Becermin pada Manusia Agung

Ahmad FathoniOleh :
Ahmad Fatoni
Pengajar FAI Universitas Muhammadiyah Malang

Bulan Rabiul Awal ini mengingatkan umat Islam pada kelahiran  manusia teragung sepanjang sejarah, yaitu Muhammad SAW sebagai penutup risalah  langit. Tentu, tidak semua orang Islam mampu melihat keagungan akhlak nabi akhir zaman tersebut. Banyak generasi muslim justru lebih mengidolakan yang lain.
Memang, pancaran keagungan Rasulullah hanya bisa ditangkap oleh orang yang mengharap ridha Allah semata. Dalam Al-Quran ditegaskan “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah” (QS. Al-Ahzab: 21).
Sementara seorang penulis non-muslim Michael H. Hart, dalam buku 100 Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah (1978), secara objektif  memosisikan sosok Muhammad pada rangking pertama dalam deretan seratus tokoh yang paling terkenal di dunia. Selain Michael H. Hart, seorang nasrani Karen Armstrong pun ketika menulis biografi Muhammad, mengakui kemuliaan akhlaknya.
Mengutip George Bernard Shaw dalam buku Whither Islam menyatakan, “Saya telah meramalkan keyakinan yang dibawa Muhammad niscaya dapat diterima hari esok. Saya telah melakukan studi atas Muhammad, orang yang sangat mengagumkan dan menurut saya, ia jauh dari memusuhi Kristen, dia mestinya disebut sebagai Juru Penyelamat Manusia.”
Pertanyaannya, mengapa Rasulullah menjadi manusia yang paling mulia, baik dalam pandangan manusia, terlebih dalam pandangan Allah? Sejak kecil Allah telah menjaga beliau dari segala perilaku buruk. Dalam catatan sejarah, Allah telah membelah dadanya dan mensterilkan segala macam sifat tercela seperti dengki, pemarah, dan sifat buruk lainya.
Jawaban Aisyah, salah satu istri beliau, saat ditanya tentang akhlak nabi Muhammad: “sesungguhnya akhlak beliau adalah Al-Qur`an”. Dengan kata lain, Rasulullah SAW tak ubahnya Al-Qur`an berjalan. Semua perkataan, perbuatan, dan keputusannya berdasarkan Al-Qur`an. Beliau telah membumikan Al-Qur`an dalam semua aspek kehidupannya.
Akhlak dalam Keluarga
Nabi Muhammad mempersonifikasikan peran dari ayah dan suami yang sempurna. Beliau sangat toleran terhadap istri-istrinya sehingga mereka tidak bisa membayangkan hidup tanpa dirinya, dan tentu mereka tidak ingin hidup jauh darinya. Rasulullah adalah suami yang sangat lembut dan romantis, serta tidak pernah bertindak kasar terhadap istrinya.
Rumah tangga Rasulullah dipenuhi keindahan, sehingga beliau berkata “baiti jannati”, sebuah lembaran rumah tangga yang sederhana namun indah memesona, bukan dengan kekayaan, bukan dengan kemewahan. Sebuah bahtera pernikahan yang dibangun dengan ketakwaan dan ridha Allah, masing-masing anggota rumah tangga saling menghormati demi tercapainya tujuan bersama: sakinah, mawadah, wa rahmah.
Becermin pada Rasulullah, seorang pemimpin rumah tangga yang baik senyatanya bersikap santun dalam memperlakukan istri, tidak memukul di wajahnya, tidak mencela keluarganya, tidak mengusir keluar dari rumahnya, dan tidak membuatnya susah dalam rumah tangga. Seorang suami yang baik tidak harus selalu mengharap sang istri untuk melayani kebutuhannya dalam setiap hal. Rasulullah sendiri tidak jarang membantu menggiling gandum dan menjahit sendiri pakaian beliau.
Rasulullah juga sosok yang sangat mencintai anak-anak dan cucunya. Meskipun anak-anak biasa merengek dan mengeluh serta banyak tingkah, namun beliau tidaklah marah, memukul, membentak, dan menghardik mereka. Beliau tetap berlaku lemah lembut dan tetap bersikap tenang dalam menghadapi mereka. Bahkan Rasulullah tidak segan untuk bermain kuda-kudaan dengan cucunya, Hasan dan Husain. Rasulullah siap merangkak di atas tanah, sementara kedua cucunya berada di punggungnya.
Tak jarang pula Rasulullah menghadapi anak-anak dengan sikap melucu. Bila mendatangi anak-anak kecil, Rasulullah berjongkok di hadapan mereka, memberi pengertian kepada mereka, juga mendoakan mereka. Abu Hurairah pernah menceritakan: “Rasulullah pernah menjulurkan lidahnya bercanda dengan Hasan bin Ali. Ia pun melihat merah lidah beliau, lalu ia segera menghambur menuju beliau dengan riang gembira.
Kisah tentang Rasulullah bersama anak kecil adalah kisah tentang kasih sayang. Beliau harus memendekkan salatnya ketika mendengar tangisan anak kecil. Demi anak pula, Rasulullah pernah bersujud sangat lama. Begitu lamanya Rasulullah bersujud sampai-sampai para sahabat mengira Rasulullah sedang menerima wahyu dari Allah. Padahal yang terjadi sesungguhnya karena ada cucu yang sedang menaiki punggungnya.
Penuh Kasih Sayang
Dalam sejarah peperangan, Rasulullah tidak pernah menyerang. Semua peperangan yang terjadi di zaman beliau adalah sebagai bentuk pertahanan diri sebagaimana firman Allah: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”(QS. Al-Baqarah: 190).
Rasulullah di setiap peperangan selalu melindungi perempuan, anak-anak, dan orang yang sudah lanjut usia. Beliau menaungi orang-orang mukmin dengan sayap kelembutannya. Tatkala seorang sahabat beliau meninggal, Rasulullah bertanya kepada para pelayat apakah orang itu punya hutang. Saat mengetahui sahabatnya itu memiliki hutang, maka beliau umumkan bahwa para kreditur harus datang kepada Rasulullah untuk pelunasan hutang si mayit.
Luar biasa. Kasih sayang Rasulullah bahkan meliputi hewan. Rasulullah marah betul ketika ada sahabat mengambil anak-anak burung dari sarangnya. Di lain kesempatan, Ibnu ‘Abbas melaporkan saat Rasulullah melihat seorang pria mengasah pisaunya hanya sebentar saja sebelum menyembelih seekor domba, beliau lalu menyindirnya, “apakah engkau ingin membunuhnya berkali-kali?” Rasulullah juga pernah menegur pemilik unta yang tidak memberi makan yang layak sehingga untanya kurus kering.
Singkat kata, Nabi Muhammad adalah nabi terakhir yang mencerminkan manusia agung, baik di mata Allah maupun sesama. Berbagai julukan disematkan atas kesuksesan Rasulullah dalam melakukan misi risalahnya di muka bumi. Beliau pun telah membuktikan sebagai pemimpin agama dan sekaligus pemimpin negara yang sukses. Sebagai seorang pemimpin, beliau selalu menjaga amanat kepemimpinan, seperti memimpin perang maupun memimpin keluarga.
Sebagai umat nabi Muhammad, cara praktis yang dapat dilakukan guna meneladani keagungan akhlak beliau, antara lain, sedapat mungkin menjaga amanah yang diberikan kepada kita. Tanggungjawab apa saja yang kita terima, hendaknya dilaksanakan sesuai keinginan sang pemberi amanat. Aktivitas apa pun yang kita lakukan, kiranya perlu meneladani apa yang telah Rasulullah contohkan demi meraih ridha Sang Maha Kuasa.

                                                           ——————- *** ——————–

Rate this article!
Tags: