Berebut Pakan Jagung

Foto Ilustrasi

Tanaman jagung mulai berbuah. Biasanya baru akan memasuki musim panen pada awal Maret sampai April ini. Tetapi diperkirakan tidak terjadi panen raya. Bukan karena paceklik terkena hama. Melainkan telah dipanen lebih dini sebagai tebon. Pohon jagung dengan tungkal ranum, konon sangat baik sebagai pakan ternak. Dus akan terjadi kelangkaan pipil jagung tua yang biasa dikonsumsi ayam. Menyebabkan ayam pedaging maupun petelur kekurangan pakan.
Jagung menjadi (pakan) rebutan. Menyebabkan harganya melonjak menjadi Rp 6.000,- per-kilogram. Ini harga tertinggi sejak April 2016. Harga jagung mulai merambat naik sejak awal tahgun 2018. Disebabkan terdapat “konsumen” baru. Yakni peternak sapi pedaging. Terutama peternakan berskala besar. Tempatnya di sentra peternakan ayam pula. Antara lain di Blitar (Jawa Timur) sebagai sentra ternak ayam (pedaging maupun petelur).
Jagung bagai primadona yang diperebutkan peternak sapi versus peternak ayam. Keduanya meng-konsumsi dengan model berbeda. Sapi, menginginkan jagung (batang pohon dan tungkal jagung muda). Sedangkan ayam, meng-ingin-kan jagung pipilan kering yang telah cukup usia. Selain itu, jagung pipilan kering sejak lama pula menjadi bahan pangan utama terpenting setelah beras. Perhitungan konsumsi jagung selama ini hanya memperhitungkan sebagai pakan ayam, dan konsumsi manusia. Jumlah kebutuhannya mencapai 21 juta ton.
Sebenarnya swasembada jagung selalu bisa terpenuhi. Bahkan panen tahun 2016 menghasilkan 24 juta ton. Itu hasil panen terbaik, sekaligus menyebabkan harga jagung jeblok. Sehingga petani enggan menanam jagung, berganti palawija lain. Panen jagung merosot tajam. Kebutuhan jagung terancam tidak tercukupi. Bersamaan dengan itu, sejak akhir tahun 2017, budidaya ternak sapi pedaging turut hadir sebagai konsumen pemakan jagung ranum.
Kebutuhannya ternak sapi tidak dapat dipastikan. Karena yang dikonsumsi bukan hanya jagung ranum-nya. Melainkan sekaligus batang dan daun. Kebutuhan ternak kini menjadi prioritas petani jagung. Karena hanya butuh waktu sekitar 2 bulan, tanaman sudah ditebang. Musim tanam jagung bisa dilakukan dua kali. Hanya untuk pakan sapi. Sedangkan kebutuhan pakan ayam tidak dapat dicukupi.
Kawasan sentra jagung akan mulai panen pada Maret hingga April tahun (2019) ini. Tanaman jagung tersebar di 18 propinsi. Hasilnya ditaksir sebanyak 10 juta ton. Masih jauh dari kebutuhan nasional. Itu yang menyebabkan pemerintah ancang-ancang menambah kuota impor jagung sebanyak 30 ribu ton. Namun diperkirakan masih terjadi kekurangan suplai. Harga jagung akan melonjak. Kenaikan harga jagung, niscaya akan mempengaruhi ongkos ternak ayam.
Ujung-ujungnya, harga daging akan turut melonjak. Harga telur ayam turut terdongkrak. Padahal daging ayam dan telur, saat ini menjadi menu makanan paling favorit. HET (Harga Eceran Tertinggi) daging ayam berkisar antara Rp 18 ribu hingga Rp 19 ribu di tingkat peternak. Harga di pasar trandisional mencapai Rp 30 ribu per-kilogram. Kebutuhan daging ayam nasional per-tahun mencapai 3,12 juta ton. Sedangkan hasil produksi peternak bisa mencapai 385 ribu ton per-pekan.
Terjadi kelebihan pasokan sampai 400%, menjadi potensi ekspor ke negara tetangga terdekat. Begitu pula telur ayam, biasa melebihi kebutuhan nasional sebanyak 200 ribu ton per-bulan. Sedangkan produk nasional biasa mencapai 350 ribu ton. Saat ini HET telur sekitar Rp 15.000,- per-kilogram di tingkat peternak, di pasar tradisional mencapai Rp 21.000,-.
Pemerintah hanya perlu menjaga equilibrium (keseimbangan) daging ayam dan telur. Diantaranya kecukupan penyediaan pakan (jagung), serta kemungkinan pakan pendamping. Usaha ternak ayam maupun sapi, patut dilindungi sebagai penyokong perekonomian skala kecil dan menengah.

——— 000 ———

Rate this article!
Berebut Pakan Jagung,5 / 5 ( 1votes )
Tags: