Bersama Mewujudkan Kesejahteraan Sosial

Judul Buku : Paradigma Negara Kesejahteraan
Penulis : Atik Rahmawati, dkk.
Penerbit : Intrans Publishing, Malang
Cetakan : I, Agustus 2021
Tebal : xii + 102 halaman
ISBN : 978-623-6709-19-1
Peresensi : Ahmad Fatoni,
Pengajar Universitas Muhammadiyah Malang

Indonesia sebagai negara yang menganut welfare state mestinya melayani masyarakatnya dengan memberikan pelayanan publik seperti beaya pendidikan yang terjangkau, akses mendapatkan perumahan yang layak, ongkos kesehatan yang murah, transportasi umum yang nyaman, akomodasi bagi kaum marjinal, dan ketersediaan bentuk-bentuk pelayanan sosial lainnya.

Di sisi lain, pelaksanaan welfare state tidak melulu menjadi urusan negara. Sebagai sebuah sistem, praktik welfare state juga melibatkan unsur civil society, organisasi-organisasi sukarela, dan perusahaan swasta. Jenis-jenis pelayanan dan sistem pengorganisasiannya dapat dilakukan sesuai karakteristik masyarakat. Dengan demikian, kolaborasi antara pemerintah, organisasi masyarakat, dan perusahaan swasta menjadi sebuah keniscayaan demi mewujudkan negara yang sejahtera.

Kenyataannya, mewujudkan sebuah negara dengan paradigma welfare state tidaklah mudah. Banyak sekali nilai-nilai dari negara kesejahteraan yang melenceng dari konsep awal para founding fathers. Ambil contoh, di negeri ini masih ditemukan persoalan beaya pendidikan yang mahal, urusan birokrasi yang rumit, hingga penegakan hukum yang melukai rasa keadilan. Indonesia sejatinya memiliki tanggung jawab mutlak untuk memenuhi hak warga negaranya sebagaimana yang telah diatur dalam UUD’45

Negara kesejahteraan secara singkat dapat didefiniskan suatu gagasan negara yang menggunakan sistem pemerintahan yang bertanggungjawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Program ini bertujuan untuk mengurangi penderitaan masyarakat seperti kemiskinan, pengangguran, gangguan kesehatan dan lain sebagainya. Karena itu, suatu negara yang menerapkan konsep negara welfare state mempunyai kebijakan publik yang bersifat pelayanan, bantuan, dan perlindungan.

Sebagai penganut sistem welfare state model minimal, Indonesia memberikan anggaran begitu kecil dalam pembelanjaan sosial. Sehingga pelayanan sosial diberikan secara minimal serta pada umumnya diberikan kepada pegawai negeri, anggota ABRI dan pegawai swasta yang mampu membayar premi.

Negara Inggris adalah negara yang pertama-tama mempunyai ide konsep kesejahteraan sosial, yaitu antara Tahun 1300 sampai dengan pertengahan tahun 1800-an Inggris menerapkan Poor Law (Undang-Undang Kemiskinan), undang-undang ini diterbitkan karena krisis akibat dampak perang yang mengakibatkan banyak terjadinya kelaparan, kemiskinan, penyakit dan kebodohan yang terjadi di mana-mana.

Konsep negara welfare state juga dirintis oleh negara Jerman di bawah kepemimpinan Otto Von Bismarck pada tahun 1850-an, dan model ini mengacu pada peranan negara yang aktif dalam mengurus, mengelola dan mengorganisir perekonomian, yang di dalam mencakup tanggung jawab negara dalam menjamin adanya pelayanan kesejahteraan dasar bagi warga masyarakatnya.

Namun demikian, faham welfare state dalam bentuk sosialisme pada pertengahan abad 20 mulai runtuh yang ditandai dengan pecahnya Uni Soviet. Hal ini memunculkan paham baru yang disebut dengan neo-liberalisme, yaitu sebuah faham yang lahir sebagai respon logis terhadap kegagalan sebuah negara dalam membangun kesejahteraan, maka konsep neo-liberalisme mempunyai tujuan untuk mengurangi lagi peran negara yang dirasa terlalu besar.

Berdasarkan ideologi yang dianut, Indonesia menerapkan welfare state model minimal. Model minimal ini ditandai dengan pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sosial yang sangat kecil. Progam jaminan sosial diberikan secara sporadis, parsial dan minimal. Bahkan, dengan model yang minimal sekalipun, tampak belum begitu siap. Ketidak siapan negara justru pada sumber daya manusianya yang bermental korup dan masih menggunakan kebijakan-kebijakan jaminan sosial untuk kepentingan politik semata.

Sebagai negara berkembang dengan sistem welfare state model minimalis dirasa memberikan tunjangan yang sangat kecil bagi warga negaranya. Maka, sudah semestinya masyarakat tidak terus menerus mengandalkan bantuan dan tergantung pada pemerintah.

Buku ini tidak saja membahas secara tuntas permasalahan sosial di negeri ini, juga menyelipkan fakta-fakta menarik yang disoroti para penulisnya. Tak berlebihan bila ikhtiar buku yang ingin menumbuhkan ruang-ruang kepedulian terhadap isu-isu sosial, ini patut diapresiasi oleh para akademisi dan praktisi untuk mendorong keterlibatan semua pihak demi mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

———— ooo ————-

Tags: