Bersama Kurangi Nestapa

Airmata terasa belum mengering menghantar 466 korban jiwa akibat dua kali gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Begitu pula kerugian material senilai Rp 4 trilyun, masih utuh menganga. Rumah rakyat, gedung pemerintahan, kantor swasta, dan sarana nafkah, sampai jalan raya, masih porak-poranda. Kini, seluruh kerusakan, semakin tertindih bencana gempa bumi ketiga (dua hari setelah hari proklamasi kemerdekaan).
Seluruh rakyat Indonesia menyatakan belangsungkawa keprihatinan mendalam. Hanya dalam waktu tiga pekan, pulau Lombok yang elok, luluh kelelap. Gempa pertama (27 Juli) berkekuatan 6,4 Skala Richter (SR). Berselang sepekan disusul gempa kedua ber-magnitude 7,0 SR, sebagai puncak tektonik. Kabupaten Lombok Utara dan Lombok Timur, mengalami dampak terparah. Banyak keluarga kehilangan kerabat.
Lebih dari 350 ribu jiwa mengungsi bernaung di bawah tenda ber-hari-hari. Setelah lebih 10 hari mengungsi, hampir seluruh keluarga mulai pulang ke rumah, untuk berbenah. BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), mulai mengemasi tenda. Begitu pula BPBD propinsi NTB (Nusa Tenggara Barat) mulai mengemasi peralatan dapur umum. Serta BPBD kabupaten Lombok Utara dan Lombok Timur, paling akhir membongkar tenda kesehatan dan klinik darurat.
Seluruh satgas penanggulangan bencana (pusat dan daerah) telah memulai program lanjutan, rehabilitasi ndan rekonstruksi. Tapi tak lama, pada hari Ahad, 19 Agustus, malam pukul 23.00, lindu meng-guncang (lagi). Gempa bumi berkekuatan 6,9 SR, mengguncang Lombok Timur. Seluruh penghuni berhamburan keluar rumah. Tiada lagi tenda. Seluruhnya tidur di sepanjang jalan, dan lapangan terbuka.
Bahkan pasien RSUD di kabupaten Karang Asem, juga dikeluarkan dari gedung, dirawat di bawah tenda. Karangasem, berada di ujung timur pulau Bali, berdekatan dengan pulau Lombok. Pada saat lindu besar ketiga, juga merasakan guncangan. Mengantisipasi gempa susulan lebih besar, rumahsakit meng-evakuasi seluruh pasien. Tak terkecuali yang sedang menjalani operasi, maupun pasien persalinan.
Berdasar telaah BMKG (Badan Meteorolgi, Klimatologi dan Geofisika) lindu pada Ahad malam, merupakan gempa bumi baru. Walau penyebabnya sama, yakni, lempeng tektonik Flores bergeser naik. Konon berdasar pencitraan satelit NASA (National Aeronautics and Space Administration), daratan pantai Lombok naik setinggi 10 inci. Hal yang sama juga terjadi pada pantai Simeulue (Aceh), pasca tsunami tahun 2004, naik sampai 1,2 meter.
Tidak penting kawasan pantai naik atau turun. Yang lebih wajib menjadi perhatian seksama, adalah pelaksanaan rehablitasi dan rekonstruksi infrastruktur pasca-gempa. Terutama perbaikan rumah penduduk. Boleh jadi, perlu penyesuaian konstruksi rumah dengan model kawasan berpotensi gempa (besar, dan kerap). Pulau Lombok, bagai menunggangi punggung lempeng gempa tektonik.
Rehabilitasi dan rekonstruksi, merupakan UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pada pasal 21 huruf (a) telah mengatur tugas BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah), antaralain berupa rehabilitasi dan rekonstruksi. Secara tekstual dinyatakan: “… usaha penanggulangan bencana yang mencakup …, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara.”
Darurat bencana nasional tercantum pada pasal 51 ayat (1) dinyatakan melalui Peraturan Presiden. Namun, gempa Lombok, belum perlu dinyatakan sebagai nasional. Berbeda dengan bencana tsunami Aceh (tahun 2004), karena seluruh gedung pemerintahan ambruk. Banyak pejabat menjadi korban. Sehingga gempa Lombok, cukup ber-status darurat bencana daerah propinsi. Gubernur NTB dapat meminta bantuan kepada seluruh Gubernur se-Indonesia.
Berdasar surat gubernur NTB, seluruh gubernur dapat meng-alokasikan bantuan bersumber dari Perubahan APBD (tahun 2018) masing-masing propinsi. Kebersamaan menyokong bantuan pasca gempa Lombok, dapat menjadi model bantuan antar-propinsi, mengurangi nestapa bencana.

——— 000 ———

Rate this article!
Bersama Kurangi Nestapa,5 / 5 ( 1votes )
Tags: