Berfilsafat dengan Bahagia

Judul : Relasionalitas, Filsafat Fondasi Interpretasi
Penulis : FX Armada Riyanto, CM
Tahun : 2018
Penerbit : Kanisius
Tebal : xi + 405 halaman
ISBN : 978-979-21-5748-2
Peresensi : Rio F. Rachman
Dosen IAI Syarifuddin Lumajang, mahasiswa Pascasarjana FISIP Unair

Bagi sebagian kalangan pemeluk agama samawi, filsafat dianggap menyesatkan. Memang, tidak semua orang beragama tadi berpendapat demikian. Namun, mereka yang bilang kalau filsafat bisa menjebak, karena karakteristiknya yang kritis, mempertanyakan kemapanan, biasanya takut kalau pemikiran-pemikiran mendalam justru menggoyang keyakinan.
Faktanya, banyak ahli filsafat yang justru memiliki keimanan mengristal. Sebut saja, Al Ghazali. Lagi-lagi, sebagian orang seagama dengannya, ada pula yang menganggap ulama Islam ini akidahnya bermasalah. Tapi paling tidak, berbeda dengan Nietczhe, Marx, atau sebagian filsuf klasik maupun kontemporer lainnya, dia tidak pernah memersoalan eksistensi Tuhan. Baginya, Tuhan itu mutlak dan tak bisa ditawar sejengkal pun.
Di agama Katholik pun dikenal banyak para filsuf. Sebut saja, Thomas Aquinas daigenerasi klasik dan Josef Seifert dari generasi kekinian. Tradisi berpikir kritis di agama ini, terus berlangsung hingga sekarang. Tak mengherankan bila banyak ahli filsafat beragama Katholik, yang di antaranya juga berasal dari Indonesia. Sebagai contoh, penulis buku Relasionalitas, Filsat Fondasi Interpretasi, Prof. FX. Armada Riyanto, CM, dari Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang.
Melalui buku ini, juga lewat buku-buku sebelumnya semisal Menjadi-Mencintai (2013), Armada berupaya mengenalkan Filsafat sebagai materi yang bisa dipelajari oleh siapa saja. Filsafat adalah hal yang berkenaan dengan kehidupan sehari-sehari. Dalam buku ini, Armada mengungkap relasi dan konektifitas antara manusia, teks dan atau wacana, liyan atau pihak lain di luar diri subjek, serta fenomena yang terjadi di sekeliling.
Yang patut digarisbawahi adalah naluri manusia untuk menjalin relasi positif atau bersahabat. Persahabatan adalah tonggak untuk menciptakan perdamaian, walaupun di dalam relasi itu pasti terdapat perbedaan-perbedaan pandangan. Hubungan baik antara sesama manusia adalah kunci berpikir solutif. Tanpa interaksi saling memahami, kata Thomas Hobbes, yang terjadi adalah bellum omnium contra omnes atau perang semua melawan semua (halaman 26).
Manusia tidak pernah lepas dari interpetasi dirinya terhadap teks, pihak lain, dan fenomena yang terjadi. Sebagai mahluk yang dikaruniai akal, manusia mesti bernalar secara sehat. Berhubungan dengan preposisi itu, pada halaman 131, Armada mengutip sebuah Folkore Tiongkok yang konon dipopulerkan Lao Tzu (551-479 BC).
Kisahnya tentang seorang kakek yang tidak berkenan menjual kuda kesayangannya pada Raja. Banyak tetangga mencibir, namun kakek renta bersikukuh pada pendiriannya. Setelah penolakan itu, ada banyak kejadian menimpa. Salah satunya, momen ketika putera kakek tua itu terjatuh dari kuda dan mengalami cacat. Para tetangga menginterpretasikan kejadian itu sebagai kemalangan. Sementara, kakek tua mencoba berprasangka baik serta tidak mau berpersepsi mendahului takdir.
Hingga suatu hari, semua pemuda diperintahkan Raja ikut berperang, kecuali yang sakit atau cacat. Artinya, anak kakek itu tidak diperkenankan ikut berperang. Demikianlah pelajaran yang bisa disesap, bahwa ada baiknya menahan diri dari prasangka buruk. Makna demi makna di balik tiap fenomena, selalu merupakan misteri, yang pada saatnya, bisa memberikan hikmah kehidupan.
Apa yang dilakukan Armada melalui buku-buku dan ceramah-ceramahnya, tentu bukan upaya menyederhanakan filsafat agar gampang dipahami publik. Sebab, sejak awal kelahirannya, filsafat adalah konsep yang rumit dan “radikal”. Guru Besar yang meraih gelar doktor dari Universitas Gregoriana Roma ini sekadar ingin menyampaikan keluasan cakupan filsafat. Sehingga, orang-orang tidak lagi menganggapnya sebagai sesuatu yang eksklusif dan “membahayakan”.
Berfilsafat dapat dilakukan dengan bahagia. Tanpa harus bingung karena pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab. Pada bagian lain, dengan membangun lingkungan, relasi, dan sudut pandang positif dalam kehidupan, puncak kebahagiaan dapat diraih. Memahami arti penting relasionalitas seperti yang diungkapkan tadi, adalah bagian dari usaha berfilsafat dalam hidup.
Langkah Armada ini agaknya mirip dengan apa yang dilakukan HAMKA tatkala menulis buku Tasauf Modern (awal terbit 1937 dan terus dicetak ulang). Dalam buku tersebut, sastrawan asal Sumatera Barat ini menjelaskan bahwa tasauf bukanlah monopoli kelompok tariqat tertentu, ataupun murid-murid dari sufi-sufi tertentu. Memaknai tasauf tidak boleh secara sempit, karena pokok tasauf itu adalah membersihkan hati.
Dalam buku tersebut, HAMKA menerangkan kalau relasi yang baik antar sesama merupakan jalan yang dapat ditapaki untuk mensucikan hati. Dengan hubungan baik pada elemen-elemen di sekitar, kebahagiaan hidup akan tumbuh. Tentu dengan tetap meyakini, kepada Tuhan jua manusia kembali.
Relasionalitas, Filsafat Fondasi Interpretasi, meskipun memakai bahasa yang lugas, tetap memerlukan kontemplasi untuk meresapinya. Selain pas buat mereka yang ingin mengenal lapisan demi lapisan tentang filsafat, cocok pula bagi pembelajar ilmu sosial. Khususnya, penyuka teori dan metode fenomenologi.

———— *** ————-

Rate this article!
Tags: