Belum Kembangkan Wisata di Kota Surabaya

pantai ria kenjeran surabaya.

pantai ria kenjeran surabaya.

DPRD Surabaya,Bhirawa
Komisi D DPRD Surabaya mengkritik kurangnya promosi wisata dilakukan oleh Pemkot Surabaya dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) . Pemkot dalam hal pariwisata dinilai hanya mengurusi perizinan Rumah Hiburan Umum(RHU)  saja.
Penilaian kurangnua promosi wisata ini disampaikan Komisi D saat pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran(RKA) APBD 2016, setelah melakukan penelusuran yang ditambah dengan berbagai info dari masyarakat.
Dikatakan H Junaedi wakil ketua Komisi D DPRD Surabaya, bahwa sosialisasi ikon wisata Kota Surabaya masih dianggap belum makasimal, bahkan politisi asal Demokrat ini secara tegas menyatakan jika sosialisasinya hampir tidak pernah di lakukan.
“Menjual ikon wisata Kota Surabaya menjadi tugas dan fungsi Disbudpar sebagai regulator di lingkungan Pemkot Surabaya, jika mereka telah mengaku telah melakukan sosialisasi secara optimal, tentu saya tidak sepakat, karena terbukti, di hampir seluruh hotel dan tempat penginapan para wisatawan tidak mengetahui dimana saja ikon wisata yang bisa dikunjungi,” ucap Junaedi. Kamis (12/11).
Saat ini, lanjut Junaedi, Disbudpar masih terlalu focus dengan penangana RHU saja. Sementara masalah pengembangan wisata belum tertangani dengan baik. ” Seperti soal wisata pemkot hanya konsentrasi dengan RHU saja. Wisata bukan hanya RHU, ikon yang lain masih bisa dikembangkan,” tegasnya.
Tidak hanya itu, ketua fraksi Demokrat DPRD Surabaya ini juga meminta agar Disbudpar mulai membuat inovasi baru yang bisa menjadikan sebuah terobosan agar seluruh ikon wisata di Kota Surabaya bisa dikenal dengan cara menggandeng para pengusaha hotel dan biro travel.
“Kami tidak melihat ada terobosan di Disbudpar yang bisa dianggap sebagai inovasi baru soal sosialisasi ikon wisata Kota Surabaya, padahal hal itu sangat mudah untuk dilakukan, apalagi support anggaran APBD juga sudah siap dan berlimpah,” tandasnya.
Ditanya, kenapa Kota Surabaya masih belum mempunyai ikon wisata soal perjuangan 10 Nopember, padahal sebutan Kota Pahlawan muncul lantaran insiden tersebut. Junaedi mengatakan bahwa hal itu termasuk kelemahan di Disbudpar Kota Surabaya.
“Nah itu dia salah satunya, saya menganggap bahwa SKPD yang satu ini tidak peka, harusnya sebutan Kota Pahlawan sudah menjadi pokok pikiran mereka (Disbudpar) sejak dulu, agar para wisatawan yang datang bisa mengunjungi tempat yang menggambarkan soal insiden bersejarah itu, sementara museum yang ada juga hanya seperti itu isinya,” pungkasnya.
Dalam catatan Junaedi, setidaknya ada 37 ikon wisata Surabaya yang bisa dipromosikan dan menarik minat wisatawan. Ikon wisata ini lanjut Junaedi di luar mall dan RHU. Beberapa diantaranya, lanjut Junaedi sebenarnya sudah banyak dikenal seperti wisata religi Ampel, Tugu Pahlawan, wilayah kota tua, dan THR.
Terkait pengembangan wisata, mantan Kadindik Jatim, Rasiyo mengaku sangat menyayangkan belum dikembangkannya potensi wisata Surabaya , khusunya Ampel yang saat ini terlihat sangat kumuh.
Menurutnya Ampel harus dikonsep dengan baik hingga bisa menjadi ikon wisata yang menarik secara internasional. “Ampel ini harus dikonsep sebagai wisata religi bergandeng dengan pengembangan ekonomi, yang dijual disini harus yang berbau islami,” ucapnya saat bertemu dengan 600 warga Ampel, Rabu(11/11) malam.
Sebelumnya sejumlah warga Ampel kepada Rasiyo mengeluhkan belum tertanganinya wisata Ampel dengan baik. Bahkan saat ini kawasan wisata tersebut terkesan kumuh.
Abah Mansyur, salah satu warga Ampel menuturkan, lingkungan kumuh menjadi keluhan utama warga Semampir dan kawasan Ampel. Kawasan Ampel yang menjadi destinasi wisata religi tidak dikembangkan dengan baik. Sentra PKL yang berada di depan pintu utama Ampel Religi sepi pelanggan. Akibatnya, banyak PKL yang memilih gulung tikar.
Paklik Rasiyo menanggapi serius keluhan warga Ampel. Menurutnya, lingkungan kumuh dan perumahan akan menjadi perhatiannya. Mengatasi lingkungan kumuh di kawasan ampel akan dijajaki dengan beberapa progam pengentasan. Bisa jadi dengan rusunawa atau juga dengan bantuan uang.
“Akan kita kaji dulu, lebih efektif dikasih uang atu ditempatkan di rusunawa,” ucapnya.
Mantan Sekdaprov Jatim ini mengungkapkan, jika rusunawa yang dibutuhkan, maka akan sangat mudah. Sebab, program itu bisa bekerja sama dengan Pemprov Jatim dan pemerintah pusat. Paklik juga memberikan perhatian khusus terhadap pengembangan ekonomi di kawasan Ampel.
[gat]

Tags: