Beberapa Praktik Baik Pemenuhan Hak Anak di Jawa Timur

Surabaya, Bhirawa
Selama pandemi Covid-19 pelayanan untuk mensejahterakan anak harus tetap bisa dijaga. Berbagai daerah sudah bisa menerapkan pola pendampingan anak yang bisa dijadikan role model bagi daerah lain untuk mewujudkan hak-hak anak secara integratif.
Child Protection Specialist UNICEF Pulau Jawa Naning Julianingsih menuturkan, banyak role model penanganan anak di berbagai daerah di Jatim yang bisa dipakai sebagai percontohan. Contoh baik ini bisa menjadi harapan di tengah ancaman kekerasan anak di tengah pandemi COVID-19.
“Akte kelahiran anak harus dipastikan jalan, sekolah daring yang ramah anak serta terus menekan jumlah kekerasan anak yang masih saja terjadi di tengah pandemi,” kata Naning saat Webinar Penguatan Kapasitas LPA Dalam rangka Mendukung Layanan Anak Integratif, Rabu (23/12/2020).
Direktur LPA Tulungagung Winny Isnaini menuturkan, masyarakat memiliki peran serta dalam perlindungan anak, baik secara perseorangan maupun kelompok. Peran Masyarakat bisa dilakukan oleh perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga kesejahteraan sosial, organisasi kemasyarakatan, lembaga pendidikan, media massa, dan dunia usaha.
“Caranya tentu saja memberikan informasi melalui sosialisasi dan edukasi mengenai hak anak dan peraturan perundang-undangan tentang anak. Termasuk juga memberikan masukan dalam perumusan kebijakan yang terkait perlindungan anak,” kata Winny.
Ia melanjutkan, masyarakat juga bisa melaporkan kepada pihak berwenang jika terjadi pelanggaran hak anak. Serta berperan aktif dalam proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial bagi Anak. Lembaga perlindungan anak juga melakukan pemantauan, pengawasan dan ikut bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan bagi mereka.
“Menyediakan sarana dan prasarana serta menciptakan suasana kondusif untuk tumbuh kembang anak,” ucapnya.
Winny menambahkan, LPA juga bisa terus memberikan ruang kepada anak untuk berpartisipasi dan menyampaikan pendapat. Sehingga ada kesempatan suara anak bisa direduksi menjadi kebijakan dan kesejahteraan bagi mereka.
Salah satu cara yang dilakukan di Kota Kediri bisa menjadi role model ketika menata sistem regulasi dari Perda turun ke Perwali tentang Sekolah Ramah Anak. Riset di Kota Kediri sendiri terkait kekerasan di sekolah dilakukan sebelum pandemi. Saat pandemi, masih tetus dilakukan dalam bentuk lain misalnya perundungan oleh teman karena ada anak yang ayahnya mengalami gangguan jiwa. Temuan kekerasan penting untuk dikelola sebagai evident base.
“Sehinggga perlunya safety audit untuk layanan pendidikan baik untuk pembelajaran daring maupun luring sebagai salah satu langkah untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak,” ungkapnya.
Rangkaian yang dilakukan pun terpadu mulai dari persepsi terhadap hak anak, pengenalan global sekolah ramah anak, kebijakan dan manajemen sekolah
pembinaan kesiswaan, pendidik dan tenaga pendidikan yang melaksanakan aturan perlindungan anak, kurikulum ramah anak, sarana dan prasarana di sekolah ramah anak serta integrasi dengan standart nasional pendidikan.
Ketua LPA Kota Pasuruan MT Ghifary mengatakan, pihaknya berkolaborasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (DispendukCapil) Kota Pasuruan untuk memenuhi hak anak dalam memiliki akte kelahiran. Pihaknya mencoba untuk mengejar 100% akte kelahiran anak di Pasuruan.
Berbagai tantangan memang kerap menyertai. Salah satunya penduduk pindah dan tidak diketahui keberadaannya. Ditambah lagi orang tua bekerja di luar kota atau di luar negeri. “Ada juga yang kehilangan dokumen pendukung (surat nikah, red),” katanya.
Ia melanjutkan, ada juga orang tua tidak mau mengurus akta kelahiran anaknya. Bahkan, ada juga orang tua yang malu karena anaknya merupakan penyandang disabilitas. Sisanya lagi merupakan anak angkat lintas daerah.
Ketua LPA Jombang Mohamad Sholahuddin mengatakan, anak yang terlibat dalam persoalan hukum juga harus bisa didampingi. Pasalnya, salam setiap tingkat pemeriksaan, anak wajib diberikan bantuan hukum dan didampingi oleh PK Bapas, pendamping lain sesuai dengan PP. Pihaknya pun menjalin MoU dengan Polres Jombang untuk penanganan anak yang berhadapan dengan hukum.
“Dalam setiap tingkat pemeriksaan anak korban, anak saksi wajib didampingi orang tua atau wali. Kalau pun tak ada, maka peksos bisa dilibatkan kecuali orang tua sebagai tersangka atau terdakwa,” ungkapnya.
Ia menambahkan, dalam proses advokasi yang dilakukan LPA harus bisa memahami aturan hukum. Termasuk aturan yang dimuat dalam konvensi hak anak. Seperti penangkapan, penahanan dan pemenjaraan seorang anak hanya diterapkan sebagai upaya terakhir dan untuk jangka waktu yang sesingkat-singkatnya.
“Keadilan Restoratif dimungkinkan ada upaya diversi dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan. Sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar,” jelasnya.
Ketua LPA Kota Kediri Muhammad Ulul Hadiyin yang memfasilitasi perwujudan Sekolah Ramah Anak bersama tim LPA mengatakan, selama pandemi COVID-9 ini masih sering terjadi kasus kekerasan pada anak. Kejadian itu tetap terjadi meskipun belum ada pendidikan tatap muka.
Jenis kekerasannya pun bermacam-macam mulai dari kekerasan fisik, kekerasan psikis, sampai kekerasan seksual. Pelakunya pun ada yang dari pendidik maupun siswa sendiri.
“Semua itu terjadi karena minimnya pemahaman pendidik dan tenaga kependidikan terkait perlindungan dan hak-hak anak,” jelasnya.
Makanya, katanya, perlu ada kebijakan yang berpihak pada kepentingan terbaik bagi anak. Selain itu juga perlu pola mengajar yang ramah pada anak tanpa ada kekerasan fisik seperti mencubit maupun memukul. Sementara untuk kekerasan psikis yang masih terjadi dengan adanya diskriminasi, intimidasi, dan perundungan.
“Semua ini tentu tidak boleh ada pembiaran. Dampaknya tentu saja kasus terulang lagi dan masuk ke ranah hukum. Semua itu membuat anak semakin tidak nyaman,” ungkapnya.
Di tiap daerah perlu advokasi pembentukan unit klinik pendidikan di dinas pendidikan. Termasuk juga advokasi pembentukan tim pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. [geh]

Tags: