BBM Naik, Gubernur Persilakan UMK Direvisi

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo mempersilakan kabupaten/kota untuk merevisi usulan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota), jika pengumuman kenaikan harga BBM bersubsidi dilakukan sebelum 21 November. Langkah itu diambil agar penetapan UMK sesuai dengan kondisi yang ada.
“Kemungkinan revisi upah buruh dilakukan bila kenaikan harga BBM dilakukan sebelum minggu ketiga bulan ini, karena batas terakhir penetapan upah buruh 21 November. Kami tentu akan memberi kesempatan revisi agar mencerminkan kondisi riil di masyarakat,” kata Gubernur Soekarwo dikonfirmasi, Minggu (9/11).
Pakde Karwo, sapaan lekat Soekarwo mengatakan, dirinya tidak bisa memprediksi seberapa besar dampak kenaikan BBM terhadap UMK. Namun, komponen kebutuhan hidup layak seperti transportasi pasti akan terkena dampaknya. Saat ini, komponen biaya transportasi yang semula dihitung sekali jalan direvisi menjadi pulang-pergi menjadi naik sekitar 15 persen.
Mantan Sekdaprov Jatim ini juga memastikan, UMK Jatim juga tidak akan berpatokan pada UMP (Upah Minimum Provinsi) DKI Jakarta. Sebab Jatim sudah memiliki rumus tersendiri untuk penetapan UMK. Oleh karena itu, Pakde Karwo meminta penetapan UMK kabupaten/kota tidak berpatokan dengan UMP DKI Jakarta.
“Tidak ada patokan menyesuaikan Jakarta. Prinsipnya saya sudah bikin rumus inflasi plus pertumbuhan ekonomi dan ini sudah disetujui kabupaten/kota. Jadi tidak ada kaitannya dengan Jakarta maupun tuntutan buruh yang meminta 30 persen,” tegasnya.
Dijelaskannya, dalam penetapan UMK ini juga tidak ada pembicaraan mengenai tuntutan kenaikan UMK sebesar 30 persen yang disampaikan buruh. “Nggak ada pembicaraan 30 persen. Pembicaraannya adalah inflasi sama UMK kemarin sama dengan tidak naik, naiknya di daya beli di pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.
Mengenai tuntutan buruh yang menginginkan kenaikan UMK di atas Rp 3 juta, Wakil Gubernur Jatim Drs H Saifullah Yusuf menilai hal itu sulit direalisasikan. Sebab, kenaikan UMK yang terlampau tinggi juga akan memberatkan pengusaha. “Itu haknya buruh, tapi iklim investasi tetap harus dijaga,” katanya.
Gus Ipul, sapaan lekat Saifullah Yusuf, berharap, kenaikan UMK kali ini berpatokan pada surat edaran gubernur yang menyatakan UMK adalah KHL (Standar Hidup Layak) ditambah inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Artinya, kenaikan UMK harusnya di kisaran 12 persen dari UMK lama.
Hingga saat ini, Dewan Pengupahan Provinsi Jatim juga belum bisa memutuskan nilai UMK karena masih ada dua daerah yang belum mampu menyelesaikan pembahasan UMK yaitu Kota Surabaya dan Jombang.
Gus Ipul mengaku pusing melihat gejolak tuntutan buruh soal UMK yang terus terjadi setiap tahunnya. “Dari tahun ke tahun tetap saja seperti ini, kenapa tidak pernah dicarikan solusi atau formula yang tepat agar semua senang baik itu buruh maupun Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) ?,” katanya.
Dia juga mengeluhkan peran kabupaten/kota yang menurutnya tidak bisa menentukan sendiri secara final UMK-nya masing-masing. “Seharusnya kabupaten/kota yang lebih tahu kondisi daerahnya masing-masing dan bisa dengan segera menentukan besaran UMK yang pasti, dan bisa memutuskan UMK sendiri tanpa harus di bawa ke provinsi,” ungkapnya.
Menurut dia, kondisi ini mau tidak mau memang harus dijalani karena Undang-Undang mengatur demikian. Namun yang dia keluhkan jika ini tidak diubah, maka setiap tahun hal ini akan selalu berulang-ulang “Di satu sisi Apindo mengusulkan upah serendah-rendahnya, di lain pihak buruh menuntut yang setinggi-tingginya, sampai kapan kita akan terus begini ?,” katanya.
Ke depan, Gus Ipul berharap agar ada formula yang cukup jitu untuk mengatasi masalah ini agar semua pihak dapat menerima keputusan yang tidak terlalu memihak ke sisi manapun. “Semoga ada cara yang cukup bijaksana biar semua tidak ada yang meras dirugikan,” pungkasnya.

Tolak Kenaikan BBM
Menjelang pengumuman kenaikan BBM bersubsidi, ratusan massa dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Surabaya menggelar aksi damai di depan Gedung Negara Grahadi  Surabaya, Minggu (9/11). Mereka menolak rencana pemerintah untuk menaikkan BBM bersubsidi. Kebijakan itu dinilai tindakan zolim dan khainat pemerintah terhadap rakyat kecil.
Massa aksi juga membawa spanduk dan poster – poster yang berisi penolakan kenaikan BBM, di antaranya bertuliskan ‘Tolak Kenaikan BBM’ dan ‘Tolak Liberalisasi Migas’, ‘Kenaikan Harga BBM adalah Bukti Jokowi adalah Neolib’, Stop Liberalisasi Migas Tolak Campur Tangan Asing’ dan ‘BBM Murah dengan Tegaknya Khilafah Rasidhah’.
Ketua I DPD HTI Jawa Timur Ustadz Harun Mussa menyampaikan bahwa HTI menolak dengan tegas terkait rencana pemerintahan Jokowi yang akan menaikkan harga BBM subsidi. Hasilnya justru tidak sebanding dengan penderitaan yang dialami rakyat kecil.
“Partai pengusung Jokowi yang kemarin itu berpihak kepada wong cilik yang pada periode pemerintahan SBY menolak kenaikan BBM, tetapi sekarang ketika berkuasa apa yang terjadi sama saja,  kita mempertanyakan konsistensi Jokowi berpihak kepada rakyat” katanya saat orasi di depan Gedung Negara Grahadi.
Dalam hasil sensus yang didapat HTI menunjukkan, pengguna BBM 65 persen adalah rakyat kelas bawah dan miskin, 27 persen kelas menengah, 6 persen ke atas, dan 2 persen merupakan orang kaya. Dari data tersebut, jumlah pengguna kendaraan roda dua untuk kelas menengah bawah pada  2010 mencapai 82 persen atau sekitar 53 juta.
Menurut Harun Musa, dari data tersebut, maka pemerintahan dipimpin Jokowi-Jusuf Kalla itu justru sangat merugikan dan menyengsarakan rakyat. ” Jadi, jelas sekali kebijakan menaikan harga BBM adalah bentuk pengkhianatan terhadap rakyat,” tegas dia.
Menurutnya akar permasalahan yang terjadi bahwa BBM ini karena sektor hulunya dilepas ke asing dan sektor hilirnya dipegang oleh Pertamina.
Sementara itu Juru Bicara HTI Surabaya Muhammad Ismail dalam orasinya menegaskan bahwa aksi yang dilakukan ini adalah sebagai bentuk kepedulian terhadap bangsa untuk bisa lepas dari kekuatan asing terkait tata kelola migas.  Dalam aksinya, massa aksi ini juga melakukan long march melalui jalan-jalan protokol Surabaya sambil berorasi  menolak  kenaikan BBM dan membagi-bagikan selebaran yang berisi penyataan sikap menolak kenaikan BBM.  [iib, geh]

Tags: