Beda Budaya, Penanganan Pandemi Antar Daerah Tak sama

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini

Surabaya, Bhirawa
Pandemi Covid 19 membutuhkan penanganan dalam skala lokal. Sebab masing-masing daerah memiliki budaya yang berbeda, sehingga membutuhkan cara penyelesaian masing-masing.
Pendapat itu, menurut Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, disampaikan Prof Dr Rajib Shaw dari Keio University, Japan, dalam rapat melalui teleconference yang diselenggarakan United Cities and Local Government (UCLG) Asia Pasific (Aspac), Kamis (9/4). Pertemuan antar kepala daerah se-Asia Pasifik melalui teleconference ini, dalam rangka membahas strategi dan aksi di daerah menghadapi wabah Covid 19.
‘’Pandemi ini memang global, tapi action harus lokal, karena budaya tiap daerah berbeda. Seperti budaya berpelukan. Makanya, Satpol PP tak suruh ke warung – warung (Bagi masker dan sosialisasi) karena budaya orang di Surabaya di warung – warung itu,’’ kata Wali Kota Risma, Jumat (10/4).
Wali Kota Risma menilai, penanganan Covid 19 antara Surabaya dengan daerah lain, semisal Palembang dan Medan pasti juga tak sama. Apalagi, Kota Surabaya memiliki banyak akses masuk, mulai dari pesawat, kapal, kemudian jalan darat. Terlebih, jarak antar daerah juga dekat. ‘’Itulah kenapa pandemik harus diselesaikan dengan cara lokal masing-masing,’’ ujarnya.
Bu Risma menceritakan, di Guangzhou, China, bisa membangun RS sendiri, sekaligus mendatangkan petugas medis sendiri dari beberapa kota lainnya. Hal itu, karena adanya kebijakan sentralistik di China. ‘’Kalau kita tidak bisa dengan cara itu, karena masing-masing daerah juga mengalami (wabah Covid-19) sendiri,’’ katanya.
Wali Kota Risma mengakui, dalam menangani wabah Covid-19 ini masih ada keterbatasan, terutama jumlah fasilitas, prasarana dan sumber daya manusia. Sementara, Surabaya sering menjadi rujukan RS dari daerah. Namun, dipastikan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya semaksimal mungkin melakukan pencegahan Covid 19. ‘’Kalau tidak, berat. Itu yang dilakukan di beberapa kota, diantaranya di salah kota di Jepang membuat border control perbatasan,’’ katanya.
Perempuan pertama yang menjadi Wali Kota Surabaya ini menegaskan, yang paling penting untuk mengurangi penyebaran Covid 19 dengan sikap disiplin melalui menjaga jarak, memakai masker, dan menjaga kebersihan dengan cara rajin cuci tangan. ‘’Kenapa PMK terus lakukan penyemprotan. Bahkan, semua resources kita kerahkan, karena kalau sudah begitu tinggi (penderita), berat,’’ jelasnya.
Di pasar tradisional, pihaknya juga memperbanyak pemasangan wastafel dan hand sanitizer. Pemasangan tak hanya di luar, di dalam pasar juga disediakan perlengkapan ini. Bahkan, hand sanitizer itu terpasang dengan jarak sekitar 20 meter.
‘’Kami juga terus membagi ribuan masker ke pedagang dan driver ojek online. Kalau kita disiplin dan skala kota kita lakukan, saya yakin turun. Skala kota, dengan di bordernya, penanganan lingkungan dan cara menjaganya seperti apa,’’ tuturnya. (iib)

Tags: