Berpuasa dari Kampanye Hitam

paisun1Oleh :
Paisun
Khadim Pondok Pesantren Annuqayah Lubangsa Selatan Guluk-Guluk Sumenep.

Bulan Ramadan lazim dikenal sebagai bulan penuh rahmah dan maghfiroh.  Di bulan ini, kasih sayang Allah Swt. benar-benar dicurahlimpahkan kepada umat Islam. Umat Islam diberikan beberapa keistimewaan seperti pelipatgandaan pahala amal perbuatan, terbukanya pintu taubat dan ampunan, dan terkabulnya banyak permintaan. Dalam sebuah hadis disebutkanbahwa orang yang menjalankan puasa dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka segala dosa yang telah lewat akan diampuni oleh Allah Swt.
Lantas, bagaimanakah puasa yang disertai dengan keimanan dan keikhlasan tersebut? Dalam ilmu tasawuf, ada tiga tingkatan orang yang puasa, yakni puasanya orang awam, orang khawash, dan khawasul khawash. Puasanya orang awam menempati tempat terendah di antara derajat orang-orang yang berpuasa. Hal ini karena puasa orang awam hanyalah menahan diri dari makan/minum serta menyalurkan syahwat. Sementara hatinya masih kotor dan seringkali melakukan perbuatan dosa. Puasa orang awam ini berpotensi masuk dalam kategori, “kam min shaimin laisa lahu min shiyamihi illa al-ju’I wa al-‘athsy” (berpuasa secara lahir, tetapi tidak mendapat manfaat apapun kecuali lapar dan haus).
Sementara tingkatan yang kedua adalah puasanya orang khawash, yaitu orang yang tidak hanya berpuasa secara lahir, tetapi juga mencegah diri dari perbuatan-perbuatan dosa. Perbuatan dosa yang dimaksud di sini adalah yang bersifat penyakit hati. Menurut ulama, untuk mencapai derajat ini, orang yang berpuasa harus istiqamah dalam lima hal: menundukkan pandangan(ghaddul bashar);menjaga lisan (hifdz lisan) dari ghibah, bohong, adu domba, dan sumpah palsu; mencegah telinga dari mendengar hal yang dimakruhkan; mencegah anggota badan dari hal-hal yang makruh dan menghindarkan perut dari makanan syubhat saat berbuka; serta tidak memperbanyak makan pada saat berbuka. Puasa orang khawash ini adalah tingkatannya orang-orang yang shalih.
Sementara yang terakhir adalah tingkatan khawasul khawash. Pada derajat ini, orang berpuasa tidak hanya sekadar menahan diri secara lahir dan batin, tetapi juga senantiasa mengingat Allah dalam segala waktu yang dimiliki dan mengindarkan diri dari hal-hal yang bisa membuatnya melupakan Allah meski hanya sekejap mata. Inilah derajat tertinggi, tingkatannya para nabi dan orang-orang yang berserah diri kepada Allah semata dan tidak terpengaruh oleh hal-hal lain di luar Allah sang pencipta.
Adalah sulit bagi kita untuk mencapai derajat yang terakhir ini. Sebab hal itu meniscayakan pengabdian total kita kepada Allah tanpa direcoki oleh kepentingan duniawi. Sementara kita masih sulit untuk melepaskan kepentingan duniawi dalam diri kita. Dalam banyak hal, kita masih tergantung dengan kebutuhan duniawi seperti harta, kekuasaan, dan juga wanita. Tiga hal yang sering disebut sebagai perhiasan dunia tersebut harus diakui masih membelenggu kehidupan kita.
Namun demikian,kita harus berusaha untuk mencapai derajat yang kedua. Di mana, puasa kita tidak hanya sekadar bersifat lahiriah semata, namun juga menjadi media untuk menahan dan mengendalikan hati kita agar tidak mudah untuk melakukan hal-hal yang kotor yang bisa menimbulkan dosa. Pekerjaan hati yang kotor seperti melakukan ghibah, mencaci maki, mengadu domba, menyebarkan kebohongan, dan melakukan sumpah palsu merupakan hal-hal yang dapat membatalkan pahala puasa. Jika kita sudah tidak mendapatkan pahala puasa, maka puasa yang kita laksanakan dengan susah payah akan sia-sia atau tidak bernilai suatu apapun di sisi Allah Swt.
Karenanya kita berharap, Ramadan dapat menjadi momentum untuk memperbaiki laku pribadi dan hati. Berpuasa tidak hanya dijadikan sebagai latihan fisik untuk merasakan pedihnya penderitaan orang yang kelaparan dan kesusahan, tetapi juga yang terpenting adalah melatih dan mengontrol hati agar senantiasa tidak menyakiti terhadap sesama.
Kita tahu, pekan-pekan menjelang Ramadan, di tengah aksi dukung mendukung calon presiden, umat Islam di Indonesia digiring untuk melakukan caci maki, fitnah, dan penyebaran kebohongan-kebohongan. Hal itu semua dilakukan hanya sebatas untuk kepentingan kekuasaan, agar calon yang didukung bisa meraih kursi kepresidenan. Padahal kita tahu bahwa semua itu adalah perbuatan yang tidak benar. Kita pun tahu bahwa semua orang masing-masing mempunyai kekurangan dan kelebihan tersendiri. Yang perlu kita lakukan sebenarnya adalah mengeksplorasi kelebihan orang yang kita dukung dan mencegah diri dari mengeksploitasi kesalahan orang lain.
Pekan-pekan pertama bulan Ramadan ini adalah pekan yang “panas”, mengingat semakin dekatnya momen pemilihan presiden Indonesia. Kita semua berharap agar bulan suci Ramadan terbebas dari segala macam kampanye hitam yang menyudutkan satu pihak, yang dapat menimbulkan perpecahan di arus bawah. Ini semata-mata agar puasa yang kita jalani tidak sia-sia, dan agar kita lebih khusyuk dalam beribadah dan mengabdikan diri kepada Allah Swt. mari kita jadikan Ramadan sebagai bulan yang suci dari segala macam fitnah, caci maki, dan sumpah serapah.Wallahu A’lam.

————– *** —————

Rate this article!
Tags: