Berbekal Photoshop, Ma’ruf 4 Tahun Jalankan Bisnis SIM, KTP, STNK dan KK Palsu

Kanit Resmob Polrestabes Surabaya, Iptu Arief Rizky Wicaksana saat menunjukkan barang bukti (BB) dan tiga orang tersangka pemalsuan SIM, STNK, KTP dan Kartu Keluarga (KK) di Mapolrestabes Surabaya, Kamis (23/1). [trie diana]

Polrestabes Surabaya, Bhirawa
Unit Resmob Satreskrim Polrestabes Surabaya membongkar praktik pembuatan dokumen palsu. Tidak hanya pemalsuan Surat Izin Mengemudi (SIM) maupun Kartu Tanda Penduduk (KTP), komplotan yang berjumlah tiga orang ini juga memalsukan STNK hingga Kartu Keluarga (KK).
Adapun tiga pelaku yang ditangkap, yakni Ache Angkasa alias Aceng (36) warga Desa Wuluh, Kesamben Jombang; Alikun (70) warga Jl Banjar Poh, Banjarbendo, Sidoarjo dan Muhammad Ma’ruf warga Jl Ketapang, Sukodono, Sidoarjo.
“Hasil ungkap kasus pemalsuan dokumen ini berawal dari anggota Satuan Lalu Lintas (Satlantas). Kemudian kita lakukan penyelidikan dan mengamankan tiga pelaku ini,” kata Kanit Resmob Polrestabes Surabaya, Iptu Arief Rizky Wicaksana, Kamis (23/1).
Dalam melancarkan aksinya, sambung Arief, ketiga pelaku mempunyai peranan masing-masing. Ma’ruf, lanjut Arief, berperan sebagai pembuat SIM maupun KTP palsu. Untuk membuatnya, Ma’ruf mendesain SIM maupun KTP palsu melalui photoshop yang dibuatnya di warnter, sesuai data dari si pemesan.
Setelah jadi, Ma’ruf menyimpan hasil editan photoshop tersebut ke flashdisk miliknya. Dan sebagian diprint sesuai dengan ukuran SIM maupun KTP aslinya. Selanjutnya hasil print tersebut ditempelkan ke SIM maupun KTP asli dari si pemesan, kemudian dilaminating.
“Jasa pembuatan SIM dan KTP palsu ini dilakukan Ma’ruf sejak 2016 silam, dan ada sekitar 100 lembar yang sudah dibuatnya. Untuk satu SIM, Ma’ruf mematok harga Rp 400 ribu, dan Rp 300 ribu untuk pembuatan KTP,” jelas Arief.
Sedangkan peranan Alikun dalam kasus ini sebagai perantara pembuatan SIM maupun KTP palsu. Dalam praktiknya, Alikun menyampaikan kepada Aceng kalau ada yang memesan jasa pembuatan SIM maupun KTP palsu bisa disampaikan ke dirinya.
Masih kata Arief, pelaku Aceng mematok harga Rp 800 ribu untuk pembuatan SIM. Selanjutnya disetorkan ke Alikun (mematok harga) sebesar Rp 600 ribu. Hingga kemudian sampai pada Ma’ruf, harga setiap pembuatan SIM menjadi Rp 400 ribu.
“Alikun dan Aceng mengambil keuntungan Rp 200 ribu untuk setiap pembuatan SIM palsu yang dipesankan ke Ma’ruf,” beber Arief.
Arief menambahkan, selain sebagai perantara, Alikun dalam kasus ini juga sering membuat surat tanda lunas pajak kendaraan yang palsu. Caranya yakni dengan menghilangkan masa berlaku pajak kendaraan bermotor, dan menggantinya atau menempelkan kembali huruf yang baru dengan bantuan lem, kemudian disetrika sehingga huruf atau pun angka yang baru nampak seperti aslinya.
“Perbuatan Alikun sudah dilakukan selama setahun ini, dengan biaya Rp 100 untuk setiap lembarnya. Alikun juga berperan sebagai makelar STNK,” ucap Arief.
Bagaimana cara membedakan SIM maupun KTP yang asli dengan buatan Ma’ruf, Arief mengaku memang secara kasat mata sulit membedakannya. Pihaknya pun menegaskan akan melakukan uji lab terkait dokumen palsu yang dibuat oleh para pelaku.
“Nanti kita lab kan untuk lebih jelasnya (mana yang asli dan palsu). Secara kasat mata, kalau dibilang persis, karena termakan waktu dan namanya SIM bertahan 5 tahun. Tetap ada perbedaannya,” ungkapnya.
Pihaknya juga akan mengembangkan kasus ini, sebab kaitannya dengan dokumen lain yang dipalsukan para pelaku. “Akan terus kita kembangkan. Karena yang kita rampukan saat ini masih mengenai kasus SIM palsu,” tegasnya.
Sementara itu Ma’ruf mengaku belajar otodidak membuat SIM mapun KTP palsu. Dan berbekal mengedit data melalui program photoshop semata. “Belajarnya ya otodidak. Tapi yang paling sulit membuat SIM,” singkatnya.
Adapun barang bukti yang diamankan adalah 198 lembar tanda lunas pajak kendaraan, 9 STNK bekas, 11 plastik STNK, 3 buah KTP, 1 buah SIM B1 umum diduga palsu, 1 flasdisk, 9 buah silet, 2 buah cater, 2 buah lem kertas, 1 lampu neon, 9 buah pensil, 1 kartu ATM BCA dan 2 kartu ATM BRI.
“Perbuatan para pelaku dipersangkakan dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat. Dengan ancaman pidana maksimal 6 (enam) tahun penjara,” pungkas Arief. [bed]

Tags: