Bedah Buku ‘Menjerat Gus Dur’ Dihadiri Ribuan Warga NU

Surabaya, Bhirawa
Bedah buku ‘Menjerat Gus Dur’ yang digelar di kantor PWNU Jatim, Selasa (4/2), dihadiri ribuan warga Nahdiyin.
“Tercatat dua ribu lebih yang telah mendaftar secara online,” kata MC pada acara bedah buku yang diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) Jatim tersebut.
Acara diawali dengan pembacaan Tahlil yang ditujukan kepada para ulama pendiri NU yang telah wafat, khususnya kepada KH Shalahudin Wahid (Gus Sholah) yang baru saja wafat. Sebagai narasumber pada acara ini di antaranya adalah KH Yahya Cholil Staquf, Jubir Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), KH Anwar Iskandar, anggota MPR 1999-2004, Hermawan Sulistiyo, pengamat politik, Firdika Rizky Utama, penulis buku ‘Menjerat Gus Dur’. Bertindak sebagai moderator adalah Prof A Muzakki.
Pembicara pertama, pengamat politik, Hermawan Sulistiyo, mengatakan, seharusnya Gus Dur menjadi presiden pada tahun 1980 atau 1981. “Karna pada saat itu fisiknya masih kuat, ingatannya juga sangat tajam, sehingga beliau bisa mengingat hampir semua nomor telepon yang beliau kenal. Bahkan beliau juga hafal semua pemain sepakbola Rusia saat itu,” kata Hermawan.
Terkait kebijakan Gus Dur yang suka memecat atau mengganti menteri atau pejabat lainnya, menurut Hermawan, hal itu masih kurang. “Menurut saya, seharusnya Gus Dur merombak pejabat setiap minggu atau bahkan setiap hari, karena saat itu memang benar-benar dibutuhkan reformasi total,” ungkap dia.
Narasumber lainnya, juru bicara Presiden KH Abdurrahman Wahid, KH Yahya Cholil Staquf, mengatakan, jabatan Presiden bagi Gus Dur bukanlah hal yang harus dipertahankan dengan peperangan. Justru yang harus diperangi adalah struktur lama yang tidak adil. Gus Dur berusaha membangun konstruksi baru adil dan makmur sesuai amanat UUD 45.
Mengenai Gus Dur yang bolak-balik ke Israel, Yahya menjelaskan, Gus Dur ingin membangun jaringan di sana. Saat itu, telah berhasil membangun tiga organisasi. Membangun jaringan ini penting, karena Arab Saudi sejak tahun 1980-an menggelontorkan dana besar untuk menangkal Iran yang berfaham Syi’ah. Iran sendiri telah berhasil mempengaruhi dunia pada saat itu. Salah satunya adalah jilbab yang sejak decade tersebut telah merambah di Indonesia.
Sementara itu, Firdika Rizky Utama, penulis buku ‘Menjerat Gus Dur’ mengungkapkan asal mula menulis buku tersebut. Penulisan buku tersebut sebenarnya tidak sengaja. Sebagai seorang jurnalis, Rizky mendapat tugas dari redakturnya untuk meliput di kantor Golkar.
Kebetulan saat itu ada petugas yang bersih-bersih dokumen. Secara tidak sengaja, ia pun melihat-lihat ceceran kertas yang berserakan tersebut. Secara mengejutkan, ia menemukan dokumen yang sangat penting. Lalu ia pun meminta izin kepada petugas untuk meminta kertas tersebut. Tentu saja oleh sang petugas diizinkan karena sudah tidak terpakai dan bakal dijual kiloan.
Menurut Rizky, sebanarnya mungkin masih banyak data-data penting dalam serakan kertas-kertas tersebut. Namun karena ia khawatir mencurigakan petugas, maka ia tidakberani mengambil lebih banyak lagi.[ca]

Tags: