Berkaca dari Mas Menteri: Mengubah Frustrasi Menjadi Inovasi

Judul Buku : Nadiem Makarim: Dari Pebisnis Start Up Level Unicorn Hingga Melenggang Ke Istana
Penulis : Andhika Bayangkara
Penerbit : Politika Publishing
Cetakan : Pertama, April 2020
Tebal : x + 218 halaman
ISBN : 978-623-244-273-3
Peresensi : Finka Novitasari
mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Alma Ata Yogyakarta. Bergiat di Komunitas Penulis Anak Kampus.

Sebuah bisnis tidak akan dibangun apabila tidak ada masalah yang harus diatasi. Bermula dari keresahan, maka seseorang akan bergerak secara alamiah untuk mengatasi keresahannya. Seorang pebisnis juga harus pandai melihat peluang. Peluang yang diperoleh seorang pebisnis tidak jauh dari sebuah masalah. Sebab, mereka akan mulai mengamati dan mengidentifikasi setiap permasalahan yang muncul di lingkungan sekitar. Kemudian akan berpikir untuk menjadi bagian dari solusi masalah tersebut.

Sebagaimana Nadiem Makarim, hal yang melatarbelakangi ia mendirikan perusahaan Gojek berawal dari frustrasi dengan keadaan yang ada. Carut marut kondisi perojekan di Jakarta membuatnya tergerak untuk menemukan sumber masalah dan mencari solusinya. Sejarah berdirinya Gojek menjadi topik utama buku Nadiem Makarim: Dari Pebisnis Start Up Level Unicorn Hingga Melenggang Ke Istana yang digarap Andhika Bayangkara. Kendati demikian, objek bahasan Andhika Bayangkara tidak hanya perihal Gojek. Buku setebal 218 tersebut memuat 6 bab yang berisi perjalanan karier sebelum hingga sesudah Nadiem mendirikan Gojek.

Pada bab pertama, Andhika Bayangkara mengajak pembaca untuk mengenal terlebih dahulu siapa sosok Nadiem Makarim yang sebenarnya. Nadiem lahir dari keluarga yang tidak bisa dianggap remeh. Ayahnya, Nono Anwar Makarim, seorang aktivis dan pengacara. Sementara ibunya, Atika Algadri, merupakan putri dari salah seorang tokoh perintis kemerdekaan Indonesia, yaitu Hamid Algadri. Rekam jejak pendidikan Nadiem serta kegigihannya mengejar kampus ternama, menjadi pelengkap pada bab pertama. Andhika Bayangkara menyajikan pembukaan yang sederhana namun tidak monoton, membuat pembaca-khususnya saya pribadi-tidak merasa bosan.

Bab kedua menyajikan perjalanan karier Nadiem usai menuntaskan gelar MBA dari Harvard Business School. Perusahaan jasa konsultan McKinsey & Company mengantarkan Nadiem menjadi seorang konsultan. Pada saat itulah ia kerap menggunakan jasa ojek untuk pulang pergi dari kantor. Namun, Nadiem kerap kecewa dengan ojek-ojek di sekitarnya. Nadiem melakukan pendekatan dengan beberapa ojek langganannya. Dari sanalah ia tahu, bahwa terdapat permintaan dan penawaran yang tidak seimbang, serta masalah efisiensi yang harus segera dicari solusinya.

Kisah Mulyono, si driver 001 Gojek disajikan Andhika Bayangkara melalui kutipan wawancara seorang content creator, bernama Edika Ipelona. Mulyono mengaku awal mula bergabung dengan Gojek, ia kerap diintimidasi para pelaku ojek pangkalan. Mulyono juga menceritakan kedekatannya dengan Nadiem Makarim sudah terbentuk sejak dua minggu setelah Mulyono bergabung dengan Gojek.

Bab tiga dan keempat semakin kompleks dengan pembahasan rahasia Nadiem mengembangkan Gojek. Andhika mendeskripsikan secara singkat empat hal yang menjadi rahasia sukses Gojek. Empat hal tersebut di antaranya, fokus tujuan, menebarkan banyak manfaat, komponen sistem informasi yang mumpuni, serta tim kerja yang solid.

Satu hal yang menarik perhatian publik adalah satu aplikasi dengan berjuta manfaat. Di mana kita tahu, keberadaan Gojek saat ini sangat membantu hajat hidup orang banyak. Mulanya, Gojek hanya aplikasi yang melayani antar jemput saja. Gojek berasal dari sebuah keinginan untuk memperbaiki sistem ojek tradisional. Namun, seiring berkembangnya waktu, muncullah GoRide, GoCar, GoSend, dan GoFood. Hal yang patut dicontoh dari sosok Nadiem Makarim adalah terus-menerus melakukan inovasi.

Andhika Bayangkara memantik semangat jiwa generasi milenial untuk memulai bisnis dengan menghadirkan satu bab khusus yang berjudul “Belajar Dari Nadiem Makarim”. Basic Nadiem dengan gelar Master of Business Administration yang diperolehnya dari Harvard Business School, maka tidak diragukan lagi kemampuannya dalam mengelola bisnis.

Langkah-langkah memulai bisnis ala Nadiem dipaparkan Andhika Bayangkara dengan sederhana dan disajikan menggunakan desain yang cukup menarik. Juga disisipkan kata-kata inspiratif yang mampu membangkitkan semangat pembaca.

Andhika Bayangkara menuliskan, “Kegagalan juga bisa dijadikan sebagai sebuah learning process. Ketika gagal, kita harus mencari tahu kenapa hal itu bisa terjadi (hal. 124).”

Penulis juga membuka wawasan pembaca untuk memahami apa itu gig economy. Sebagaimana dikutip dari isi buku tersebut, “Gig economy ini muncul sebagai pengaruh dari industri 4.0 atau tren automasi dan pertukaran data terkini dalam teknologi pabrik (hal. 136).” Secara garis besar, gig economy merupakan sistem tenaga kerja bebas, di mana perusahaan hanya mengontrak pekerja dalam jangka waktu pendek atau biasa dikenal pekerja lepas (freelancer).

Generasi saat ini memang memiliki pola pikir yang jauh berbeda dari generasi-generasi sebelumnya terkait dunia kerja. Jika generasi sebelumnya lebih fokus mengejar ‘lifetime career’ maka tidak dengan generasi sekarang. Tren semacam ini sudah diterapkan oleh dua perusahaan start up transportasi, yaitu Gojek dan perusahaan besutan Anthony Tan sekaligus kompetitor Gojek, yaitu Grab.

Karier Nadiem sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan turut dikemukakan Andhika Bayangkara yang disajikan menjadi dua bab terakhir dalam buku ini. Di mana kita tahu bersama, publik sempat dibuat tercengang pasca-pengangkatan Nadiem Makarim yang menjadi salah satu menteri di kabinet Jokowi-Ma’ruf. Siapa sangka, menteri di luar nominasi dan di luar prediksi justru menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan hingga saat ini.

Usai resmi dilantik sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem terpaksa harus meninggalkan perusahaan yang telah dirintisnya dari nol hingga membuat namanya ‘besar’ tersebut. Nadiem menyerahkan tongkat estafetnya kepada Kevin Aluwi dan Andre Soelistyo sebagai co-CEO.

Ketika menjabat sebagai Mendikbud, julukan Mas Menteri memang disematkan untuk Nadiem Makarim. Selain usianya yang masih muda, ia juga menobatkan dirinya sebagai perwakilan generasi milenial. Kendati demikian, banyak yang mergukan kemampuan Nadiem. Hal ini tidak terlepas dari basic-nya adalah seorang pebisnis, bukan praktisi pendidikan. Sikap apatis hingga keraguan yang semula diberikan publik pasca-pengangkatannya, perlahan lebur dengan terobosan-terobosan baru yang dilakukan.

Penghapusan Ujian Nasional (UN) adalah salah satu gebrakan Nadiem Makarim yang banyak menjadi sorotan. Tentu saja dalam setiap keputusan pasti akan menuai pro dan kontra. Namun, pada akhirnya keputusan tersebut benar-benar direalisasikan sejak tahun 2020 lalu.

Andhika Bayangkara menutup bab enam dengan menampilkan prestasi yang pernah diraih oleh Mas Menteri ini. Tahun 2016, Nadiem menerima penghargaan The Straits Times Asian of the Year. Pada tahun 2018, ia juga tercatat dalam daftar Bloomberg 50 versi 2018. Penghargaan Nikkei Asia Prize ke-24 turut diraih Nadiem untuk Inovasi Ekonomi dan Bisnis.

Keseluruhan isi dalam buku bertajuk biografi Nadiem Makarim ini, layak untuk dibaca, terutama generasi milenial agar mampu merintis bisnis dan sukses di usia muda. Buku perdana persembahan Andhika Bayangkara ini mendaratkan, bahwa sebelum memulai bisnis, carilah peluang dengan cara melihat permasalahan di sekitar. Karier cemerlang Nadiem Makarim memang selalu menarik untuk diulas. Dirasa tidak berlebihan bila sosok Nadiem Makarim memang patut dijadikan sebagai role model.

——— *** ———–

Tags: