Bencana Beruntun NTT

Bencana alam datang bersambungan di daerah bertetangga, di NTT (Nusa Tenggara Timur). Banjir bandang di ujung timur kabupaten Flores Timur (termasuk pulau Adonara, dengan korban jiwa 62 orang. Serta luruhan lahar dingin gunung Ile Lowotolok di kabupaten Lembata, dengan korban jiwa 18 orang meninggal. Masih banyak korban belum ditemukan, karena peralatan evakuasi. Semakin terasa pedih, karena kawasan bencana terisolasi, dan terhalang gelombang pasang sampai 4 meter di laut Flores.

Banjir bandang mulai menerjang pada dinihari Minggu (Waktu Indonesia Timur), saat warga desa terlelap tidur. Seketika bagai menghanyutkan desa Lamanele, Flores Timur. Sebagian rumah tertimbun lumpur banjir, lima jembatan jebol, terputus. Dua desa ter-isolir. Begitu pula desa Waibubak di pulau Adonara, dikepung banjir. Ke-terisolir-an makin komplet karena laut Flores berombak besar sampai setinggi 4 meter. Tiada bantuan daerah tetangga dekat yang bisa menjangkau kawasan bencana.

Masyarakat yang lolos dari bencana bekerja sendiri menyelamatkan diri, sembari membantu tetangga. Tim penolong daerah (kabupaten Flores Timur, dan pemerintah propinsi NTT) baru tiba Minggu siang, 10 jam setelah bencana. Status darurat bencana telah nyata, mendahului pengumuman penetapan pemerintah. Sesuai UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, status darurat bencana dinyatakan oleh pemerintah pusat dan daerah.

Bisa jadi, dampak banjir Flores Timur, dan Lembata, berstatus darurat berskala nasional. Karena pemprop NTT tidak mampu menangani dampak bencana pada dua kabupaten secara bersamaan. Tetangga terdekat kabupaten Flores Timur, yakni kabupaten (pulau) Lembata, juga didera bencana luruhan lahar dingin gunung Ile Lowotolok. Penyebabnya sama, hujan ekstrem di kawasan utara NTT. Gunung Ile Lowotolok yang erupsi November (2020) lalu, masih menyimpan juta-an kubik material vulkanik.

Bencana alam hidro-meteorolologi (dampak hujan) ekstrem masih mendominasi catatan ke-bencana-an. Berdasar data BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), selama tahun 2020, telah terjadi 2.930 kali bencana di seluruh Indonesia. Sebanyak 2.010 (68,6%) diantaranya kategori bencana hidro-meteorolologi. Khusus di NTT, terdapat bencana tambahan yang cukup besar, berupa gelombang tinggi, dan abrasi. Juga bencana gempa bumi, dan erupsi vulkanik.

Ekstremitas cuaca menjadi warning pemerintah (dan daerah), wajib lebih siaga menghadapi keparahan bencana. Efek hidro-meteorolologi merupakan pertanda semakin menurunnya daya dukung lingkungan. Terutama ekosistem esensial, khususnya tutupan vegetatif (pohon tegakan tinggi) yang semakin berkurang. Banyak kawasan cachtment area (area resapan) telah gundul. Sebagian beralih fungsi menjadi areal tanaman pertanian, dan perkebunan tanaman semusim. Tanaman yang pendek tidak mampu menyerap air.

Sepanjang tahun 2021 (sampai akhir Maret), telah terjadi hampir seribu kali bencana. BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) juga me-warning, cuaca ekstrem akan lebih sering terjadi. Sehingga mitigasi bencana wajib dilakukan lebih kerap, dan sistemik. Terutama paradigma bencana hidro-meteorolologi, yang bisa dijejaki lebih dini melalui teknologi, dan penerapan earling warning sytems. Sesuai amanat UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

UU Penanggulangan Bencana, pada pasal 38 huruf b, menyatakan, “kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana.” Di dalamnya terdapat amanat pencegahan bencana, termasuk mitigasi. Bahkan sejak tahun 2017, Bank Dunia merekomendasikan audit reguler konstruksi infrastruktur. Sifatnya wajib, termasuk audit infrastruktur alamiah.

Penanganan korban banjir di Flores Timur, dan Lembata, membutuhkan sokongan pemerintah pusat. Seluruh rakyat Indonesia juga patut menyokong pembangunan kembali permukiman, serta gotongroyong menghijaukan kawasan resapan.

——— 000 ———

Rate this article!
Bencana Beruntun NTT,5 / 5 ( 1votes )
Tags: