Oleh :
Wahyu Hidayat R
Dosen Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang
Menjelang penetapan upah minimum, pemerintah telah menerbitkan aturan baru tentang pengupahan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021. Melalui ketentuan baru ini Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah memastikan upah minimum provinsi (UMP) akan mengalami kenaikan meskipun dengan prosentase kenaikan yang belum bisa ditentukan. Artinya kenaikan upah minimum (UMP) nantinya akan tergantung dari formula perhitungan upah minimum yang mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu (alpha).
Di Jawa Timur dari 38 kabupaten/kota seluruhnya memiliki upah minimum kabupaten/kota (UMK) yang besarnya di atas upah minimum provinsi (UMP), maka besarnya upah minimum pekerja di kabupaten/kota provinsi Jawa Timur ditetapkan atas ketentuan upah minimum kabupaten/kota (UMK) yang berlaku di daerah tersebut. Adapun besarnya upah minimum (UMK) yang ditetapkan berdasarkan penyesuaian nilai upah minimum sebagaimana di atur dalam PP 51/ 2023 pasal 26(3) , pasal 26A(1) dan pasal 34(2,3).
Yang menjadi pertanyaan apakah upah minimum kabupaten/kota (UMK) juga dipastikan mengalami kenaikan sebagaimana kenaikan upah minimum provinsi (UMP)..?. Pertama, jika mengacu PP 51/ 2023 pasal 26 ayat 5 , pasal 26A ayat 1 melalui formula penghitungan upah minimum memungkinkan upah minimum (UMK) mengalami kenaikan. Kedua, tidak ada kenaikan upah minimum (UMK) berdasarkan pasal 26 ayat 9 “jika nilai penyesuaian upah minimum lebih kecil atau sama dengan nol, upah minimum yang akan di tetapkan sama dengan nilai upah minimum tahun berjalan”.
Berbeda halnya dengan ketentuan Permenaker 18/2022 pada penetapan upah minimum 2023 yang membatasi kenaikan upah minimum tidak boleh melebihi 10%, maka dalam aturan baru pengupahan PP 51/2023 tidak ada batasan besaran kenaikan upah minimum meskipun dalam prakteknya kecil kemungkinan upah minimum (UMP/UMK) tahun 2024 akan naik di atas 10%. Apalagi jika hasil formula penghitungan upah minimum mengacu pada pasal 26A ayat 1, dimana besaran upah minimum tahun berjalan melebihi rata-rata konsumsi rumah tangga dibagi rata-rata banyaknya anggota rumah tangga bekerja. Penggunaan aturan baru pada pasal 26A ayat 1 secara langsung akan memperkecil persentase kenaikan upah minimum karena tidak mempertimbangkan besaran inflasi .
Terlepas dari penentuan kenaikan upah minimum yang menggunakan formula hitung berbeda sebagaimana termaktub pada pasal 26 ayat 4 dan pasal 26A ayat 1, muara akhir yang ditunggu adalah seberapa besar persentase kenaikan upah minimum 2024 nantinya?. Pertanyaan yang selalu berulang dan menjadi bahan tarik ulur kepentingan menjelang penetapan upah minimum 2024.
Besaran kenaikan upah minimum 2024 nantinya tidak sekedar janji pemerintah bahwa upah minimum akan naik sebagai bentuk penghargaan kepada kalangan pekerja, tetapi menentukan besaran persentase kenaikan upah minimum yang layak dan bisa disepakati antara pemerintah, pengusaha dan pekerja jauh lebih penting. Bagi pengusaha hadirnya regulasi PP 51/2023 asal mampu menciptakan kepastian berusaha bagi dunia usaha dan industri dan dijalankan dengan konsisten bisa jadi bukan permasalahan utama.
Bagi pekerja, janji pemerintah bahwa upah minimum pasti naik bukan hal yang menggembirakan. Upah minimum 2024 naik pasti, tapi berapa besarnya itu yang menjadi tuntutan kalangan pekerja. Apalagi kalangan pekerja menuntut agar kenaikan upah minimum 2024 mencapai 15%. Salah satu dasar yang diajukan kalangan pekerja bahwa formula hitung upah minimum harus di kaitkan dengan 64 komponen kebutuhan hidup layak (KHL) dimana saat ini rata-rata mengalami kenaikan 12%-15%. Sehingga wajar jika upah minimum 2024 harus naik mencapai 15%.
Besaran kenaikan upah minimum mencapai 15 % persen itu tentu tidak selaras dengan formula hitung upah minimum PP 51/2023 yang hanya memungkinkan kenaikan upah minimum tidak melebihi 10%. Salah satu faktor yang menekan upah minimum agar tidak naik melebihi 10% karena dalam PP 51/2023 penentuan alpha (?) yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi ditetapkan pada rentang nilai 0.10 – 0.30. Rentang nilai sampai pada batas maksimum 0.30 ini lah yang secara langsung menekan kenaikan upah minimum 2024. Sebaliknya jika rentang nilai alpha (?) semakin tinggi di atas 0.30 maka kenaikan persentase upah minimum akan semakin tinggi pula.
Perbedaan dalam menafsirkan definisi dan besarnya rentang nilai alpha (?) yang memunculkan tarik ulur besaran persentase kenaikan upah minimum 2024. Pengusaha menginginkan persentase kenaikan upah minimum tidak terlalu tinggi dan tetap konsisten pada aturan yang berlaku yaitu PP 51/2023. Sebaliknya pekerja berharap kenaikan upah minimum setidaknya mampu memenuhi standar hidup layak bukan lagi sekedar sebagai jaring pengaman bagi pekerja.
Pemerintah dalam hal ini sebagai regulator kebijakan pengupahan hendaknya tidak sebatas menetapkan kebijakan. Namun proses terkait dengan sosialisasi dan pengawasan pelaksanaan PP 51/2023 harus lebih serius dilakukan. Jika tidak dilakukan pada akhirnya akan berimbas terhadap kepatuhan pengusaha dalam melaksanakan kebijakan upah minimum 2024. Apalagi dalam realitas empiriknya status sebagai pekerja selalu pada posisi yang lemah akibat ketidak seimbangan antara permintaan dan penawaran di pasar kerja.
—————- *** —————–