Berebut Kewenangan Terminal

terminal-bus-purabaya1Tidak mudah mengelola terminal moda angkutan (penumpang) darat. Banyak kepentingan berhimpitan dalam terminal bus, jarak panjang maupun jarak menengah.  Hal itu disebabkan terminal bus bisa dijadikan sebagai tambang penghasilan. Perorangan, kelompok hingga institusi pemerintah, dapat memungut penghasilan besar diterminal. Lebih lagi terminal tipe A (besar) yang padat penumpang, sering menjadi rebutan antar instansi pemerintah (pusat sampai pemerintah propinsi dan kabupaten serta kota).
Berbagai retribusi, pajak, iuran, serta berbagai ongkos lain, wajib ditunaikan oleh setiap mobil angkutan penumpang, serta calon penumpang. Juga masih terdapat areal tenant (kawasan yang disewakan) di dalam terminal. Termasuk tiket masuk (peron) terminal, serta toilet. Hanya tempat ibadah (mushalla) yang di-gratis-kan. Bahkan zaman dahulu (sampai dekade awal 1990-an, masih kacau) preman yang masuk pun harus didaftar dan membayar retribusi.
Karena identik dengan “tambang” uang, banyak pemerintah daerah (kabupaten dan kota) berlomba-lomba membangun terminal. Biasanya di setiap eks-karesidenan. Tetapi sebagian besar terminal daerah kini nampak sepi. Tidak terdapat angkutan umum (pedesaan) yang bersedia mangkal. Bahkan terminal baru tipe A yang dibangun oleh Pemerintah kota Surabaya (Tambak Oso Wilangun, TOW) pernah ditolak oleh bus trayek AKAP (Antar Kota Antar Propinsi).
Regulasi yang mengatur  angkutan (penumpang) umum, ternyata belum cukup memadai untuk menyelesaikan permasalahan sub-ordinasi yang timbul. Misalnya, sengketa antara Pemkot Surabaya dengan PO yang diwakili oleh kru armadanya. Trayek bus angkutan umum AKAP jalur pantura (Surabaya – Semarang) tak menggubris peraturan Pemkot yang me-wajib-kan mangkal dan start di  terminal TOW. Terjadi perlawanan sengit, mogok kerja selama sepekan lebih. Syukur, kondisi saat ini berangsur mulai membaik. Walau masih jauh dari memadai untuk terminal tipe A.
Terminal bus tipe A, konon akan diambil-alih kelola oleh pemerintah pusat (Kementerian Perhubungan). Tetapi sebenarnya, alih-kelola yang tidak mudah, rumit dan membutuhkan anggaran trilyunan rupiah. Setidaknya, perpindahan aset memerlukan ongkos dan pendataan sangat detil. Misalnya, berapa nilai (harga) appraisal terhadap terminal Purabaya, Bungurasih? Pasti sudah trilyunan rupiah. Itu hanya untuk satu area terminal.
Tetapi niscaya terdapat debat-able menyertai rencana alih-kelola itu. Sebab, terdapat pula amanat undang-undang yang mengatur kewenangan Pemda. Diatur dalam UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) pasal 36, dinyatakan: “Setiap Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek wajib singgah di Terminal yang sudah ditentukan, kecuali ditetapkan lain dalam izin trayek.”
Pasal inilah yang membuat penampakan terminal bus sebagai tambang uang. Dalam sehari bisa dipungut retribusi sampai ratusan juta rupiah. Tak kalah dengan jalan tol. Sedangkan otoritas sekaligus kewajiban Pemda adalah pada aspek pembangunan terminal diatur dalam pasal 17 ayat (1). Yakni, harus sesuai dengan kebutuhan lalulintas dan Angkutan jalan. Artinya, Pemerintah sudah “berdara-darah” dalam pembangunan terminal tipe A.
Yang lebih rumit adalah pengelolaan-nya. Contoh, tidak mudah mengelola terminal (tipe A) Purbaya di kota Madiun. Kondisinya sepi, terbukti dari hampir separuh toko tidak buka. Hal itu disebabkan, banyak penumpang bus jarak jauh, memilih menggunakan kendaraan pribadi (atau sewa). Sebagian penumpang memilih angkutan travel, dengan alasan keamanan dan kenyamanan. Harus diakui,  bus penumpang umum masih harus meningkatkan kenyamanan dan keamanan penumpang.
Jadi, berebut kewenangan pengelolaan terminal tipe A, sebenarnya tidak harus terjadi. Pemerintah Daerah (propinsi serta kabupaten dan kota) masih dapat menuntut ganti-rugi aset. Setelah itu juga masih dapat memungut pajak (PBB), berbagai retribusi (ganti-rugi pencemaran), serta pajak papan reklame. Toh tanggungjawab makin enteng.

                                                                                                                    ———– 000 ————

Rate this article!
Tags: