Belum Optimal

Hj Fatma Saifullah Yusuf

Hj Fatma Saifullah Yusuf

Kesetaraan gender merupakan tujuan pembangunan daerah, namun sayangnya hingga kini pelaksanaannya masih belum berjalan optimal karena masih ada kesenjangan. Laki-laki dan perempuan mempunyai kewajiban yang sama tapi belum mendapatkan hak penuh.
Itulah pendapat Ketua Umum BKOW Provinsi Jatim Hj Fatma Saifullah Yusuf yang disampaikan dalam saresehan bertajuk ‘Aksesibilitas Perempuan dalam Memperoleh Keadilan’ di Hotel Tunjungan  Surabaya akhir pekan lalu.
Dijelaskannya hasil pembangunan diterima secara tidak sama, tidak adil oleh laki-laki dan perempuan, dan difabel sehingga menyebabkan ketimpangan dalam kemajuan. Padahal jumlah perempuan lebih dari separo penduduk Indonesia, namun kenyataan di lapangan masih ada ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan.
Menurut wanita yang akrab dipanggil Ummu Fatma ini dalam mencapai kesetaraan gender, pemerintah telah mengupayakan melalui pengarusutamaan gender yang dilaksanakan oleh seluruh lembaga, melalui perencanaan dan penganggaran yang responsif gender.
“Dalam implementasinya seluruh instansi dalam mengusulkan program kegiatan harus memasukkan pertimbangan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat bagi laki-laki dan perempuan, agar laki-laki dan perempuan menerima manfaat yang setara sesuai dengan peran, fungsi dan statusnya,” jelasnya.
Yang dimaksud kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, pertahanan & keamanan nasional, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan
Menurut Ummu Fatma ada lima penyebab timbulnya ketidaksetaraan gender yakni beban kerja, pelabelan, violence, sub ordinasi, dan marginalisasi. Sehingga peran yang dikonstruksi dan disepakati menimbulkan ketidakadilan dan ketidakharmonisan, serta kerugian baik pada laki-laki maupun perempuan.
Beban kerja yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan; pelabelan terhadap posisi laki-laki maupun perempuan menyebabkan laki-laki/ perempuan tidak dapat melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan pada kondisi tertentu, hanya karena faktor pandangan sebagian masyarakat yang berkembang di suatu wilayah yang selalu menomorduakan perempuan. Hal ini memunculkan situasi dan bentuk ketidakadilan dan ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan dalam melaksanakan peran, fungsi dan statusnya.
Menurutnya persamaan dalam peran, bukan hanya persamaan status dan kedudukan, tetapi lebih mengarah pada pemberdayaan yang mencakup upaya peningkatan kapabilitas perempuan untuk berperan serta dalam berbagai pengambilan keputusan  serta memiliki kesempatan dalam kegiatan ekonomi. [geh]

Rate this article!
Belum Optimal,5 / 5 ( 1votes )
Tags: