Bergelut Bersama di Lingkungan Sampah

Bahrul Amig menikmati sedapnya sampah di TPST

Kab.Sidoarjo, Bhirawa
Volume sampah yang diproduksi masyarakat Sidoarjo kian menggunung. Tingginya urbanisasi mencapai 6% per tahun ikut menyumbang tingginya sampah menjadi 1.500 ton per hari.
Berbagai upaya dilakukan Pemkab Sidoarjo untuk mengatasi sampah sebelum sampah menjadi krisis yang mengkuatirkan. Seperti membangun sanitary landfill di TPA Jabon, yang dibantu pemerintah pusat Rp200 miliar. Pemkab Sidoarjo mengupayakan lahan 20 hektar sebagai prasyarat menerima bantuan itu. Sementara ada tawaran menarik dari pemerintah Cina akan menjadikan sampai menjadi tenaga listrik. Listrik yang dihasilkan nanti dijual ke PLN. Namun kerjasama dalam bentuk seperti ini memerlukan kajian hukum.
Sampah sebenarnya bisa dilumatkan dengan teknologi sederhana seperti yang sudah dilakukan Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Sidoarjo, SKPD ini mengembangkan TPST (Tempat Pembungan Sampah terpadu) kawasan di delapan lokasi diantaranya di Desa Banjarbendo dan Lingkar Timur, Kota Sidoarjo. Desa Tambak Rejo, Waru serta di Taman. Seterusnya menjalar di desa lain dengan target 1 kecamatan 1 TPST.
Mesin pemilah dan pencacah sampah ini tidak bisa dipandang remeh, satu mesin saja bisa mendaur ulang 30 ton per hari. Dengan memiliki 10 TPST setidaknya dapat menyelesaikan 300 ton sampah masyarakat. Keuntunghan lain satu TPST memberikan lapangan kerja 38 orang. ”Setiap orang dapat mengantongi Rp 140 ribu per hari,” ujar Kepala Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Sidoarjo, Bahrul Amig.
Ia selau komunikati dengan pembuang sampah, mengajak dialog, dan memperlakukan mereka secara humanis, dan mau bergaul di tengah sampah untu merasakan bersama-sama bagaimana hidup dan bekerja di lingkungan sampah.
Uang itu diperoleh dari daur ulang yang sudah ada pembelinya. Di Kec Waru dengan penduduk terbanyak di Sidoarjo, saat ini baru mengatasi pengolahan sampah di bagian timur Waru. Terdapat 25 ribu penduduk yang sampahnya bisa diatasi TPST Tambak Rejo. Ia mengharapkan masyarakat ikut mendukung program ini, karena selain memberi nilai tambah bagi pekerja lepas pembuang sampah juga tidak terjadi penumpukan sampah terlalu lama.
Bila setiap KK menyumbang iuran sampah Rp5 ribu per bulan. Menurutnya, bisa memotivasi pembuang sampah untuk bekerja lebih baik. Paradigma yang keliru bila sampah menjadi tanggungjawab pemerintah. Sebenarnya sampah menjadi tanggungjawab bersama, semisal warga membuang sampah di tempat yang benar saja itu sudah akan membantu.
Tidak membuang popok atau pampres di sungai, atau jangan membuang sampah di tempat yang tidak semestinya. Kesadaran masyarakat sangat dibutuhkan agar sampah tidak menjadi masalah di kemudian hari,” tandas Amig.
Amig tidak berhenti memupuk pekerja lepasnya untuk bekerja maksimal membersihkan sampah. Satu hal yang diimpikan memperbanyak TPST kawasan. Mumpung gairah desa dan masyarakat untuk mengolah sampah di TPST begitu tinggi. ”Saya akan membangun TPST di banyak kawasan bila ada uangnya,” sentilnya.
Dengan target bila 30% saja sampah Sidoarjo bisa diolah di TPST, maka akan banyak membantu pemanfaatan ruang di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah Jabon. [hds]

Rate this article!
Tags: