Berniat Bangun Wisata Kota Batu, Berujung Petaka

Uddy Syaifudin

Uddy Syaifudin

Kota Batu, Bhirawa
Mantan ketua Persatuan Hotel Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batu, Uddy Syaifudin, akhirnya ‘blak-blakan’ dalam menyikapi kasus dugaan korupsi kegiatan Shining Batu Investment and Exhibition (SBIE) 2014. Ia yang juga telah ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam kasus ini, tidak menyangka niat baiknya membangun dunia pariwisata di Kota Batu justru berbalik menjadi malapetaka bagi dirinya.
Uddy mengaku sejak dirinya diperiksa oleh Kejaksaan Negeri Kota Batu, ia telah dikorbankan oleh sebuah desain atau konspirasi melawan hukum. Dari cara kerjanya yang  teratur dan rapi, ia menduga bahwa konspirasi ini sudah dirancang sudah cukup lama.
“Konspirasi ini sepertinya sudah direncanakan cukup lama oleh seseorang yang hingga saat ini belum saya ketahui,”ujar Uddy, Senin (31/8).
Ia menjelaskan bahwa awal dari permasalahan ini dimulai dari rumah dinas Wali Kota Batu, Eddy Rumpoko Rabu, 29 Oktober 2014. Saat itu Uddy menandatangani sebuah Memory of Understanding (MoU) untuk percepatan investasi dan promosi bagi Kota Batu bersama wali kota.
“Kesepakatan yang dibuat dengan durasi hingga tahun 2017 tersebut memang harus dilakukan Pemkot Batu untuk meningkatkan tingkat hunian hotel. Saat itu saya tidak curiga karena saya pikir MoU itu akan membuat terobosan baru dalam membangun sinergisitas antara Pemkot Batu dengan pihak swasta,” jelas Uddy.
Namun tanpa disadari Uddy, ternyata sudah terbit SK Walikota Batu pada tanggal 27 Juni 2014 yang menunjuk Badan Penanaman Modal (BPM) untuk bekerjasama dengan BPC PHRI Kota Batu.
“Saya kaget, lho kok bisa di tanggal tersebut (27 Juni 2014), ternyata MOU dengan walikota juga diberi tanggal mundur 16 Juni 2014, setelah saya baca seksama, semua tanggal direkayasa sedemikian rupa atas produk keputusan walikota hingga perjanjian kerjasama antara BPM dan PHRI,” terangnya.
Dari situ, Uddy merasa bahwa kegiatan tersebut lebih tepat disebut sebagai sebuah konspirasi yang didesain sedemikian rupa agar terlihat wajar dan normal sebagai sebuah kegiatan.
Uddy semakin yakin dengan adanya rekayasa kegiatan, ketika dirinya melihat Laporan Realisasi Pertanggung Jawaban yang seolah dibuat PHRI Kota Batu. Padahal PHRI sama sekali tidak pernah membuat LPJ tersebut. Uddy mengaku menandatangani surat pengajuan dana, tapi dirinya tidak pernah menerima dana tersebut.
Uddy mengatakan dari sekian banyak tanda tangan yang menggunakan tanda tangannya di SPJ tersebut, hanya satu tanda tangan miliknya yang asli. Sedangkan selebihnya adalah tanda tangan palsu, termasuk stempel PHRI yang diduga kuat juga palsu.
Skenario yang tersusun rapi dan dilakukan jauh hari, membuat seolah PHRI yang melakukan dan menikmatinya. Karena itulah ia memutuskan membuka apa yang terjadi, agar preseden buruk yang dialaminya tidak terjadi lagi dikemudian hari.
Uddy mengatakan ada pihak yang berusaha mencuci tangan agar tidak terkait masalah ini. Walapun sebenarnya mereka tahu kemana dana mengalir secara illegal.
“Saya meminta kepada Syamsul Bakri dan Santonio untuk terbuka, agar permasalahan ini bisa gamblang tanpa ada yang disembunyikan untuk kebaikan Kota Batu ke depan,”harap Uddy.  [nas]

Tags: