera melakukan pendistribusian kartu tersebut.   “Kalau begini kondisinya, lalu bagaimana nasib masyarakat yang dijanjikan untuk mendapatkan tiga kartu tersebut,” ujar politikus asal NasDem, Rabu (19/11).
Ia menjelaskan, kartu yang dibagikan saat ini yaitu program Kartu Perlindungan Sejahtera (KPS) yang merupakan kelanjutan dari program pemerintahan Presiden SBY.  “Itu yang ada adalah programnya Presiden SBY yang merupakan kelanjutan dari program pada 2013,”tambahnya.
Sebelumnya juga diberitakan Bhirawa, pasca kenaikan BBM bersubsidi, warga pemegang KPS mulai mencairkan dana ke kantor pos.  Di Surabaya, beberapa warga terlihat mengantri untuk mengambil dana kompensasi kenaikan BBM di Kantor Pos Besar Kebonrojo, Selasa (18/11). Banyak warga mengaku tak diberi sosialisasi sebelumnya. Bahkan banyak yang baru mendapat surat undangan pagi harinya.
Kepala Regional VII PT Pos Indonesia wilayah Jawa Timur Syamsul Bahri Nasution mengatakan pihaknya hanya sebagai penyelenggara pembayaran. Jadi, Kantor Pos itu murni ditugaskan sebagai pelaksana pembayaran kepada masyarakat yang diberi hak untuk mendapatkan dana bantuan kompensasi kenaikan BBM.
Lebih lanjut Mohammad Eksan mengatakan belum adanya pembagian tiga kartu sakti Jokowi di wilayah Jatim dan sekitarnya membuktikan kalau pemerintah belum siap, perencanaannya tak matang untuk pelaksanaan tiga kartu tersebut. Tapi keburu menaikkan harga BBM bersubsidi.  “Seharusnya disusun dulu landasannya terus disiapkan semuanya baru dijalankan. Ini belum siap,  semuanya sudah dijalankan. Malahan tumpang tindih dengan program pemerintahan sebelumnya,”ujar Eksan.
Ia menambahkan, seharusnya pemerintah mendorong BPJS Kesehatan menuntaskan segala permasalahannya, misalnya soal kepersertaan masyarakat miskin yang belum terkaver keseluruhan karena kendala administrasi dan tingkat akurasi data kemiskinan. ”Jatim saja masih kurang 700-an yang harus dikaver oleh APBD, maka kalau seluruh Indonesia dapat dibayangkan berapa ribu yang dibutuhkan,”paparnya.
Sementara itu, anggota Komisi E DPRD Jatim Agus Dono Wibawanto mengaku kenaikan harga BBM bersubsidi itu sudah menambah beban berat  rakyat kecil. Sekarang ditambah pemerintah menjanjikan program-program yang hingga detik ini tidak jelas realisasinya seperti apa bahkan program-program itu belum ada di lapangan. ”Naiknya harga BBM menambah beban baru rakyat kecil. Kini beban tersebut ditambah lagi, dengan susahnya pencairan dana kompensasi BBM. Banyak warga yang ditolak dikarenakan pemilik kartu sudah meninggal. Padahal sudah membawa bukti surat kematian,”paparnya.
Terpisah, Kepala Kantor Pos Surabaya Edy Suharto mengaku posisi kantor pos sebagai pelaksana harus mengikuti aturan yang ada. Di mana dalam aturan tidak boleh membayarkan selain kepada nama yang terdaftar dalam data, walaupun sudah membawa surat keterangan meninggal, pengganti harus membawa surat rekomendasi dari Dinas Sosial dengan keterangan yang menggantikan boleh menerima atau tidak. ”Kalau tidak ada rekomendasi tentunya tidak bisa dicairkan,”tambahnya.
Edy juga menambahkan KPS merupakan program di era pemerintahan SBY, sedangkan empat kartu baru yang telah direncanakan yaitu KIP, KIS dan KKS dan e- Cash  yaitu semacam kartu perdana yang mencantumkan nomor rekening plus saldo . ”Itu semua belum ada, masih dalam perjalanan distribusi,”lanjutnya.

Lanjutkan Program SBY
Keberadaan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dinilai sebenarnya bukan hal yang baru dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tiga kartu ini hanya melanjutkan program perlindungan sosial yang sudah dibuat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Hal itu dinyatakan oleh Deputi Perlindungan Sosial dan Perumahan Rakyat Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Chazali Situmorang. Menurut dia, hal itu karena pengadaan tiga kartu ini menggunakan dasar hukum berupa UU APBN dan APBNP 2014, UU 20, UU 24, dan UU 40 Tahun 2003. “Juga Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 166 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang mencantumkan ketiga program,” ujar Chazali di Jakarta, Rabu (19/11).
Di samping itu, Chazali menerangkan KKS, KIP, dan KIS bukanlah sebuah program, melainkan hanya alat. Menurut dia, ketiga kartu ini digunakan sebagai sarana untuk menyalurkan dana program Perlindungan Sosial yang sudah dicanangkan era pemerintahan SBY. “Artinya sejak pemerintahan SBY sudah mengalokasikan dana perlindungan sosial. Kartu ini hanya tools (alat),” terang dia.
Selanjutnya, terang Chazali, untuk waktu penyaluran sampai akhir 2014, dana yang dibutuhkan sebanyak Rp 6,4 triliun. Dana tersebut diambil dari program Bantuan Sosial (Bansos) di Kementerian Sosial (Kemensos) serta Kementerian Keuangan (Kemenkeu). “Rp 6,4 triliun, Rp 1,4 triliun ada di Kementerian Keuangan juga semuanya masuk dalam DIPA Kemensos termasuk di dalamnya Rp 5 triliun dana bantalan perlindungan sosial, itulah yang dipakai sampai Desember 2014,” terangnya.  [cty,ira]

Tags: