Berawal dari Medsos, 32 PNS Bojonegoro Ajukan Cerai

Solikin Jamik

Bojonegoro, Bhirawa
Kasus perceraian di Kabupaten Bojonegoro mendera pada semua kalangan masyarakat. Termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Data diperoleh sepanjang Januari hingga Desember tahun 2019, tercatat ada 38 pegawai dilingkup pemkab Bojonegoro mengajukan permintaan cerai. Hal itu dipicu sejumlah faktor. Diantaranya, berawal dari media social (medsos) dan munculnya pihak ketiga.
Panitra Pengadilan Agama (PA) Bojonegoro, Solikin Jamik mengatakan, untuk kasus ditahun 2019 yang masuk ke kantor PA total keseluruan setidaknya ada 3.336 perkara cerai. Rata rata faktor ekonomi, tapi ada juga ekonomi tercukupi namun malah cerai yaitu PNS.
“Untuk PNS ada 38 perkara di tahun 2019, terdiri dari cerai talak ada 16 orang, sedangkan untuk cerai gugat ada 22, dan total jumlah tersebut ada 31 putusan di 2019,” terang Panitra Bojonegoro, kemarin (17/12).
Lanjut Solikin Jamik mengatakan, namun untuk faktornya sendiri kebanyakan karena media sosial, dan semakin kenal akrab akhirnya terjadi selingkuh. Tak hanya media sosial, bahkan kepuasan ranjang dan kurangnya komunikasi menjadikan putusnya hubungann rumah tangga. “Puluhan PNS cerai yaitu TNI dan polri ada 4, sedangkan berasal dari profesi guru dan kesehatan ada sebanyak 27 orang. Jumlah tersebut sudah putusan,” paparnya.
Jumlah tersebut memang menurun dibandingkan tahun lalu. Selama 2018, hanya ada 68 kasus PNS yang mengajukan permintaan cerai di Pengadilan Agama (PA) Bojonegoro. “Sedangkan dibandingkan data 2018 dan 2019 untuk perceraian PNS menurun, dimana PNS di 2018 untuk cerai talak ada 24, dan cerai gugat ada 44,” jelasnya
Menurutnya, prosedur pengajuan cerai dari pihak PNS itu berbeda dengan yang non-PNS. Mereka harus mendapatkan izin atasan. Sebab, mereka harus memenuhi syarat administratif dari lembaga dan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 tentang Peraturan Perkawinan dan Izin Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
“Jika tidak, mereka akan menerima sanksi administratif. Entah itu mulai dari pemecatan, pemberhentian tidak hormat, atau pun penurunan jabatan. Banyak sanksinya sesuai dengan instansi,” paparnya.
PA sendiri, menurut Solikin Jamik, memberikan waktu selama 6 bulan kepada PNS untuk mendapatkan izin dari atasan. Namun, bagi pihak PA, izin dari atasan hanya sebagai syarat administrasi. Dan itu tidak menghalangi proses persidangan.
“Artinya, ketika kita sudah memberikan izin 6 bulan, kemudian ternyata selama 6 bulan itu belum ada izin. Ya otomatis proses persidangan tetap berjalan,” pungkasnya. [bas]

Tags: