Berharap Desentralisasi UN Libatkan PTN

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Rasiyo: Manfaatkan IT untuk Atasi Kebocoran Soal
Surabaya, Bhirawa
Wacana desentralisasi Ujian Nasional (UN) diharap bisa menjadi pintu masuk bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) untuk terlibat di dalamnya. Hal ini bertujuan agar hasil ujian sekolah tetap kredibel dan dapat digunakan sebagai komponen penggantin UN dalam Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Rektor Universitas Airlangga (Unair) Prof M Nasih menjelaskan selama ini komponen UN masih menjadi pertimbangan dalam SNMPTN. Berapa porsinya? Sepenuhnya itu tergantung rektor masing-masing PTN. “Kalau di Unair tetap kita gunakan sebagai dasar indeks sekolah. Indeks tersebut dibuat atas dasar integritas sekolah dan rata-rata hasil UN siswanya,” kata Nasih saat dikonfirmasi, Rabu (30/11).
Nasih mengungkapkan, proses belajar mengajar tetap harus memiliki alat evaluasi. Kalau tidak digelar secara nasional, maka itu bisa dilaksanakan di tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota yang sesuai kewenangannya. “Prinsipnya sepanjang PT dilibatkan, maka itu menjadi modal kepercayaan bagi kami. Karena kami adalah user bagi lulusan SMA/SMK,” terang dia.
Keterlibatan ini, lanjut Nasih, sebelumnya juga sudah disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI Muhadjir Effendi. Hanya saja, porsi keterlibatannya yang masih perlu dibicarakan bersama. Apakah sebagai pengawas seperti beberapa tahun lalu atau ikut terlibat dalam pembuatan soal ujian. Selain menambah kepercayaan PTN, hasil ujian juga bisa menjadi bahan penelitian untuk pengembangan di suatu daerah. “Selama ini nilai UN kan juga tidak sepenuhnya bisa dipercaya. Tiba-tiba kita tahu di koran ada kebocoran. Waktu kita di lapangan (pengawas independen) juga melihat sendiri hal itu,” terang dia.
Terkait SNMPTN 2017, Nasih mengaku prosesnya baru akan diluncurkan 10 Januari mendatang. Sebagai pertimbangan, pihaknya masih bisa menggunakan hasil UN 2016 untuk mengukur indeks sekolahnya.
Hal senada juga diungkapkan Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Prof Abd A’la. Pihaknya mengaku, selama ini UN cukup memiliki peranan dalam penentuan jalur masuk SNMPTN ataupun seleksi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). “Kami harus rapatkan dulu. Bahkan juga perlu komunikasi dan diskusi dengan para rektor. Tidak bisa tergesa-gesa. Ini menyangkut nasib anak-anak dan bangsa di masa depan,”lanjutnya.
Sementara itu, Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN)  Veteran Jatim Prof  Teguh Soedarto menandaskan, moratorium UN belum dipastikan berujung pada ada dan tidaknya dalam SNMPTN. “Soal moratorium UN juga masih dikaji. Belum ada keputusan jalan atau tidak. Sebenarnya UN tetap perlu ada cuma sistemnya yang dibenahi. Bagaimana caranya supaya tidak ada kebocoran, tidak ada keresahan masyarakat,” tegas Teguh.
Soal UN, kata Teguh, kemampuan (siswa) antar daerah berbeda. Apabila kualitas soal UN sama, ada daerah yang tidak bisa mengikuti. Lain kalau standardisasi soal sama, kisi-kisi soal sama maka diperlukan komitmen UN terlaksana dengan baik dan tidak ada kebocoran, tidak ada joki, murni dikerjakan siswa. “Hasil UN sebenarnya untuk acuan sekolah untuk mengejar ketertinggalan. Sekolah yang tertinggal harus dikirim guru dari sekolah berkualitas,” pungkas Teguh.
Terpisah, Mantan Mendikbud M Nuh bereaksi atas rencana pemerintah menghapus pelaksanaan UN. “Monggo saja, terserah pengambil kebijakan yang penting rasionalitas. Terserah untuk menghentikan atau melanjutkan UN. Kelulusan tidak bisa berdasar ada atau tidak adanya UN. Saya berprinsip yang namanya ujian harus diberlakukan pada siapapun yang mau lulus pada setiap jenjangnya,” kata Nuh.
Menurut Nuh, jika ujian tidak untuk syarat kelulusan, namanya bukan ujian melainkan latihan atau pemetaan. Nuh mengingatkan bahwa kelulusan bersifat personal. Yang dinilai kompetensi siswa secara perseorangan, bukan berkelompok.

Manfaatkan Teknologi Informasi
Penasihat Forum Peduli Pendidikan Jatim Dr H Rasiyo MSi mengusulkan agar UN tetap dilaksanakan dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk mendukung kesuksesan UN.
“Keputusan nanti tetap ada di rapat kabinet yang dipimpin Presiden (Joko Widodo). Tapi kita sebagai masyarakat tentu punya harapan dan masukan. Daripada UN dihapus, lebih baik tetap dilaksanakan dengan perbaikan-perbaikan. Salah satunya memanfaatkan teknologi informasi dalam pelaksanaan UN itu,” kata Rasiyo dikonfirmasi, Rabu (30/11).
Menurut mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jatim ini, pemanfaatan teknologi dalam ujian bisa menghindari isu kecurangan atau kebocoran soal yang setiap kali ada UN selalu muncul. Apalagi, perangkat teknologi informasi seperti komputer bagi sekolah dan anak-anak bukan barang yang istimewa atau langka.
“Saran saya, lebih baik menggunakan komputer saat UN. Seperti pelaksanaan ujian tes CPNS yang menggunakan CAT (Computer Assisted Test) itu bisa menghindari kebocoran. Nanti tinggal dibantu sarana dan prasarananya dari pemerintah. Memang untuk meningkatkan kemampuan itu harus dipaksa dan didorong. Kalau tidak, akan seenaknya,” ungkapnya.
Rasiyo menuturkan semua hal jika tidak ada standardisasinya akan sulit. Termasuk di dalam standardisasi pendidikan yakni dengan kelulusan. “Kelulusan sekolah itu ya harus terstandardisasi. Tidak boleh melakukan kelulusan sendiri-sendiri. Walaupun itu sudah menjadi tugas guru, tapi harus tetap ada standardisasinya. Standardisasi itu bisa lewat UN,” katanya.
Untuk itu, lanjutnya, seandainya UN diserahkan ke provinsi, harus tetap ada standardisasi yang dibuat Badan Standardisasi Pendidikan Nasional. Kemudian standar itu diserahkan kepada sekolah untuk dilaksanakan sebaik mungkin.
“Pada saat ini pemerintah menunggu sarana dan prasarana semua sekolah memadahi. Saya kira membutuhkan waktu  cukup lama. Sebab lembaga pendidikan itu jumlahnya tidak hanya ribuan, tapi jutaan,” kata mantan Sekdaprov Jatim ini.
Terkait rencana Mendikbud ini, Rasiyo mengatakan, semua kebijakan lama yang baik seharusnya tidak boleh diputus begitu saja. Jika kebijakan itu bagus, seharusnya bisa dilaksanakan dengan melakukan perbaikan-perbaikan. “Jika penghapusan UN itu ditinjau dari segi anggaran juga repot. Provinsi tidak mungkin bisa melaksanakan karena keterbatasan anggaran,” tuturnya. [tam,iib]

Tags: