Berkah Daun Mahoni, Satu Bulan Omzet Mencapai Rp 70 Juta

Sejumlah pekerja terlihat sibuk memilah daun mahoni untuk dijadikan pupuk kompos.

Sejumlah pekerja terlihat sibuk memilah daun mahoni untuk dijadikan pupuk kompos.

Melihat Pengolahan Daun Mahoni di Desa Beji, Kedewan Bojonegoro
Kabupaten Bojonegoro, Bhirawa
Daun mahoni saat musim kemarau banyak bertebaran dan berserakan di tanah, acap menjadi serasah yang tak berguna. Namun bagi warga Desa Beji, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro bertahun- tahun daun mahoni itu telah menjadi berkah. Daun mahoni diolah menjadi pupuk kompos dan dikirim ke Jepang.
Mengumpulkan daun mahoni tak bisa dipisahkan dari sisi lain mata pencaharian warga Desa Beji, Kecamatan Kedewan yang berada sekitar kawasan hutan. Dalam sehari, mereka mampu mengolah daun kering mahoni sebesar 2 sampai 3 ton untuk dijadikan pupuk kompos.
Daun mahoni yang dijadikan pupuk kompos ini berasal dari limbah hutan di kawasan Kecamatan Kedewan, maupun dari Blora Jawa Tengah. Maklum, desa di ujung Bojonegoro itu berbatasan langsung dengan Jawa Tengah.
Suara mesin penggiling daun terdengar meraung-raung. Debu-debu beterbangan di areal lokasi penggilingan tersebut. Sejumlah pekerja terlihat sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
Keberadaan pohon mahoni ini mampu meningkatkan perekonomian dan memberdayakan warga sekitar. “Saat ini, ada 40 karyawan yang bekerja di sini,” kata Tahan, pemilik usaha pupuk kompos kepada Bhirawa kemarin.
Tanaman mahoni adalah salah satu tanaman yang  mudah ditemui di Bojongeoro. Tanaman tersebut memiliki kualitas kayu yang baik setelah jati. Sehingga banyak orang yang menanamnya. Biasanya, hanya pohonnya yang diminati. Pasalnya, cocok digunakan untuk dibuat furnitur.
Kendati demikian, masyakarat Desa Beji, Kedewan tiga tahun terakhir juga tertarik dengan daunnya.  Selain, daun mahoni bisa dijadikan pupuk kompos. Daunnya saja bisa laku sampai keluar negeri.
Cara mengolah daun mahoni menjadi pupuk sama seperti membuat pupuk kompos pada umumnya. Dalam mengolah daun mahoni, terlebih dahulu para pekerja menyortir daun yang masih berada di dalam sak.
Kemudian daun tersebut dimasukkan dalam mesin penggilingan yang natinya akan kembali disortir. Daun mahoni yang telah hancur, secara otomatis akan memisah dan terjatuh ke bawah. Hanya daun mahoni yang utuh yang dipilih.
“Setelah itu, daun-daun tersebut dibiarkan membusuk selama beberapa minggu. Baru setelah itu bisa digunakan untuk memupuk tanaman. Kami sudah menggunakan pupuk ini dan hasilnya sangat bagus,” jelas Tahan.
Selanjutnya, daun mahoni yang disortir dipisahkan di tempat tersendiri. Kemudian akan dimasukkan dalam alat pengepakan yang dikemas dalam sak. Sementara itu, setiap satu kemasan sak memiliki berat 10 kilogram.
“Daun yang telah dikemas tersebut yang akan dikirim ke Jepang dengan harga per kilogramnya sebesar Rp 1.500. Untuk bahan mentah daun kering mahoni dari para petani, mereka biasa membeli dengan harga Rp 500 per kilogramnya,” terangnya.
Belakangan ini, bukan pupuk kompos mahoni yang laris terjual. Namun, daun kering mahoni tersebut yang dilirik seorang pengusaha di Jepang. Akhirnya, dia mulai mengirimkan daun-daun kering tersebut ke Jepang.
“Karena, Jepang mempunyai cara tersendiri untuk mengolah daun tersebut. Entah dijadikan apa di Jepang saya tidak tahu pastinya,” ujarnya.
Dalam satu bulan, usaha pupuk kompos daun kering mahoni ini mampu menghasilkan pendapatan antara Rp 70 sampai Rp 80 juta. Dalam sebulan, dia bisa 2 kali melakukan pengiriman ke Jepang. “Kontrak saya dengan Jepang dalam setahun harus bisa mengirim 60 kontainer daun,” ujarnya.
Namun usaha yang berdiri sejak 2013 tersebut, masih belum mendapatkan bantuan dari pemerintah. Padahal mereka terkendala modal untuk memenuhi target dari konsumen. Tak hanya itu, untuk alatnya sendiri, mereka masih menyewa kepada kelompok tani lain. Sementara itu, daun mahoni yang hancur saat proses penyortiran mereka manfaatkan sendiri untuk pupuk kompos. [Achmad Basir]

Tags: