Berburu Model Tilang di Beijing, CCTV Bisa Hitung Kecepatan Kendaraan

Tiga CCTV terpasang di traffic light di setiap ruas Jalan Kota Beijing. [abed nego]

Pengalaman Kajari Surabaya Ditunjuk Sebagai Delegasi PJI
Kota Surabaya, Bhirawa
Meski acara The 22ND Annual Conference And General Meeting Of The International Association Of Prosecutors berakhir pada Jumat (15/9) lalu. Tapi kenangan berkunjung di Kota Beijing, Tiongkok masih terasa dibenak Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Surabaya, Didik Farkhan Alisyahdi. Salah satunya adalah tentang tilang CCTV (closed circuit television) di sepanjang ruas jalan Kota Beijing.
Disela-sela acara konferensi para Jaksa se-dunia itu, Didik yang ditunjuk sebagai delegasi Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) menyempatkan diri untuk berguru tilang CCTV di negeri panda tersebut. Ia pun ingin membawa oleh-oleh pengetahuan sistem tilang CCTV dari Beijing. Sekedar untuk pembanding penerapan tilang CCTV di Surabaya yang saat ini sedang diuji coba.
Untuk berburu informasi Tilang CCTV itu, Didik mencuri-curi waktu agar bisa berkeliling di beberapa ruas jalan di Kota Beijing. Ditemani guide seorang mahasiswi asal Indonesia yang kuliah University Of International Business And Economics (UIBE) bernama Agris dan seorang sopir mobil sewaan bernama Mr Bai, Ia mencari ‘sisik melik’ (petunjuk) tilang CCTV versi jalanan.
“Pengamatan saya hampir seluruh ruas jalan di Beijing saat ini sudah terpasang CCTV canggih. Bentuk CCTV di Beijing hampir sama yang dipasang di Surabaya. Agak besar warna silver. Di setiap tiang khusus CCTV ada tiga kamera,” bebernya.
Tak sampai disitu, hampir di setiap traffic light semuanya terpasang CCTV. Lalu di jalan tol dalam Kota juga di setiap jarak tertentu juga berdiri tiang dan terpasang kamera pengintai itu. Rasa penasaran muncul, dan Ia bertanya kepada Mr Bai (dibaca Pai, artinya putih) yang hanya geleng-geleng saat ditanya jaraknya. Hanya saja dia selalu menunjukkan titik titik dimana terpasang CCTV. Dia menjelaskan karena ada CCTV itu, Polisi lalu lintas di Beijing jarang berkeliaran di jalan-jalan.
Benar saja, selama berkeliling di Kota Beijing, Didik hanya sesekali melihat Polantas yang berjaga di jalan. Itupun dilihatnya pada saat pulang di jalan dekat North Garden Hotel tempatnya menginap. Kebetulan saat itu sang Polantas sedang menilang sebuah mobil MPV yang salah parkir diatas ditrotoar. Saat “adegan” penilangan ia pun turun mendekat. Analisanya, karena di atas trotoar tidak terpantau CCTV, maka si Polantas itu menilang manual. Ditilang dengan blangko tilang yang ditulis pulpen. Sekilas mirip dengan blangko tilang di Indonesia.
Jadi rupanya di Beijing masih ada juga tilang konvensional. Sama seperti di Surabaya, ada tilang konvensional dan tilang CCTV. Didik pun mencoba lebih dekat lagi, ternyata sang sopir yang ditilang juga tampak nawar-nawar supaya tidak ditilang. Ia pun tidak paham apa yang dibicarakan. Kata Agris sang sopir mencoba nego. Namun Polantas itu menolak. “Saat ini Polantas di Beijing susah disuap. Mereka selalu menolak. Beda dengan dulu masih bisa nego,” kata Agris yang sudah empat tahun tinggal di Beijing.
Kembali ke cerita tilang CCTV, kata Bai, di Beijing disamping bisa mengindentifikasi nopol yang melanggar marka, lampu traffic juga bisa menghitung kecepatan kendaraan. “Jadi Mobil yang melanggar kecepatan pasti ketahuan karena dihitung secara otomatis dari CCTV satu ke CCTV berikutnya. Pelanggaran dapat dihitung langsungĀ  berdasarkan jarak dan waktu tempuh,” jelas Bai kepada Didik.
Potensi pelanggaran lain yang tertangkap CCTV di Beijing adalah nopol (plat nomor) genap dan ganjil. Bila ada pelanggaran yang “tertangkap” CCTV langsung tagihan dikirim ke alamat pemilik kendaraan yang terdaftar. Soal siapa yang mengendarai, itu urusan pemilik kendaraan. “Denda pelanggaran nopol genap ganjil cukup tinggi. Per jam melanggar dikenakan denda RMB 1.000 (Rp 2 juta). Bahkan kalau kedapatan sering melanggar nopolnya itu akan dicabut,” tambah Bai sembari menjelaskan kepada Didik.
Di Beijing, orang akan sangat rugi kalau nopol mobil dicabut. Maklum meski seseorang bisa beli mobil, untuk mendapatkan nopol harus daftar antri bertahun-tahun. “Tidak seperti di Indonesia, asal bisa beli mobil langsung dapat nopol. Dari penjelasan Mr. Bai, untuk denda tagihan tilang ada tagihan langsung. Kalau tetap belum bayar akan ditagih “totalan” saat bayar pajak kendaraan tiap satu tahun,” jelas Didik menirukan perkataan Mr. Bai.
Karena padatnya acara Konferensi, Didik belum sempat wawancara dengan Polantas Beijing. Karena memang susah menemui di jalanan. Maklum tidak banyak jumlahnya yang bertugas di jalanan. Perannya sudah digantikan CCTV. Diakhir perburuan tilang CCTV, Didik pun mendapat pertanyaan dari Agris, sang mahasiswi yang asli Jambi itu. “Kenapa Bapak terus mengamati tilang CCTV ? Begitu saya katakan kalau di Surabaya lagi ujicoba dia kaget. Hebat sekali Kota Surabaya,” ujarnya sambil tanya apakah Jakarta sudah ?
“Saya jawab belum. Untuk urusan lalu lintas memang Surabaya sejak dulu pionernya, pelopornya, inovatornya, pemprakarsanya. Apalagi…ya ?? Yang jelas memang warga Surabaya beruntung punya Wali Kota seperti Bu Risma, Kapolrestabes Pak Iqbal,” kelakarnya menjawab pertanyaan Agris. [abed nego]

Tags: