Beras Plastik Impor

Beras PlastikTEROR beras plastik eks impor meresahkan masyarakat dan pedagang. Meng-konsumsi beras sintetis ini menyebabkan gangguan (rasa sakit pada perut) seketika. Pemerintah perlu bertindak cepat, “meng-audit” seluruh beras eks impor, terutama asal China dan Vietnam. Seluruh importir beras mesti dipanggil, dan gudang beras wajib diperiksa. Jika cukup banyak ditemukan, pemerintah bisa me-maklumat-kan moratorium impor beras. Toh sebenarnya, hasil tani dalam negeri sudah mencukupi.
Perlu ekstra waspada meng-konsumsi bahan pangan impor. Berbagai bahan pangan, beras, buah, serta aneka camilan, tidak terjamin keamanannya. Selain disebabkan rekayasa genetika, juga banyak mengandung zat karsinogen (pemicu kanker). Bahkan beras yang nampak indah ternyata bercampur butir plastik. Tidak mudah memilah butiran beras yang tidak layak konsumsi. Karena itu pedagang juga mesti mewanti-wanti grosir (pedagang besar), agar hanya diberi beras asli.
Saat ini waktunya untuk mulai mandiri, berkecukupan beras. Tidak perlu impor. Panen raya bulan Maret – April 2015, diperkirakan menghasilkan sebanyak 68 juta ton gabah kering giling (GKG). Sedikit turun dibanding tahun lalu. Sekitar 57% GKG akan menjadi beras (39 juta ton). Sedangkan konsumsi beras mudah dihitung. Yakni, perkiraan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 256 juta jiwa, dengan konsumsi beras sebanyak 139 kilogram per-kapita per-tahun. Maka diperlukan 35,584 juta ton beras.
Dus, masih surplus beras sebanyak 3,5 juta ton. Maka impor beras, seharusnya tidak perlu! Namun tata-niaga beras, tidak semudah sekadar kalkulasi ketersediaan hasil panen. Melainkan juga situasi di desa-desa sentra pangan. Kenyataannya, tidak semua gabah (apalagi beras) disetor ke Divre Bulog. Melainkan juga tersimpan di gudang milik pedagang besar, serta tengkulak.
Bahkan lebih sering, tengkulak lebih “agresif” dibanding Bulog. Diantaranya, dengan memberi talangan (utang) untuk modal bertani. Selain itu, tengkulak menghargai gabah kering sawah (GKS) lebih tinggi. Sehingga jumlah ketersediaan beras bisa “dipermainkan” pedagang besar. Aksi penimbunan, sering menyebabkan ketersediaan beras seolah-olah langka. Situasi “gertakan” beras langka, menjadikan pemerintah membuka kuota impor.
Berdasar Inpres, impor boleh dilakukan manakala persediaan hasil panen dalam negeri tidak mencukupi. Sedangkan “catatan” ketersediaan beras akan dikontrol melalui Bulog. Karena itu pada Inpres diktum ke-7 klausul ke-3 dinyatakan, “Pelaksanaan kebijakan pengadaan beras dari luar negeri dilakukan oleh Perum BULOG.”  Sehingga ketersediaan beras di gudang Bulog (dengan divisi regional yang tersebar di daerah seluruh Indonesia) akan menjadi pertimbangan utama.
Menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri, biasanya demand beras (dan tepung) meningkat. Saat ini (akhir Mei sampai pertengahan Juni 2015) merupakan periode “meng-ayun” ketersediaan beras. Seolah-olah beras langka, sebagai gertakan.  Pemerintah tak perlu gentar. Namun harus lebih menggenjot kinerja Divre Bulog di daerah agar lebih pro-aktif. Divre Bulog juga harus memberi “insentif” yang menarik pada petani, yakni dengan harga tertinggi sesuai HPP (Harga Pembelian Pemerintah).
Berdasar Inpres Nomor 5 tahun 2015, HPP beras menjadi Rp 7.300,- per-kilogram. Begitu pula HPP gabah kering giling (GKG) naik menjadi Rp 4.650,-, serta HPP gabah kering sawah (GKS) menjadi Rp 3.700,-. Tidak perlu ada “perdebatan” tentang derajat sosoh (mutu beras). Kecuali jika benar-benar nampak banyak kerikil atau menir (butiran pecah) yang berlebihan. “Perdebatan” derajat sosoh masih sering menyebabkan petani merasa dipermainkan, lalu malas menjual hasil panen kepada pemerintah.
Dengan membeli sebanyak-banyaknya beras maupun gabah dari petani, pemerintah tak perlu impor. Lebih lagi, beras bercampur butiran plastik produk kota Taiyuan, China, telah beredar di pasar internasional, sampai Vietnam dan Thailand. Lebih baik stop impor beras.

                                                                                                               ———   000   ———

Rate this article!
Beras Plastik Impor,5 / 5 ( 1votes )
Tags: