Belajar Secara Online di Tengah Pendemi

Benarkah Sebagai Momentum Mengembalikan Fungsi Utama Keluarga?

Dr Rokhmat Subagiyo, M. E. I
Dosen Ekonomi Syariah, UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Euforia mulai masuknya sekolah tatap muka siswa-siswa di seluruh Indonesia tidak nampak pada tahun ajaran baru 2021-2021. Hal ini, karena diterapkannya PPKM darurat dari Tanggal 3 Juli sampai 20 Juli 2021 (https://setkab.go.id/mendagri-terbitkan-instruksi-tentang-ppkm-darurat-jawa-bali/) dan rencana akan diperpanjang menjadi 2 Agustus 2021 (https://www.cnbcindonesia.com/news/20210713100840-4-260350/akankah-ppkm-darurat-diperpanjang-ini-pengakuan-luhut).

Sebagai orangtua, pertama kali yang dirasakan adalah gelisah. Para orangtua telah satu setengah (1,5) tahun mendampingi putra-putrinya belajar secara online (https://pusdatin.kemdikbud.go.id/pembelajaran-online-di-tengah-pandemi-covid-19-tantangan-yang-mendewasakan/) dengan hasil di bawah standar Pendidikan (https://www.harianbhirawa.co.id/evaluasi-pembelajaran-jarak-jauh/). Ditambah lagi, mulai terdistorsinya etika, tata krama, dan moral para siswa dengan adanya sekolah daring ini.

Dengan PPKM darurat diterapkan, menyebabkan sekolah kembali dilaksanakan secara daring sehingga menyebabkan persoalan signifikan terhadap dunia Pendidikan. Sementara itu, terselenggaranya sekolah tatap muka menimbulkan kekhawatiran di hati orang tua di tengah serangan pandemi. Sebagaimana makan buah simalakama, maju mati dan mundur pun mati.

Apakah para siswa menuntuk terhadap guru di sekolah? Jelas tidak mungkin sebab pandemi bukan tanggung jawab mereka sehingga menjadi keprihatinan. Untuk itu, mengajak para orangtua melakukan instropeksi diri, apakah selama ini telah memaksimalkan fungsi keluarga? Apabila hanya mengandalkan pendidikan dari belajar online semata berat sekali. Oleh karena itu, di era pandemi ini, perlu melibatkan orang tua dan keluarga dalam mengatasi pendidikan.

Belajar secara virtual atau daring atau PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) rawan munculnya masalah pada anak antara lain: (1) Anak bisa stress. Hal ini bisa dicegah oleh peran keluarga, karena anak belajar secara daring sendiri, tanpa teman, dengan sendirinya kehilangan sarana untuk bersosialisasi dan mengekspresikan diri Bersama teman-temanya. (2) Menurunnya nilai moral, tata krama, dan nilai-nilai sosial lainnya pada anak. Belajar secara virtual hanya sekedar mentranfer ilmu/materi saja, hingga minim sekali nilai-nilai agama ataupun sosial pada diri siswa. Ini bisa jadi, disebabkan sarana yang terbatas dan kemampuan guru dalam mempergunakan teknologi informasi yang minim yang masih membutuhkan penyesuaian.

Deskripsi permasalahan di atas, merupakan sebagian kecil saja. Bisa jadi, di tempat lain lebih banyak masalah yang timbul. Untuk itulah sebagai bagian keluarga, kita harus melakukan intropeksi diri. Sebagai orang tua, apakah kita sudah berfungsi sebagaimana seharusnya terhadap anak-anak?

Institusi paling kecil yang membentuk masyarakat adalah keluarga. Keluarga berperan penting dalam mencetak generasi. Era pandemi ini, telah sewajarnya kita kembali memperkuat pondasi keluarga berupa pemahaman agama dan menjalankan fungsi keluarga secara optimal. Terdapat delapan (8) fungsi keluarga di antaranya: fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta dan kasih sayang, fungsi perlindungan, fungsi rerproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi pembinaan lingkungan (Wirdhana et al., 2013).

Orangtua mampu mengoptimalkan fungsi keagamaan dengan membentengi anak-anak dengan dasar-dasar agama. Selanjutnya, fungsi cinta dan kasih sayang, orangtua lebih melimpahkan perhatiannya dan lebih mengerti tingkat kesukaran anak saat pembelajaran online, tidak memberikan beban mereka di luar kemampuan anak. Berikutnya fungsi sosialisasi dan Pendidikan, merupakan fungsi krusial dalam belajar daring saat ini sehingga harus lebih dioptimalkan. Saat anak-anak dikembalikan pada keluarga, keluarga harus bisa mengawal, mengawasi, dan mendampingi anak-anak dalam belajar. Jika keluarga bisa mendukung secara penuh, dengan segala keterbatasan, maka insyallah anak-anak bisa belajar dengan baik.

Dari kedelapan fungsi keluarga di atas, dengan penuh kesadaran kita usahakan untuk mengaplikasikan secara optimal dalam keluarga kita. Dengan demikian, depresi, stress, penurunan akhlak, dan moral mampu dihindari. Ditambah dengan penguatan dasar-dasar keimanan (aqidah dalam Islam) dalam melaksanakan fungsi keluarga tersebut.

Kita mengenal golden age, istilah dalam dunia Pendidikan. Sebagai orangtua, kita diharuskan mengetahui dan mengerti masa tumbuh kembang anak dan terus melatih kemampuan mereka agar terus belajar. Untuk itu, dibutuhkan metode yang tepat dalam membantu proses pendidikan, supaya rendahnya kualitas Pendidikan mampu dikatrol naik. Bagaimanapun memperoleh Pendidikan yang layak merupakan hak anak.

Islam mengenal metode pembelajaran talqiyyan fikriyyan, yakni sebuah teknik menerapkan atau mewujudkan sebuah ide sehingga bisa diterapkan dan tidak hanya sekedar teori semata (https://kalsel.kemenag.go.id/opini/563/Idealisme-Guru-Antara-Harapan-dan-Realita). Adapun caranya dengan memahami tentang hakekat fakta yang didapatkan dari proses penelaahan dengan penginderaan terkait fakta tersebut melalui panca indera. Selanjutnya, dari panca indera diteruskan menuju otak, untuk mengindera terhadap fakta tersebut disertai dengan beberapa informasi sebelumnya yang pasti kebenarannya untuk menginterpretasikan fakta tersebut. Kemudian, otak menilai terhadap fakta yang diperolehnya. Hasil dari penilaian inilah yang disebut dengan pemikiran atau kesadaran rasional. Berdasarkan pemikiran tersebut diambil dan dijadikan sebagai pemahaman yang integratif tentang kehidupan dengan menerapkan pemikiran tersebut.

Metode pembelajaran talqiyyan fikriyyan diaplikasikan dalam matematika sebaiknya mempergunakan cara berpikir yang benar, dengan melalui empat (4) komponen penting dalam proses berpikir berupa: otak, indera, fakta, dan informasi sebelumnya (Shibghatullah Ahmad, Maret 2013). Ciri-ciri dari metode talqiyyan fikriyyan yang bisa diaplikasikan terhadap anak-anak saat belajar di rumah antara lain: anak mengerti ilmu/materi yang disampaikan gurunya, ilmu yang disampaikan tuntas sampai pada taraf anak menyakini ilmu yang diterimanya, ilmu yang diajarkan tidak banyak namun anak bisa menguasainya, anak termotivasi untuk mengamalkan ilmu yang diterimanya, anak diajarkan menurut level berpikir usia anak, ilmu yang diajarkan tidak selalu kognitif yang selalu terfokus pada hafalan, mengajak anak untuk selalu berpikir, anak belajar tanpa beban, anak merasa senang/minat terhadap pelajaran yang diajarkan, membiasakan anak untuk selalu kreatif dan inovatif, anak bisa mengindera sebuah fakta dengan detail, anak bisa mempresentasikan ilmu yang diterimanya dengan rinci dengan bahasa sendiri dan membiasakan anak bisa menyelesaikan persoalan hidupnya.

Dengan mengadopsi metode talqiyan fikriyan di rumah, setidaknya keluarga mampu memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak, selain mereka masih aktif belajar daring di sekolah. Karena bagaimanapun keluarga adalah tempat kembali dan berlindungnya anak-anak.

———- *** ———-

Tags: