Berkat Kawin Suntik, Mahmud Tak Bingung Lagi Cari Pejantan Unggul

Mahmud bersama putranya Danang Rizky Pradana bersama sapi simental miliknya usai ikut Pelayanan Gratis UPSUS SIWAB di Desa Wonoayu, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang.

Mengakselerasi Swasembada Daging Agar Tak Cuma Mimpi (bagian pertama)
Pemprov Jatim, Bhirawa
Pagi itu, matahari mulai memperlihatkan kegagahannya. Panas yang semakin terik tak menyurutkan semangat Mahmud, untuk terus mendampingi sapinya. Menanti antrian untuk diperiksa petugas Pemeriksa Kebuntingan (PKb) dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Malang.
Setelah menanti cukup lama, tibalah saatnya sapi milik Mahmud dapat giliran. Pemeriksaan yang membutuhkan keahlian khusus itu, petugas PKb menyatakan sapi Mahmud sehat dan telah bunting tujuh bulan. Kebahagiaan pun langsung terpancar di wajah Mahmud, yang sedari tadi terlihat cemas menunggu hasil pemeriksaan.
Mahmud merupakan satu dari 302 peternak sapi potong asal Desa Wonoayu, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang. Sudah puluhan tahun, Mahmud bersama istrinya Puji Rahayu menjadi peternak sapi potong. Mata pencaharian utama masyarakat Wonoayu selain bertani.
“Sejak kelas 5 SD saya sudah merawat sapi milik bapak. Hidup kami, bahkan mayoritas masyarakat Wonoayu bergantung pada peternakan dan pertanian,” ujar Mahmud, saat ditemui disela acara Pelayanan Gratis Program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) di Desa Wonoayu, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang, Rabu (29/8).
Menurut pria 51 tahun ini, usaha peternakan di desa berpenduduk 1.550 jiwa ini telah turun-temurun. Termasuk sapi miliknya, awalnya juga warisan dari orang tuanya. Walaupun kini hanya punya dua sapi, tapi sudah mampu menghidupi keluarganya. Sebab setiap tahun sapi miliknya selalu bunting berkat kawin suntik atau inseminasi buatan (IB).
Dengan program UPSUS SIWAB dari pemerintah yang memberikan pelayanan kawin suntik, telah mempermudah sapi milik Mahmud untuk bunting. Apalagi, sejak dua tahun terakhir, pelayanan kawin suntik tidak ada biaya alias gratis.
Tak hanya kawin suntik, pemerintah juga memberikan kemudahan-kemudahan kepada peternak. Seperti pemeriksaan kebuntingan, pemeriksaan kesehatan hingga proses persalinan. “Kalau mau mengundang Pak Bambang (petugas UPSUS SIWAB wilayah Kecamatan Wajak, red) sangat mudah dan cepat datang. Cukup bilang ke kelompok tani ternak nanti akan datang ke rumah,” ungkapnya.
Kawin suntik ini, lanjut Mahmud, mulai ada di Desa Wonoayu sejak tahun 2000. Awal mulanya peternak diharuskan membayar Rp50 ribu saat suntik pertama. Jika gagal bunting, pada suntik kedua hanya membayar Rp30 ribu. “Tapi sejak dua tahun terakhir sudah gratis. Baik saat pelayanan massal maupun mengundang sendiri,” katanya.
Kelebihan kawin suntik ini, menurut Mahmud, bisa meminta semen berbagai jenis sapi yang tentunya sangat berkualitas. Seperti sapi simmental, brahman, ongole, limosin atau jenis lainnya. “Kalau semennya bagus, anaknya nanti juga bagus,” ujarnya.
Kawin suntik ini, sangat memudahkan peternak yang ingin sapinya bunting. Beda sebelum tahun 2000, peternak harus mencari sapi pejantan unggul untuk mengawinkan. Tentu kondisi ini sangat sulit, sebab mayoritas sapi milik warga adalah sapi betina.
Jikapun ada, kadang pemilik sapi jantan enggan untuk mengawinkan dengan sapi betina lainnya. Sebab satu sapi jantan dikawinkan berulang pada banyak sapi betina, beresiko terkena penyakit gangguan reproduksi layaknya manusia.
“Saat sapi betina saya birahi, saya bersama istri mencari sapi pejantan unggul untuk mengawinkannya. Bayar tidak apa-apa asal mau dikawinkan. Tapi tetap saja sulit. Tapi sekarang Alhamdulillah mudah berkat kawin suntik. Apalagi gratis,” ucap Mahmud sambil tersenyum.
Beternak sapi potong ini sangat menguntungkan karena harganya cukup mahal. Sapi pedet usia lima bulan milik Mahmud yang baru saja dijual harganya mencapai Rp13 juta. Sebelumnya, dia juga menjual sapi umur satu tahun dengan harga Rp19 juta. “Uangnya bisa bangun rumah, membiayai sekolah anak-anak,” kata bapak dua orang anak ini.

Jadi Tumpuan Hidup
Setelah puluhan tahun beternak sapi, Mahmud tak merasa bingung usaha turun-temurun tersebut akan berhenti pada dirinya. Sebab putra sulungnya, Danang Rizky Pradana, ingin melanjutkan usaha ternak sapi juga. Bahkan, Danang mempunyai cita-cita lebih tinggi. Yakni mempunyai peternakan besar, tak sekadar beternak satu atau dua ekor sapi.
“Usaha ternak sapi di sini (Desa Wonoayu, red) turun-temurun. Saya juga ingin melanjutkan usaha ternak sapi seperti bapak saya. Tapi ingin punya peternakan yang lebih besar,” kata pemuda 20 tahun ini.
Untuk mempersiapkan cita-citanya itu, Danang sudah belajar bersama bapaknya. Bagaimana cara merawat sapi, memilih pakan yang berkualitas hingga belajar mengetahui ciri-ciri sapi yang sehat dan unggul.
“Saya sempat bekerja di Kalimantan, tapi pulang karena sakit. Sekarang saya putuskan ingin beternak sapi potong seperti bapak. Untuk saat ini masih ikut merawat sapi milik bapak. Tapi suatu saat nanti ingin punya banyak sapi sendiri,” pungkasnya optimis.
Tak hanya Danang, mayoritas generasi milenial Desa Wonoayu juga tertarik menggeluti usaha peternakan sapi potong. Hal itu diakui Kepala Desa Wonoayu, Wina Nurnama SSos Msi. Menurutnya, 50 persen lebih anak-anak muda Wonoayu telah terjun dibisnis peternakan sapi potong.
“Memang ada anak-anak muda yang telah berpendidikan tinggi menekuni bidang usaha lain, tapi yang paling banyak beternak sapi seperti orang tuanya. Ketertarikan anak-anak muda Wonoayu pada peternakan lebih dikarenakan kebiasaan mereka merawat sapi sejak kecil, dan mengetahui potensi keuntungannya yang cukup besar,” katanya.
Wina menuturkan, dari 398 kepala keluarga (KK), yang beternak mencapai 302 KK atau sekitar 87 persen. Rata-rata, setiap KK memiliki dua atau tiga sapi. Meski jumlahnya tidak banyak, tapi sudah mampu menjadi tumpuan hidup dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Terbukti, saat ini Desa Wonoayu sudah terlepas dari jeratan desa tertinggal.
“Pada 1990-an Desa Wonoayu masuk salah satu desa tertinggal. Masyarakatnya yang mayoritas peternak sapi, masih belum bisa memanfaatkan ternak sapinya sebagai tumpuan hidup. Mereka hanya sebatas merawat belum menjadikannya bisnis yang menghasilkan uang,” kata Wina.
Setelah mendapatkan perhatian dari pemerintah, diberikan penyuluhan dan wawasan bagaimana menjadi peternak sukses, pelan namun pasti kesejahteraan peternak mulai membaik. “Sekarang warga kami tidak ada yang sampai sangat miskin atau tidak bisa makan. Kesejahteraan mereka sudah lebih baik,” ujarnya. [Zainal Ibad]

Tags: