Bersaksi di MK, Risma Siapkan Naskah Cerita

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini

Niat Pemkot Dinilai Setengah Hati
Surabaya, Bhirawa
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini akan memberikan kesaksian di Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Rabu (8/6). Hal ini terkait dengan gugatan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, tentang pelimpahan kewenangan dari pemerintah kota ke pemerintah provinsi.
Terkait hal itu, Risma mengaku sudah melakukan sejumlah persiapan. Salah satunya dengan menyiapkan naskah dalam bentuk cerita untuk memberikan kesaksian. Alasannya, Risma merasa keterangan yang akan disampaikannya terlalu panjang. “Makanya, kalau saya sampaikan melalui bicara pasti akan lama, saya buat naskah saja,” kata Risma saat sahur bersama dengan petugas lapangan Pasar Keputran, Selasa (7/6) kemarin.
Menurutnya, naskah itu berisi kekhawatirannya jika pelimpahan kewenangan pengelolaan pendidikan diberikan kepada Pemprov Jatim. Sebab, Risma menilai selama ini anggaran untuk pendidikan di Pemprov Jatim terlalu sedikit, jika dibandingkan dengan Pemkot Surabaya.
“Pemprov Jatim itu hanya ada Rp 400 miliar, sedangkan Kota Surabaya punya Rp 600 miliar. Nah, kalau itu tidak diantisipasi, maka program pendidikan gratis sampai 12 tahun di Surabaya bisa terancam,”ujar Risma.
Oleh sebab itu, Risma mengatakan dia akan tetap memperjuangkan masalah itu hingga undang-undang itu mengalami perubahan. “Pokoknya saya ingin memastikan semua anak Surabaya bisa bersekolah dengan gratis sampai 12 tahun. Walaupun ada satu anak saja yang tidak sekolah, pasti akan saya urus, karena itu juga seorang anak,” katanya.
Sementara, pemerhati pendidikan Kota Surabaya Achmad Hidayat menuding Pemkot Surabaya tidak berniat sepenuhnya membantu warganya yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas Undang-Undang 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Terutama pasal yang mengatur soal pengalihan kewenangan penyelenggaraan pendidikan SMA/SMK (menengah) dari pemerintah Kabupaten/Kota ke Provinsi.
“Saya baru saja bertemu Wali Kota Blitar yang juga sama-sama menggugat Undang-Undang 23/2014 tentang peralihan kewenangan SMA/SMK. Pihak Pemkot Blitar, walikotanya, menuding Pemkot Surabaya tidak niat mendukung gugatan warganya,” kata Achmad Hidayat sedikit memaparkan pertemuannya dengan Samanhudi, Wali Kota Blitar.
Menurut Achmad, yang mengajukan gugatan pelimpahan kewenangan pendidikan ini pertama kali adalah Kota Blitar, yang diikuti Kota Surabaya. “Blitar mengirimkan delapan tim ahli dalam persidangan di MK hari ini (kemarin), sedangkan Surabaya hanya mengirimkan tiga sampai lima tim ahli,” papar Achmad Hidayat.
Tudingan ketidakseriusan Pemkot Surabaya dalam bidang pendidikan juga dilontarkannya berdasar komparasi kekuatan APBD antara Kota Blitar serta Surabaya. Menurutnya, kekuatan APBD Blitar Rp783 miliar, kekuatan APBD Surabaya Rp7,2 triliun.
“Di Blitar pembiayaan pendidikan mulai SD, SMP, hingga SMA/SMK cukup optimal. Murid dapat sepatu, seragam, buku gratis. Bahkan dapat tabungan uang saku Rp5.000 per hari yang dikirim ke rekening masing-masing siswa. Jadi siswa tidak boleh minta uang saku ke orang tua,” rincinya.
Dalam waktu dekat, kata Achmad, Pemkot Blitar akan memberikan bantuan sepeda angin ke siswa. Siswa dari keluarga kaya dan miskin, semua akan dapat sepeda angin. “Pemkot Surabaya dengan kekuatan APBD yang jauh lebih besar harusnya bisa meniru dan bahkan lebih baik dari Blitar. Di Blitar, semua untuk siswa gratis. Ibaratnya yang harus keluar duit untuk siswa adalah beli celana dalam saja,” katanya.
Sementara itu, Ketua Hotline Pendidikan Jatim Isa Anshori mengupas neraca pendidikan antara Surabaya dengan Blitar yang diterbitkan Kemendikbud. Isa, sebagaimana data Kemendikbud menyebut rerata uji kompetensi guru tahun 2015 untuk dua kota itu tidak selisih jauh. Padahal kekuatan APBD selisih jauh.
Menurut Isa, sebagaimana data Kemendikbud, rerata uji kompetensi guru 2015 (profesional dan pedagogik) guru di Surabaya skornya 63,48. Sebaliknya rerata uji kompetensi guru 2015 (profesional dan pedagogik) guru di Blitar tahun 2015 jauh lebih tinggi, 65,66.
“Bicara alokasi APBD untuk pendidikan per siswa per tahun, Surabaya juga kalah dengan Kota Blitar. Ini yang bicara data Kemendikbud,” sebut Isa.
Berdasar data yang dikupas Isa, alokasi APBD untuk pendidikan per siswa per tahun di Surabaya Rp988.500. Sedangkan kota Blitar, alokasi APBD untuk pendidikan per siswa per tahun Rp1.337.700. Terkait alokasi APBD untuk pendidikan dalam persentase, Kota Blitar 8,35% dari total APBD. Surabaya 7,27% dari total APBD.
“Surabaya dengan kekuatan APBD yang jauh lebih besar sebenarnya bisa lebih baik dari Kota Blitar atau daerah lain di Jatim. Semua tinggal political will SKPD, dalam hal ini Dinas Pendidikan dan kepala daerah,” kata Isa. [geh]

Tags: