Beras dan Biaya Kuliah Sumbang Naiknya Inflasi Jatim

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Nilai inflasi provinsi Jatim mengalami penurunan dari 0,36 persen pada bulan Agustus 2015 lalu menjadi 0,24 persen pada bulan September 2015. Dua komoditas pemicu inflasi Jatim pada bulan September 2015 ini adalah beras dan uang kuliah di perguruan tinggi swasta.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim  M Sairi MA mengatakan, beras menjadi komoditas pemicu inflasi Jatim sebesar 3,32 persen karena stoknya banyak mengalir di daerah-daerah lain seperti Jabodetabek. Oleh karena itu, stok beras di Jatim malah berkurang padahal permintaan terhadap beras cukup tinggi.
“Tampaknya harga beras Jatim itu melampaui daerah-daerah lain. Beras Jatim banyak sebenarnya, tapi malah diminta untuk mencukupi daerah-daerah lain seperti Jabodetabek. Sehingga malah di Jatim sendiri kekurangan beras. Karena permintaan beras di Jatim tinggi, maka harga beras di Jatim malah makin melambung,” katanya, Kamis (1/10).
Selain komoditas beras, kata Sairi, satu komoditas pemicu inflasi lainnya di Jatim adalah naiknya uang kuliah pada perguruan tinggi swasta sebesar 8,18 persen. “Di Surabaya, Malang, dan Probolinggo itu biaya kuliahnya lebih tinggi daripada daerah-daerah lain selain Jatim. Terutama perguruan tinggi swasta ya, kan banyak yang bayar kuliah di bulan September ini. Kalau yang negeri kan bayarnya di bulan Agustus lalu,” ujar dia.
Namun, menurut Sairi, Jatim pada bulan September lalu berhasil mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok di masyarakat. Beberapa komoditas penyumbang deflasi di Jatim pada bulan September 2015 diantaranya adalah daging ayam ras, angkutan udara, telur ayam ras, cabai rawit, dan minyak goreng.
“Di luar beras ya, cabai kita dan bawang merah kita mengalami penurunan. Ini berarti harga-harga pokok cukup berhasil dikendalikan oleh tim pengendali inflasi,” kata Sairi.
Sementara, inflasi tertinggi terjadi di Kabupaten Jember sebesar 0,29 persen, diikuti Kota Kediri dan Kota Surabaya masing-masing sebesar 0,26 persen, Kabupaten Probolinggo sebesar 0,23 persen, Kabupaten Banyuwangi dan Kota Malang masing-masing sebesar 0,21 persen, dan Kota Madiun sebesar 0,15 persen.  Sedangkan inflasi terendah terjadi di Kabupaten Sumenep sebesar 0,13 persen.
Dari 6 ibukota provinsi di Pulau Jawa, tiga kota mengalami inflasi dan tiga kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Surabaya sebesar 0,26 persen, diikuti Kota Yogyakarta sebesar 0,04 persen, dan Kota Jakarta sebesar 0,01. Sedangkan deflasi tertinggi terjadi di Kota Semarang sebesar 0,18 persen, diikuti Kota Serang sebesar 0,02 persen, dan Kota Bandung sebesar 0,01 persen.
Dari 82 kota IHK nasional, 46 kota mengalami inflasi dan 36 kota mengalami deflasi. Lima kota yang mengalami inflasi tertinggi adalah Merauke sebesar 1,33 persen, Tanjung Pandan sebesar 1,20 persen, Tanjung sebesar 0,94 persen, Pangkal Pinang sebesar 0,84 persen, dan Tanjung Pinang sebesar 0,68 persen.
Sedangkan 5 kota yang mengalami deflasi tertinggi adalah Sibolga sebesar 1,85 persen, Ternate sebesar 1,58 persen, Tual sebesar 1,41 persen, Jambi sebesar 1,26 persen dan Padang Sidimpuan sebesar 0,82 persen.
Laju inflasi tahun kalender (September 2015 terhadap Desember 2014) Jatim mengalami inflasi sebesar 2,23 persen, angka ini lebih rendah dibanding inflasi tahun kalender September 2014 sebesar 3,38 persen. Inflasi year-on-year (September 2015 terhadap September 2014) Jatim sebesar 6,70 persen, angka ini lebih tinggi dibanding inflasi year-on-year bulan September 2014 sebesar 4,13 persen. [rac]

Tags: