Bermaaf-maafan di Hari Raya Idulfitri

Drs H Choirul Anam Djabar

Oleh:
Drs H Choirul Anam Djabar
Ketua Jam’iyah Tilawatil Qur’an Provinsi Jatim

Suatu saat Rasulullah bersabda kepada para sahabat bahwa sebentar lagi datang manusia ahli surga. Tentu saja para sahabat penasaran. Dan akhirnya datanglah seseorang dengan wajah basah oleh air wudhu. Rasulullah mengatakan hal itu sampai tiga kali berturut-turut, dan yang muncul adalah orang tersebut.

Singkat cerita, salah seorang sahabat bernama Abdullah bin Amr menginap di rumah orang tersebut selama tiga hari untuk meneliti amalan apa yang dilakukan oleh orang tersebut sehingga mendapat jaminan masuk surga. Sebuah tempat yang menjadi dambaan semua orang.

Hari pertama, kedua, sampai ketiga, tidak ada amalan yang istimewa yang dilakukan orang tersebut. Salatnya biasa-biasa saja, baca Qur’annya, juga biasa-saja, bahkan juga bukan orang yang ahli puasa sunnah. Hampir saja Abdullah bin Amr putus asa karena tidak mendapatkan jawaban.

Akhirnya si ahli surga tersebut menjelaskan, bahwa memang tidak ada amalan yang istimewa yang dilakukan. Hanya saja ia mengaku, sebelum tidur, memaafkan semua kesalahan orang yang pernah menyakitinya dan orang yang pernah berbuat salah kepadanya.

Kita patut bersyukur, aat Hari Raya Idulfitri, di masyarakat kita ada tradisi bersilaturahmi atau saling mengunjungi. Saking melekatnya kata ini, sampai-sampai masyarakat pun menyebut unjung-unjung. Nah, dalam acara unjung-unjung tersebut, di dalamnya disertai dengan saling bermaaf-maafan..

Seorang Muslim dituntut atau dianjurkan untuk mengambil paling tidak satu dari tiga sikap dari seseorang yang melakukan kekeliruan terhadapnya, yaitu menahan amarah, memaafkan, dan berbuat baik terhadapnya. Hal ini sesuai dengan Q.S Ali Imran ayat 134 yang artinya:

“(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” (QS Ali Imran: 134).

Namun yang perlu dicatat, seperti yang terdapat pada kisah di atas, seharusnya seorang mukmin tidak hanya menunggu hari raya untuk bermaaf-memaafkan. Tapi setiap hari seharusnya kita selalu memaafkan kesalahan orang lain meski mereka belum meminta maaf. Mudahan-mudahan kita semua menjadi ahli surga dengan wasilah saling maaf-memaafkan. Amin ya Rabbal alamiin. [*]

Rate this article!
Tags: