Berislam Secara Moderat

Judul : Islam Jalan Tengah
Penulis : Dr. Yusuf Qardhawi
Penerbit : Penerbit Mizan
Cetakan : Pertama, 2017
Tebal : 252 halaman
ISBN : 978-602-441-034-6
Peresensi : Ridwan Nurochman

Mungkin sebagian dari Anda masih ingat peristiwa yang terjadi di Amerika pada tanggal 11 September 2001 yang lalu. Berita yang beredar menyatakan bahwa yang melakukan penyerangan tersebut adalah jaringan teroris muslim Al-Qaeda pimpinan Osama Bin Laden. Semenjak peristiwa tersebut, hampir sebagian besar warga Amerika menjadi berseteru dengan warga muslim yang sebenarnya tidak bersalah. Meski peristiwa telah berlalu sekian tahun lalu, namun duka yang melanda warga Amerika masih terasa hingga sekarang. Sejak peristiwa itu warga Amerika mengalami ketakutan terhadap umat muslim.
Stereotip Islam yang mengajarkan kekerasan tumbuh subur di Barat, terlebih Amerika. Untuk mematahkan stereotip tersebut, Syekh Yusuf Qardhawi berupaya memperkenalkan ajaran Islam yang toleran dan penuh kedamaian kepada dunia Barat. Salah satu upaya Syekh Qardhawi adalah melalui buku yang bejudul Islam Jalan Tengah. Islam adalah jalan tengah dalam segala hal, baik dalam konsep, akidah, ibadah, perilaku, hubungan dengan sesama manusia maupun dalam perundang-undangan. Ini yang dimaksud oleh Allah Swt “jalan yang lurus” , yaitu jalan yang membedakan bagi para pemeluk agama dengan “mereka yang dimurkai Allah Swt”. Sikap tengah (moderat) adalah salah satu ciri khas Islam.
Di dalam buku ini Yusuf Qardhawi menjelaskan beberapa tanda sikap dan perilaku yang berlebihan dalam beragama yang ditunjukkan umat, sehingga menimbulkan perbedaan pendapat. Fanatisme dalam beragama adalah tanda yang paling mencolok menurut penulis. Kebekuan seseorang yang bersikeras atas suatu paham-paham dengan cara demikian ketatnya, tidak membuka peluang untuk berdiskusi dengan orang lain.
Di antara mereka terdapat pula yang mengemukakan beberapa pendapat dan penafsiran sangat ganjil mengenai ajaran Allah Swt. “Dia tidak peduli bahwa penafsirannya itu bertentangan dengan buah pikiran semua ulama terdahulu dan terkemudian, di masa lalu ataupun di masa kini. Sebab, menurut anggapannya, kepalanya (otaknya) sama dengan kepala Abu Bakar, Umar, Ali dan Ibn Abbas (radhiallâhu ‘anhum)” (hal.40)
Inilah fanatisme yang amat dibenci, yang hanya mengakui diri sendiri sementara menafikan dan menolak orang lain. Orang yang bersikap seperti itu seolah-olah berkata kepada Anda: “Adalah hakku untuk berbicara dan kewajibanmu untuk mendengarkan. Hakku untuk menetapkan sesuatu, dan kewajibanmu untuk mengikuti. Pendapatku benar dan tidak mengandung kesalahan, sedangkan pendapatmu salah melulu dan tidak mengadung kebenaran.”
Selain itu, masih ada tanda sikap berlebihan dalam beragama, yakni senantiasa mengaharuskan dan mewajibkan sesuatu yang sebenarnya tidak wajib. Padahal Allah Swt tidak pernah mewajibkan itu atas mereka. “Sesungguhnya Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran” (QS Al-Baqarah 2:185)
Namun tanda lain tentang sikap berlebihan dalam beragama yang paling berbahaya adalah mudahnya terjerumus dalam jurang pengafiran. Sikap ekstrem akan mencapai puncaknya ketika orang menggugurkan hak kehormatan orang lain, menghalalkan jiwa dan harta mereka bahkan menuduh orang lain telah keluar dari Islam. Seperti itulah yang telah terjadi pada diri kaum Khawarij pada masa permulaan Islam. “Mereka membaca Al-Quran, tetapi bacaanya tidak melampui kerongkongan mereka, demikian sabda Nabi” (hal.55)
Orang menjadi ekstrem dalam beragama tentu ada faktor penyebabnya, tidak mungkin tanpa faktor. Yusuf Qardhawi dalam buku ini juga memaparkan faktor apa saja yang menyebabkan seseorang atau sekelompok orang bisa menjadi ekstrem. Faktor-faktor itu bisa bersifat keagamaan, politis, ekonomis, sosial, psikologis, rasional dan ada yang bersifat gabungan dari semuanya. Lemahnya pandangan terhadap hakikat agama merupakan salah satu faktornya. Selain itu, berlebih-lebihan dalam mengharamkan , dan lemahnya pengetahuan tentang sejarah serta hukum-hukum alam merupakan faktor berikutnya.
Yusuf Qardhawi mengajak umat Islam untuk beragama tidak berlebihan atau ghuluww. Menurutnya untuk mengobati sikap ektremis adalah dengan cara mengembalikan diri ke garis tengah yang moderat. “Islam adalah sebuah sistem hidup yang menyeluruh, yang mewarnai hidup ini dengan warna ke-Tuhan-nan, menunjukkannya ke arah akhlak mulia, membuatkan kerangka, tonggak, dan batas yang dapat menjaga arah perjalanannya, mengikatnya dengan tujuan-tujuannya, menghindarkannya dari penyimpangan, jatuh ke dalam lubang, atau tersesat di berbagai simpang jalan” (hal.137)
Agar terjelma masyarakat Muslim sebenarnya, haruslah mereka yang berpegang pada ajaran Islam secara keseluruhan, dan jangan menjadi seperti masyarakat Bani Israil yang hanya berpegang sebagian Taurat saja, sementara lainnya ingkar kepada Allah Swt. Dibutuhkan peran dari berbagai lapisan, baik perorangan maupun masyarakat dan juga para penguasa Muslim agar terwujud Islam yang Moderat, Islam Jalan Tengah.
“Agama kita telah mengajarkan bahwa untuk meraih kemenangan ada aturan-aturan (hukum-hukum) yang harus diperhatikan dan syarat-syarat yang tidak boleh tidak, harus terpenuhi. Sekiranya tidak demikian, niscaya Nabi Saw pun akan memaklumkan perang melawan penyembahan berhala sejak permulaan periode Mekkah, dan tidak akan mau bershalat di sisi Ka’bah yang dikitari patunh-patung dari segala penjuru” (hal. 208)
Kita sebagai umat muslim harus senantiasa berjuang menyebarluaskan dakwah, menyampaikan risalah, menyampaikan kebenaran Islam kepada mereka yang saat ini masih memiliki stereotip buruk tentang Islam dan umatnya. Sehingga Islam yang damai, toleran dan moderat bisa diterima di mana saja, termasuk dunia Barat.

——— *** ————

Rate this article!
Berislam Secara Moderat,5 / 5 ( 1votes )
Tags: