BBM, Naik atau Dibatasi?

BBMTak lama lagi duet Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK), akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Tetapi ternyata, sudah dihadapkan pada masalah ke-energi-an, terutama subsidi bahan bakar minyak (BBM). Beranikah Jokowi-JK menaikkan harga BBM bersubsidi? Memang tidak mudah, tetapi dibutuhkan perhitungan cermat. Mengingat kenaikan harga BBM bersubsidi akan secara langsung mempengaruhi tingkat kesejahteraan penduduk.
Jokowi, sudah siap dengan kebijakan yang tidak populer pada awal kepemimpinannya. Meski beberapa pengamat menyatakan harga BBM akan menjadi “bom waktu.” Toh Jokowi meng-anggapnya sebagai pelurusan subsidi. Selama ini subsidi BBM dianggap tidak produktif, karena dinikmati oleh kalangan mampu. Misalnya pemilik mobil, juga pengusaha angkutan. Karena itu subsidi BBM akan dikepras, lalu dialihkan untuk kegiatan lebih produktif.
Kegiatan produktif yang lebih berhak menerima subsidi antaralain sektor pertanian. Yakni berupa saprotan (sarana produksi pertanian, benih, pupuk dan pestisida). Selain itu juga bisa dalam bentuk subsidi solar khusus untuk pertanian (hand-tractor) serta motor perahu nelayan. Dengan peng-alihan subsidi itu diharapkan perekonomian di bawah akan bergerak. Selama ini nilai tukar petani (NTP) dan nilai tukar nelayan (NTN), secara nasional masih sekitar 112%.
Indeks nilai 100% ditentukan sesuai harga-harga pada tahun 2007. Sehingga selama tujuh terakhir, NTP maupun NTN hanya tumbuh 12%. Padahal, laju inflasi sejak 7 tahun silam sudah berada pada kisaran 42%. Berarti tingkat fisibilitas usaha pertanian selalu di belakang inflasi. Dus usaha ke-pertani-an telah menjadi sektor yang in-feseable, tidak mengutungkan. Maka pantas manakala kondisi perekonomian petani rata-rata miskin.
Ekses langsung (dan cepat) rendahnya NTP adalah tren alih-fungsi lahan pertanian. Petani lebih memilih menjual lahan pertanian, lalu alih profesi penjadi pedagang ataupun pertukangan. Semakin menyusutnya lahan pertanian secara langsung juga menurunkan produktifitas pertanian nasional. Terutama ketersediaan bahan pangan terus merosot. Akibatnya, beras sudah impor. Juga berbagai bahan pangan hortikultura (buah, kedelai, sayur dan rempah-rempah) bergantung pada impor.
Begitu pula nafkah “ekstra” petani sebagai peternak, sudah kekurangan lahan pangan. Ladang penggembalaan sudah semakin menyusut seiring berkurangnya lahan pertanian. Hal itu secara langsung mengurangi produk peternakan. Akibatnya, kebutuhan daging harus dicukupi dengan impor. Lebih lagi susu, sudah 65% bergantung pada impor.
Sektor tersebut (pertanian, peternakan dan nelayan), selama ini dikenal sebagai perekonomian “arus bawah.” Selama 10 tahun terakhir “arus bawah” selalu kalah bersaing dengan produk impor. Benarkah “arus bawah” bisa diberdayakan melalui peng-alihan subsidi BBM? Sebenarnya juga bergantung pada pola hubungan internasional. Negara asal produk impor tidak akan gampang merelakan sumber devisa-nya dipangkas.
Dalam paradigma Jusuf Kalla, menaikkan harga bensin itu adalah “memindahkan” bensin ke sekolah, bensin ke jalan, dan bensin ke rumah rakyat, ke bibit, ke buku. Agaknya, konsep pemindahan kenaikan harga BBM bensin sudah pula dilakukan oleh pemerintahan SBY. Antaralain berupa kompensasi terhadap dampak kenaikan harga BBM. Yakni, dua skema besar berupa percepatan pembangunan infra-struktur serta bantuan kepada masyarakat miskin.
Pada tahun 2013 lalu, pemerintah bersama DPR telah sepakat memberi “balsem” selama 4 bulan (total Rp 600 ribu per-keluarga miskin). Selain itu juga diberikan beras miskin senilai Rp 4,3 trilyun, serta untuk mencegah putus sekolah akan diberikan beasiswa murid miskin senilai Rp 7,5 trilyun. Kenyataannya, “balsem,” dan raskin tidak tepat sasaran.
Jadi, kompensasi terhadap dampak kenaikan harga BBM bersubsidi, juga masih bergantung pada sistem pendataan masyarakat miskin. Lebih lagi kriteria kemiskinan telah berubah. Maka pengalihan subsidi harus didahului dengan perubahan tolok-ukur tingkat kesejahteraan yang lebih manusiawi.

                                                                    —————-   000   —————–

Rate this article!
BBM, Naik atau Dibatasi?,5 / 5 ( 1votes )
Tags: