Bebas Flu Burung, Perkuat Kelembagaan

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Untuk bisa mewujudkan Indonesia khususnya Jatim bebas flu burung, maka diperlukan penguatan kelembagaan dari Pemkab/kota, Provinsi, dan Pusat, hingga penguatan sarana prasarana termasuk pengobatan/vaksinisasi.
Apalagi saat ini sudah memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), maka peternakan harus diperkuat agar tidak kalah dengan negara lainnya. Saat ini, negara yang belum bebas flu burung di ASEAN yaitu Indonesia dan Vietnam.
“Dalam era pasar MEA yang dirugikan paling banyak adalah Indonesia. Sebagai negara produsen unggas belum bisa berkompetisi ditingkat ASEAN ,” kata Kepala Disnak Jatim melalui Kepala Seksi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Hewan Bidang Kesehatan Hewan Disnak Jatim Dr drh Iswahyudi MP.
Menurutnya, negara lainnya seperti Malaysia dan Thailand yang juga memproduksi unggas lebih banyak lebih bisa untung dengan mengirimkan unggasnya ke Indonesia sebab sudah status bebas flu burung. “Sebaliknya kita tidak bisa menolak unggas dari Malaysia dan Thailand,” katanya.
Biasanya, lanjut Iswahyudi, yang bisa menghambat laju pengiriman produk unggas itu dilihat dari Sanitary and Phytosanitary (SPS) atau  bagian dari kesepakatan WTO (World Trade Organization) yang berkaitan dengan hubungan antara kesehatan dan perdagangan internasional.
“SPS itu perlindungan negara terhadap wilayahnya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan didalamnya isu dipakai adalah penyakit. Ketika Indonesia belum bebas, maka negara lain tidak akan mau menerima produk unggas. Kecuali negara dengan sumberdaya alam unggasnya kecil seperti Jepang. Jepang butuh negara yang bisa mengekspor ke negaranya,” katanya.
Indonesia sendiri, katanya, juga sudah ada yang mengadopsi kompartemen bebas. Di Jatim ada enam building farm yang sudah komparteman bebas sehingga mereka bisa mengirimkan produknya ke Jepang. “Namun jika dikirim ke Malaysia atau Philipina, belum tentu unggas diterima, sebab mereka juga produsen yang mengadopsi SPS,” katanya.
Selain itu, dalam produk unggas tentunya juga memperhatikan kehalalan. Di Malaysia, produksi unggasnya juga sudah ada produk kehalalannya. “Malaysia tidak ada penyakitnya dan halal, jadi mereka tidak masalah mengirim kemana saja termasuk Indonesia. Namun kembali lagi Indonesia belum bisa mengirimkan juga ke Malaysia “ ujarnya.
Jika Indonesia khususnya Jatim bisa mewarnai pangsa pasar ASEAN, maka percepatan pembebasan flu burung maka syarat dan ketentuan harus terpenuhi, diantaranya kompartemen bebas itu lebih ditingkatkan, penguatan kelembagaan, hingga pada sarana dan prasarana pendukung harus dipenuhi.
“Jika kebijakan sudah benar namun sarana dan prasarana tidak dipenuhi ya sama saja tidak berhasil. Sarana dan prasarana itu termasuk vaksinasi. Dimana saat ini kenyataannya tidak terpenuhi dan terkendala anggaran,” katanya.
Yang terpenting lagi, kata Iswahyudi,  penguatan kelembagaan dari pusat, provinsi, dan daerah harus sama. Misalkan saja disektor peternakan, mulai dari pusat, provinsi, dan daerah harus ada penguatan kelembagaan peternakan hingga ujung tombak poskeswan.
“Apakah nantinya berdiri sendiri atau bergabung dengan kelembagaan lain, sebab berdampak atu berpengaruh pada policy atau kebijakan. Jika berdiri sendiri maka kebijakannya akan lebih terfokus misalkan saja dalam pembebasan flu burung. Apabila digabung dengan lembaga lain, maka dipastikan tidak akan fokus dalam salah satu sektor saja,” katanya. [rac]

Rate this article!
Tags: