Beri Pendidikan Seksual Lewat Game Berbasis Augmented Reality

bantu beri pendidikan seksual lada anak di sekolah dasar, Tim XEGA buat inovasi game berbasis Augmented Reality.

Surabaya, Bhirawa
Kasus pelecehan seksual masih banyak terjadi di lingkungan masyarakat. Hal ini dibarengi dengan rendahnya pendidikan seksual sejak dini yang masih dianggap tabuh untuk diajarkan. Menghadapi persoalan itu, Tim Bramunastya Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengembangkan sebuah inovasi berupa 3D modeled game untuk meningkatkan kesadaran anak sekolah dasar (SD) akan pentingnya edukasi seksual.
Para mahasiswa ini, Aqilla Suci Fattimatuz Haya, Muhammad Adrian Fadhilah, Rendy Ichsan Hanif, Rizki Amrizal, dan Hammam Dyahurrahman Yusdin, yang membuat karya inovasi Sex Education Game (XEGA). Kelimanya dari Departemen Teknik Sistem dan Industri ITS ini mengembangkan permainan mereka dengan memanfaatkan Microsoft Kodu Game Lab sebagai basis pengembangannya.
Salah satu anggota tim, Aqilla Suci Fattimatuz Haya menjelaskan, alasan mereka memilih mengembangkan permainan dengan model Tiga Dimensi (3D) karena selama ini media yang menyediakan layanan serupa, umumnya dari segi grafis masih menggunakan model dua dimensi dan sangat text oriented.
“Dari survey yang dilakukan, 68% dari seluruh responden percaya bahwa game lebih dipilih oleh anak – anak daripada video atau teks,” jelas Aqilla.
Menariknya, permainan ini gratis dan bisa diakses oleh siapa saja. Untuk memainkannya, hanya diperlukan laptop atau komputer, serta Microsoft Kodu Game Lab yang ter-install di dalamnya.
“Di XEGA nanti, cerita dimulai di sebuah kota bernama Majapahit. Di awal permainan, pemain akan mendapatkan nama karakter mereka, Kartono atau Kartini, sesuai dengan jenis kelamin mereka,” jelasnya.
Agar bisa memenangkan permainan, tambah dia, pemain harus menyelesaikan tiga misi utama yang tesedia. Setiap misi disesuaikan dengan jenjang kesulitan mulai dari yang termudah.
“Di misi pertama, pemain akan diminta untuk mengenali diri mereka dan diuji apakah mereka bisa membedakan antara laki – laki dan perempuan,” ujar mahasiswa angkatan 2018 ini.
Setelah berhasil di misi pertama, pemain harus berpindah ke salah satu lokasi ramai di Kota Majapahit. Di sini, pemain dipertemukan beberapa orang tak dikenal yang berusaha untuk memegang daerah privasi karakter pemain. Jika hal ini terjadi, karakter pemain harus berteriak meminta tolong ke keramaian agar dapat lolos ke misi berikutnya.
“Di misi terakhir, pemain diminta untuk menyelesaikan sebuah maze dengan tujuan melarikan diri dari orang jahat. Misi ini adalah misi yang paling susah,” kata Aqilla.
Semenjak Agustus 2020, XEGA sudah mengalami banyak pengembangan hingga yang terakhir adalah pengintegrasian XEGA dengan augmented reality. Hingga akhirnya, XEGA berhasil menyabet medali emas pada ajang kompetisi paper internasional ASEAN Innovative Science Environmental and Entrepreneur Fair (AISEEF) 2021 yang diadakan oleh Indonesian Young Scientist Association (IYSA) pada 18 hingga 22 Februari lalu setelah mengalahkan hampir 450 tim dari 20 negara lainnya.
Setelah memenangkan perlombaan ini, Aqilla dan tim berharap XEGA dapat dimainkan khalayak luas khususnya anak – anak bersama orang tua mereka agar lebih sadar akan pentingnya edukasi seksual.
“Saat ini, satu – satunya batasan yang membuat mimpi kami belum menjadi nyata, karena belum semua anak memiliki akses ke teknologi yang dibutuhkan untuk mengoperasikan XEGA,” pungkasnya. [ina]

Tags: