Beri Pendampingan Anak Pelaku Peledakan Gereja

Surabaya, Bhirawa
Peristiwa pegeboman yang terjadi di tiga titik lokasi gereja di Surabaya, antara lain Gereja Santa Maria Tak Bercela, Gereja Pentakosta dan GKI Jalan Diponegoro membawa dampak besar tidak hanya rasa trauma dan kekhawatiran bagi masyarakat Surabaya melainkan juga anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah. Terlebih lagi baik korban maupun pelaku pengeboman yang menyangkut usia anak-anak. Hal tersebut mendapat komentar dari Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) Muhadjir Effendi yang mengatakan jika keikutsertaan anak-anak dalam melakukan pengeboman di tiga gereja tersebut merupakan korban dari ’doktrin’ dan didikan orang tua yang salah. Mengingat, keempat anak pelaku yang masih duduk di bangku sekolah.
Salah satu sekolah swasta di Kecamatan Gubeng membenarkan jika dua dari empat siswa tersebut merupakan siswanya.
“Ya benar, keduanya merupakan siswa kami yang masih tercatat sebagai siswa aktif kelas 2 dan kelas 6” ungkap juru bicara sekolah swasta yang berinisial HR.
Lebih lanjut, ia mengakui jika kedua siswanya merupakan korban dari proses didikan yang salah yang diberikan oleh kedua orangtuanya. Selain itu, ia menilai beredarnya foto pelaku pengeboman satu keluarga juga menjadi tamparan bagi pihak sekolah, mengingat kedua siswa mempunyai lingkungan pertemanan yang masih dalam proses perkembangan.
“Yang kami khawatirkan, tersebarnya foto-foto ini nantinya bisa memberikan beban psikologis pada anak-anak yang melihat dan mengenal. Karena mereka juga masih dalam proses perkembangan ya mbak” tutur HR secara eksklusif pada Bhirawa (14/5).
Untuk menjaga hal tersebut tidak terjadi, lanjut dia, pihaknya bekerjasama dengan komite sekolah yang akan memberikan pendampingan khusus kepada siswa kelas 2 dan 6 yang masih berada dalam lingkungan pertemanan FS dan PR.
“Kebetulan dari komite sekolah ada yang berprofesi sebagai psikolog. Alhamdulillah wali murid bersangkutan bersedia dan berniat membantu sekolah dalam mengembalikan dunia anak-anak yang menyangkut suasana hati dan pikiran dalam perkembangan anak-anak” Urai HR.
Sementara itu, psikolog anak sekaligus komite sekola Wenika menuturkan jika sebagai wali murid pihaknya merasa terkejut, khawatir dan was-was atas kejadian yang juga melibatkan teman sebaya anaknya. Dalam proses pendampingan psikologis nantinya, Wenika memaparkan jika pihaknya tidak hanya mendampingi siswa melainkan juga mendampingi pihak wali murid terkait stigma buruk yang beredar.
“Jangan sampai kita perlihatkan rasa takut kepada anak-anak. Kita redam perasaan itu. kita himbau wali murid untuk tetap tenang agar tidak terpengaruh berita apapun yang berkembang saat ini” ulasnya.
Dari komite sekolah sendiri, tambah dia, pihaknya menegaskan jika seluruh wali murid harus saling merangkul, saling menguatkan, saling mendukung, saling mengingatkan dan menghimbau agar anak-anak bisa dijauhkan dari hal-hal yang nantinya akan mempengaruhi psikis mereka.
“Kejadian seperti ini tidak langsung berdampak, melainkan bertahap dampaknya bisa dirasakan. Sehingga kami bekerjasama dengan pihak sekolah untuk menguatkan mental anak-anak dalam mengahadapi masalah ini dengan baik” pungkasnya. [ina]

Tags: