Berharap Dana Talangan Kemenkeu Cair

Petugas BPJS memberikan pelayanan kepada anggota BPJS yang membutuhkan informasi dan melakukan pengurusan terkait keanggotaan BPJS. [ rokim/bhirawa]

Utang BPJS Kesehatan ke RS Jatim Capai Rp2,7 Triliun
Pemprov, Bhirawa
Tanggungan utang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terhadap rumah sakit (RS) di Jatim telah mencapai angka yang cukup tinggi, yakni Rp 2,7 tiriliun. Hal ini dikhawatirkan akan menggangu kondisi cash flow rumah sakit karena penundaan pembayaran telah memasuki waktu yang cukup lama.
Terkait persoalan tersebut, perwakilan Deputi BPJS Wilayah Jatim meminta bantuan kepada Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa untuk melobi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar segera mencairkan dana talangan.
Deputi Direktur BPJS Kesehatan Wilayah Jatim Handaryo mengungkapkan, kondisi utang BPJS hingga awal Oktober ini telah mencapai Rp2,7 triliun. Umur utang itu telah lebih dari dua bulan, atau jalan ke bulan ketiga.
Kondisi ini diakuinya sangat krisis untuk operasional rumah sakit. Sebab, kalau tiga bulan tidak terbayarkan biasanya kondisi cash flow-nya sangat terganggu. Kalau kondisi cash flow terganggu, otomatis akan membuat kondusifitas manajemen di dalam RS juga bisa terganggu.
“Makanya kami sampaikan kepada bu gubernur bagaimana supaya mendorong pemerintah pusat terutama melalui kementerian keuangan supaya bisa segera mencairkan dana talangannya. Supaya keterlambatan pembayaran rumah sakit ini bisa teratasi dengan cepat,” tutur Handaryo usai bertemu dengan Gubernur Jatim di Gedung Negara Grahadi, Rabu (9/10).
Handaryo mengakui, pengelolaan dana BPJS masih tersentral di pusat, sehingga, nafas BPJS sangat tergantung dengan iuran dan dana talangan Pemerintah. Kenapa pakai dana talangan Pemerintah? Karena iuran BPJS belum memenuhi hitungan Aktuaria. Makanya perlu ditambah dengan dana talangan.
“Ibaratnya kalau kita rumah tangga, penghasilannya berapa, pengeluarannya berapa. Nah kita (BPJS) kan itungannya, pengeluaran dibandingkan dengan penghasilan masih tidak sama. Lebih besar pengeluaran. Di BPJS istilahnya miss match,” ujar dia. Besaran iuran yang diterima, lanjut Handaryo, masih belum sebesar hitungan benefit yang diberikan kepada peserta,” ungkap dia.
Merespon masalah itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menuturkan, BPJS telah mengeluarkan surat edaran tentang adanya penundaan pembayaran rumah sakit. Hal ini oleh Gubernur Khofifah, sebenarnya telah dikomunikasikan ini dengan Wakil Menteri Keuangan hingga dua kali. Secara khusus Khofifah datang ke Jakarta dengan membawa data-data rumah sakit di Jatim yang bekerjasama dengan BPJS.
“Harapan kita adalah dari yang sekarang dihadapi rumah sakit-rumah sakit yang membangun kerjasama dengan BPJS Ini kan ada yang tinggal 3 bulan, ada yang 2 bulan. Memang mereka harus mendapatkan support yang sudah terverifikasi agar segera bisa terbayarkan,” tutur Khofifah.
Dalam komunikasi dengan Wamenkeu, Khofifah mengakui bahwa anggarannya saat ini telah ada di kementerian keuangan. Peraturan Menteri Keuangan juga siap dan tinggal menunggu Perpres-nya. Jadi ini menjadi penting untuk bisa memberikan rasa aman bahwa rumah sakit harus bisa tetap melayani pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya.
Selain itu, supaya mereka juga punya kekuatan untuk bisa menghitung kembali secara finansial bahwa dari keterlambatan yang terjadi pada pembayaran di beberapa rumah sakit akan bisa segera terealisasi. “Tahun lalu kalau keterlambatan pembayaran paling 10 hari. Nah kalau keterlambatan sampai 2 bulan ini akan mengganggu cash flow rumah sakit ini yang sedang kita bahas bersama. Bahwa karena saya sendiri yang ke wamenkeu bahwa PMK-nya siap dan uangnya juga siap,” ungkap dia.
Sehingga, lanjut Khofifah, kecepatan untuk bisa mendistribusikan uang ke masing-masing rumah sakit yang ada di Mitra BPJS ini menjadi penting. “Makanya para dirut juga hadir dan kepala dinas kesehatan juga hadir. Percepatan pembayaran ini dibutuhkan dan kita sudah mengupayakan itu,” pungkas Khofifah. [tam]

Rate this article!
Tags: