Berkaca pada Piala Dunia

gambar-karikatur-jokowi-vs-prabowo-vs-piala-duniaBegadang nonton bareng (nobar) piala dunia sepakbola 2014, sudah berlangsung sepekan. Seluruh grup sudah menggelar pertandingan. Bahkan juara (dan runner-up) grup sudah nampak. Ke-16 timnas itulah yang akan maju pada perdelapan final. Diantaranya ada timnas Belanda di grup B dan Italia di grup D (yang mewakili benua Eropa), serta Brasil dan Chili (yang mewakili benua Amerika). Seiring itu, juga terjadi ironi.
Tragedi, dialami oleh juara bertahan (Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan) Spanyol. Ironi, karena sistem kompetisi domestik di Spanyol disebut-sebut sebagai yang terbaik di dunia. Ternyata, coach Vicente (yang memperoleh gelar kemuliaan dari Raja Spanyol) yang bergelar del-Bosque, gagal memilih dan memadukan individu skuad  timnas-nya. Spanyol harus angkat koper sangat dini, gagal pada babak penyisihan grup.
Perjalanan setiap timnas sampai babak 32 Piala Dunia, patut dijadikan cermin PSSI beserta Badan Tim Nasional (BTN). Begitu pula pertandingan sepanjang digelarnya sejak penyisihan grup sampai final, patut di-dokumentasi. Terutama oleh pelatih Indra Sjafrie, dan Aji Santoso, yang akan memberangkatkan timnas U-19 dan U-23 ke kejuaraan Asia. Pelatih timnas yunior Indonesia mestilah berkaca pada Piala Dunia.
Wakil Asia (Jepang, Australia dan Iran) belum menampakkan sinar cemerlangnya. Nasib yang sama juga terjadi pada wakil benua Afrika. Namun dominasi Eropa dan Amerika Latin, tidak selalu inharent dengan prestasi kelompok yunior-nya (U-19 maupun U-21 dan U-23). Dan segala hal bisa terjadi pada even Piala Dunia. Termasuk beberapa timnas yang diprediksi bakal maju sampai final ternyata terseok-seok pada laga pertama.
Tragedi dialami oleh dua timnas dengan sistem kompetisi domestik terbaik di dunia. Yakni, Spanyol dan Inggris. Selain Spanyol (di grup B) dipecundangi oleh Belanda dengan skor 1-5. Kemenangan ini bagi Belanda bagai pembalasan dendam pada final Piala Dunia 2010 lalu. Setelah itu kemalangan berulang dengan kekalahan kedua oleh Chili dengan skor 2-0. Nasib yang sama dialami timnas Inggris di grup D, dikalahkan Italia dengan skor 1-2.
Sebaliknya, beberapa negara (Eropa dan benua Amerika) yang semula tidak diunggulkan, ternyata cukup gemilang pada babak 32 besar. Negara-negara tersebut juga memiliki sistem kompetisi terbaik di dunia. Misalnya, Perancis, Jerman, Brasil dan Argentina. Keempat negara itu tak pernah absen mengikuti Piala Dunia. Juga beberapa kali menjadi juara dunia.
Bursa pra-kiraan timnas yang masuk final Piala Dunia kini sudah mulai bergeser. Namun tetap saja didominasi Eropa dan Amerika Latin. Afrika dan Asia belum memperoleh tempat (dan prestasi). Semula, hampir seluruh pemerhati bola men-jago-kan Spanyol dan Inggris. Kini tidak lagi. Walau keduanya memiliki klub-klub terbaik di dunia (dan terkaya). Ternyata, hampir seluruh pemain klub pulang ke negeri masing-masing.
Misalnya, dua pemain paling top di dunia di liga Spanyol, Messi dan Christiano Ronaldo (CR-7), pulang kampung. Messi menajdi kapten timnas Argentina. CR-7 menjadi kapten timnas Portugal. Meski pada timnas masing-masing, Messi maupun CR-7 tidak dapat berbuat banyak, tidak bisa menjadi top skor. Bahkan boleh jadi CR-7 (pemain terbaik dunia, plus pemegang awards Ballon d’Or 2014) tidak akan pernah menghantar timnas Portugal masuk perempatan final.
Piala Dunia 2014 di Brasil, juga mengubah perilaku pelatih. Boleh jadi, pelatih Jerman, Joachim Loew bisa menjadi teladan. Sebaliknya, kesalahan Vicente (yang tidak memasukkan Fabregas dan Torres sejak menit awal), harus menjadi pelajaran Indra Sjafrie maupun Aji Santoso. Terutama dalam pola rekrutmen dan pemaduan personel timnas. Yang diutamakan haruslah bakat ketrampilan, serta data fisik. Bukan altar kekerabatan dan tekanan politik

———   000   ———

Rate this article!
Berkaca pada Piala Dunia,5 / 5 ( 1votes )
Tags: